JATIMTIMES - Rabu (13/7/2022) depan, persidangan terdakwa dugaan kasus pelecehan seksual Julianto Eka Putra (JEP) pemilik sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu menginjak yang ke-20 kalinya di Pengadilan Negeri Kelas I A Malang. Rencananya persidangan memasuki pembacaan tuntutan terdakwa JEP.
Secara waktu, kasus dugaan kekerasan seksual ini sudah berlangsung selama satu tahun lamanya. Harapan besar korban hingga masyarakat terdakwa mendapatkan hukuman seberat-beratnya.
Baca Juga : Rangkaian Peringatan Dies Natalis ke-41, Ini Cara FEB Unisma Ungkap Rasa Syukur
“Kami mendukung Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menuntut terdakwa dengan tuntutan maksimal pada persidangan nanti,” ungkap kuasa hukum korban dan saksi korban, Suwito saat dikonfirmasi, Senin (11/7/2022).
Suwito menambahkan, dengan tuntutan yang maksimal itu untuk menegakkan hukum dan keadilan bagi korban JEP. Apalagi sejauh ini pemeriksaan saksi fakta dalam berkas sebanyak 20 orang, memeriksa keterangan ahli 3 orang. “Juga memeriksa saksi A de Charge 6 orang. Totalnya hampir 20 kali,” tambah Suwito,
Terpisah Ketua Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan Kota Batu Kayat Harianto menambahkan, agar kasus dugaan kasus pelecahan seksual terhadap korban segera mendapatkan titik terang. Pihaknya bakal terus memberikan pendampingan kepada korban bersama Komnas PA.
“Kami berkomitmen untuk mendapatkan keadilan bagi korban. Harapannya pada sidang tuntutam nanti terdakwa dijatuhkan hukuman yang maksimal,” terang Kayat.
Proses hukum yang lama ini pun cukup membuat banyak masyarakat geram, hingga beberapa saat lalu Deddy Cobuzier mengangkat kasus ini dalam Podcastnya. Deddy langsung mendatangkan dua korban sekaligus.
Dua korban itu merupakan pelapor kepada Komnas PA. Bagaimana tidak JEP diduga telah menyetubuhi salah satu kroban sebanyak 15 kali. Ada juga korban yang dipaksa melakukan oral seks hingga mempekerjakan mereka dengan upah di bawah UMR.
Baca Juga : Mantapkan Raihan Medali Porprov VIII, KONI Kabupaten Kediri Bakal Lakukan Evaluasi Besar-besaran
Alasan mereka akhirnya buka suara setelah beberapa tahun, agar JEP dihukum supaya kejadian itu tidak terulang kepada adik-adik mereka yang ada di sekolah tersebut.
Saat ini kondisi mereka mengalami trauma, apalagi kasus yang tak kunjung-kunjung usai. Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait menjelaskan, jika hal ini mempengaruhi kondisi psikologis para korban.
“Kondisi korban tentunya trauma. Apalagi dengan proses menunggu juga begitu lama,” ujar Arist.
Untuk mengatasi trauma, korban diberikan pendampingan layanan trauma dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Layanan ini diberikan setiap dua minggu sekali. “Korban mendapatkan pendampingan dari tim psikolog LPSK,” tutup Arist.