JATIMTIMES - Setiap daerah selalu memiliki monumen sebagai tetenger atau penanda yang khas. Di Jombang, Monumen Ringin Contong salah satu tetenger yang bisa dijumpai bila melintasi Kota Santri ini.
Monumen berupa tower air yang tinggi menjulang di jantung Kota Santri ini rupanya menyimpan banyak kisah sejarah.
Baca Juga : Potensi Banjir Level Waspada, 3 Hari Mendatang Kota Batu Bakal Diguyur Hujan Disertai Petir
Lokasi Ringin Contong ini berada tepat di tengah-tengah Jombang kota. Yaitu di simpang tiga antara Jalan KH Abdurrahman Wahid, Jalan KH Wahid Hasyim, dan Jalan A. Yani.
Bila dari arah timur atau dari Mojokerto, kalian bisa berjalan lurus ke barat atau arah Madiun. Setelah sampai ke dimpang tiga Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang, lurus saja masuk ke wilayah kota ke Jalan KH Abdurrahman Wahid. Dari situ, lurus ke barat sekitar 1 km kalian sudah menemukan Monumen Ringin Contong.
Monumen Ringin Contong saat ini berupa taman yang telah ditata rapi dengan pagar keliling. Di dalamnya terdapat dua pohon beringin berukuran besar nan rimbun. Tepat di antara dua pohon beringin itu terdapat bangunan tower air berukuran besar yang menjulang cukup tinggi.
Penelusur sejarah Jombang dari Komunitas Pelestari Sejarah (KompaS) Jombang Moch. Faisol sudah lama menelusuri jejak riwayat Ringin Conthong yang kini menjadi landmark Kota Siantri itu. Hasil penelusurannya, lokasi yang kini dijadikan Monumen Ringin Contong itu dulunya berupa lahan kosong di tengah persimpangan jalan poros Surabaya-Madiun.
Pada 21 Oktober 1910, ditanamlah pohon beringin oleh Bupati pertama Jombang Raden Adipati Arya Soerodiningrat di lokasi tersebut. Penanaman pohon beringin sebagai penanda berdirinya Kabupaten Jombang setelah memisahkan diri dari Kabupaten Mojokerto saat itu.
"Jadi, yang ditanam pertama itu beringinnya, menandai pisahnya Kabupaten Jombang dengan Mojokerto. Pada 21 Oktober 1910 itu baru menanam beringin, belum watertoren (tower air, red)-nya," ujar Faisol saat ditemui di tempat kerjanya, Jalan Airlangga Jombang (24/05/2022).
Selanjutnya, tower air baru dibangun 28 tahun setelah penanaman pohon beringin. Berdasarkan data yang ditemukan Faisol pada dokumen De Indische Courant, awal pembangunan tower air dilakukan pada 24 Agustus 1928 oleh Dinas PU kolonial Belanda Burgelijke Openbare Werken (BOW). Perancang atau arsitek tower air itu adalah Ir Snuyf.
Pembangunan berlangsung selama 1 tahun. Kemudian tower air difungsikan pada tahun 1929. "Fungsi tandon air ini untuk menampung air dari sumber di Desa Ngampungan, Bareng. Di sana ada sumber air besar yang dialirkan ke kota," terangnya.
Faisol mengatakan, penyebutan Ringin Contong bukanlah berasal dari pohon beringin dan tower air tersebut. Melainkan lahan yang menjorok dari jalan utama atau nyontong dalam bahasa Jawa.
Jalan utama yang dimaksud adalah Jalan KH Abdurrahman Wahid ke Jalan A Yani atau dari arah timur ke barat. Di tengah-tengahnya terdapat lahan yang menjorok ke selatan atau ke Jalan KH Wahid Hasyim.
Tanah yang menjorok itu disebut contong. Di tengah lahan itu juga berdiri pohon beringin besar. Sehingga orang-orang menyebutnya Ringin Contong hingga saat ini.
"Contong itu bukan tower air itu. Contong itu merujuk pada lahan yang menjorok dari jalan poros utama Surabaya-Madiun," kata Faisol.
Baca Juga : Sinopsis Ikatan Cinta RCTI 14 Mei 2022: Andin dan Amar ke Kantor Polisi, Ada Apa?
Versi agak berbeda disampaikan budayawan Jombang Nasrul Illah atau Cak Nas. Lahan yang kini jadi lokasi landmark Kota Santri itu, kata Cak Nas, sudah ada sejak zaman kerajaan. Namun, saat itu baru berupa hamparan lahan yang berdiri pohon beringin besar dengan sejumlah sumber air alami di dekatnya.
Lokasi Ringin Contong kala itu berada di tengah-tengah poros jalan utama yang kerap dilalui penduduk saat itu. Jalan utama itu juga ramai lalu lalang para saudagar, prajurit kerajaan hingga keluarga dan tamu kerajaan yang kala itu hilir mudik melalui jalan tersebut.
"Posisinya yang strategis. Sejak zaman sebelum Mataram Kuno di sini Ringin Contong sudah ada. Tapi baru berupa tempat peristirahatan orang yang lewat. Karena di situ ada sumber air, ada pohon beringin yang sejak dulu sudah ada," kata Cak Nas.
Dikatakan Cak Nas, penyebutan Ringin Contong itu merujuk dari pohon beringin dan sumber mata air yang ada di sekitarnya. Oleh warga kala itu, tempat sumber air dibuatkan penampungan-penampungan sehingga disebut contong. Dari situ muncul istilah Ringin Cotong yang juga jadi tetenger warga waktu itu.
"Sumber air di situ sejak dulu memang besar. Nah agar air ini bermanfaat, akhirnya orang-orang bikin tembok agar air terwadahi atau dicontong. Jadi contong itu bukan tower air, tapi wadah air berupa tembok itu," terang adik kandung Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun itu.
Saat ini, Ringin Contong berubah menjadi ruang terbuka hijau dengan pagar keliling. Terdapat dua pohon beringin besar dan bangunn tower air di tengah-tengahnya. Tower air ini menjadi aset PDAM Jombang.
Direktur PDAM Jombang Khoirul Hasyim mengatakan, tower air di Monumen Ringin Contong dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1929. Tower air itu berfungsi untuk cadangan air bagi warga Jombang kala itu.
"Jadi, air itu mengalir dari Pacet (Mojokerto), Ngampungan, Kecamatan Bareng (Jombang) hingga ke tower air di Ringin Contong ini. Itu sudah ada sejak zaman Belanda," ucapnya.
Namun, kata Hasyim, tower air yang berfungsi untuk kebutuhan air warga Jombang itu berlangsung hingga 1990. Kla itu masih dikelola oleh Badan Pengelola Air Minum (BPAM) Provinsi Jatim.
Setelah itu, tower air di Ringin Contong tidak lagi difungsikan. "Mulai dari tahun 1993 itu beralih jadi milik PDAM Jombang. Sejak itu, kami sudah tidak memanfatkan tower air itu lagi," pungkasnya.