JATIMTIMES - Puasa Ramadan fardlu 'ain bagi setiap muslim sehingga wajib diganti saat mereka berhalangan atau meninggalkan kewajiban tersebut. Puasa pengganti itu dikenal dengan istilah qadha atau utang.
Puasa tersebut bisa dilaksanakan kapan saja mulai Syawal hingga Sya'ban. Namun, ada satu hari yang kedudukannya setara dengan Idul Fitri dan Idul Adha, yaitu hari Jumat. Seorang Muslim dianjurkan tidak melaksanakan puasa tanpa udzur di hari Jumat.
Hukum dan Tata Cara Melaksanakan Puasa Ganti
Baca Juga : Mau Yang "Kuburan" atau Lapindo, Mi Ayam Bledek dengan 13 Rasa Unik di Malang
Puasa ganti dilakukan sebanyak jumlah hari yang hilang selama bulan Ramadan. Hukum puasa ganti bulan Ramadan adalah wajib.
Sementara syarat puasa qadha yaitu baligh, berakal sehat, dan tidak memiliki halangan.
Allah SWT berfirman: " ... maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib baginya mengganti) sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin ... " (QS. Al-Baqarah: 184).
Niat puasa ganti
Niat puasa ganti dilafalkan pada malam sebelumnya atau pada saat bangun sahur.
Berikut bacaan niat puasa qadha:
"Nawaitu shauma ghadin ‘an qadha’I fardhi syahri Ramadhana lillahi ta‘ala."
Artinya: "Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadan esok hari karena Allah SWT."
Puasa ganti bisa dilakukan berurutan atau terpisah
Baca Juga : Sosok Ummu Mahjan, Marbot Perempuan Masjid Nabawi yang Dihormati Rasulullah SAW
Pelaksanaan puasa qadha ini bisa dilakukan secara berurutan atau tidak. Pendapat pertama menyatakan, puasa qadha harus dilaksanakan secara berurutan karena puasa yang ditinggalkan juga berurutan. Namun belum ada hadis yang shahih tentang pendapat itu.
Sementara, pendapat kedua menyatakan bahwa pelaksanaan qadha puasa tidak harus dilakukan secara berurutan. "Qadha' (puasa) Ramadan itu, jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya terpisah. Dan jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya berurutan. " (HR.
Daruquthni)
Bagaimana jika puasa qadha tertunda hingga Ramadan berikutnya?
Puasa yang ditangguhkan atau ditunda sampai tiba Ramadan berikutnya dan dilakukan tanpa alasan yang sah, maka hukumnya haram atau dosa. Sedangkan jika penangguhan itu diakibatkan lantaran uzur yang selalu menghalanginya, maka tidak berdosa.
Pendapat pertama menyebut bahwa penundaan qadha puasa hingga tiba bulan Ramadan berikutnya tidak diwajibkan pembayaran fidyah baik karena alasan uzur atau tidak.
Sedangkan pendapat lain menyebut, soal penundaan qadha puasa hingga tiba bulan Ramadan berikutnya ,ada rincian hukumnya secara khusus. Jika penangguhan itu karena uzur, maka tidak menjadi sebab diwajibkannya fidyah. Sedangkan jika penangguhan itu tanpa uzur, maka menjadi sebab diwajibkannya fidyah.