JATIMTIMES - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas resmi menerbitkan edaran yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Menurut Menag Yaqut, penggunaan pengeras suara di masjid dan musala adalah kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah 1 media syiar Islam di tengah masyarakat. Namun, di sisi lain masyarakat Indonesia juga beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya.
Baca Juga : Solusi Relokasi 19 KK Terdampak Tanah Gerak di Desa Tanen Ditolak, Ini Masalahnya
Oleh sebab itu, diperlukan upaya untuk merawat persaudaraan dan harmoni sosial. "Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat," ujar Yaqut seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin (21/2/2022).
Lebih lanjut Menag menjelaskan, surat edaran yang terbit pada 18 Februari 2022 itu ditujukan kepada Kepala Kanwil Kemenag Provinsi, Kepala Kantor Kemenag kabupaten/kota, Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan, Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Dewan Masjid Indonesia, Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam, dan Takmir/Pengurus Masjid dan Musala di seluruh Indonesia.
Sebagai tembusan, edaran ini ditujukan kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia.
"Pedoman ini agar menjadi pedoman dalam penggunaan pengeras suara di masjid dan mushala bagi pengelola (takmir) masjid dan mushala dan pihak terkait lainnya," kata Menag Yaqut.
Kendati demikian, aturan tersebut justru menimbulkan pro kontra dari beberapa pihak. Salah satu dukungan datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dalam hal ini, MUI mengapresiasi aturan terkait pengeras suara di masjid dan mushala tersebut. "Saya mengapresiasi atas terbitnya SE itu sebagai bagian dari upaya mewujudkan kemaslahatan dalam penyelenggaraan aktivitas ibadah," kata Ketua MUI bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, dalam keterangannya, Senin (21/2/2022).
Asrorun, mengatakan SE itu juga sejalan dengan ijtima ulama yang digelar Komisi Fatwa. Selain itu, dalam pelaksanaan ibadah, ada jenis ibadah yang memiliki dimensi syiar, sehingga membutuhkan media untuk penyiaran, termasuk azan.
Namun, kata Asrorun, dalam pelaksanaannya perlu diatur agar berdampak baik bagi masyarakat. Sehingga jemaah bisa mendengar syiar tapi tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain (mafsadah).
"Karenanya, perlu aturan yang disepakati sebagai pedoman bersama, khususnya terkait penggunaan pengeras suara di tempat ibadah untuk mewujudkan kemaslahatan dan menjamin ketertiban serta mencegah mafsadah yang ditimbulkan," ungkap Asrorun.
Dukungan lain juga datang dari Nahdlatul Ulama (NU) dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. NU dan Muhammadiyah menyambut baik edaran Menag Yaqut tersebut.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dadang Kahmad menilai aturan tersebut dibuat agar pengeras suara di masjid tidak digunakan pada sembarang waktu.
"Bagus ada pengaturan. Supaya penggunaan pengeras suara masjid atau pun yang lain tidak sembarangan. Tidak sembarang waktu," ujar Dadang dalam keterangan resminya dikutip Selasa (22/2/2022).
Ia bahkan meminta agar pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala ini bisa ditaati oleh semua pihak. Dadang juga mengungkapkan selama ini masjid di bawah naungan Muhammadiyah sudah disiplin dalam penggunaan pengeras suara.
Penggunaan pengeras suara keluar masjid, kata Dadang, hanya digunakan saat azan.
Senada, Ketua Tanfidziyah PBNU Ahmad Fahrurrozi juga menilai pemakaian sepiker masjid perlu dibatasi oleh kearifan agar tidak mengganggu lingkungan sekitar. Kendati demikian, Ahmad berharap jangan sampai aturan tersebut malah menghilangkan inti syiar agama.
"Kita sepakat ada pembatasan yang bijaksana, agar saling harmoni dan diterapkan dengan kearifan lokal," kata Fahrur.
Fahrur menilai seberapa keras pengaturan pengeras suara dan durasi yang dianjurkan tentu tidak bisa disamakan 1 tempat dengan lainnya. Hal itu bergantung situasi dan kondisi masyarakat sekitar.
Selain itu, Fahrur juga menilai kualitas suara sepiker masjid juga perlu dijaga agar terdengar nyaman dan tidak memekakkan telinga.
Kendati demikian, penolakan soal aturan pengeras suara masjid dan mushala itu datang dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Anggota Komisi VIII DPR Fraksi PKS Bukhori Yusuf tidak setuju dengan aturan tersebut.
Bukhori menilai hal-hal teknis itu bisa diatur oleh masyarakat secara tradisi dan musyawarah. "Menurut saya, Kemenag tidak perlu mengatur hal-hal yang sangat teknis tentang masalah ibadah, utamanya penggunaan speaker untuk azan, pengajian, maupun lainnya di masyarakat," kata Bukhori.
Ia lalu mengatakan Menag tidak perlu mengatur terkait peribadatan secara mendetail. Bukhori beralasan setiap daerah memiliki perbedaan dalam mengatur hal tersebut.
Bukhori lantas menyarankan agar peraturan teknis berkaitan dengan ibadah, khususnya pengeras suara masjid, bisa diatur oleh masyarakat. Hal tersebut, dapat diatur secara musyawarah dan tradisi.
Berikut perincian ketentuan dalam Surat Edaran Menteri Agama tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala:
1. Umum
Baca Juga : Ziarah ke Makam Pendiri, Sekjen PPP Puji Kontribusi Ponpes Lirboyo bagi Indonesia
a. Pengeras suara terdiri atas pengeras suara dalam dan luar. Pengeras suara dalam merupakan perangkat pengeras suara yang difungsikan/diarahkan ke dalam ruangan masjid/mushala. Sedangkan pengeras suara luar difungsikan/diarahkan ke luar ruangan masjid/mushala.
b. Penggunaan pengeras suara pada masjid/mushala mempunyai tujuan: - Mengingatkan kepada masyarakat melalui pengajian Al Qur’an, selawat atas nabi, dan suara azan sebagai tanda masuknya waktu salat fardu - Menyampaikan suara muazin kepada jemaah ketika azan, suara imam kepada makmum ketika salat berjemaah, atau suara khatib dan penceramah kepada jemaah
- Menyampaikan dakwah kepada masyarakat secara luas baik di dalam maupun di luar masjid/mushala.
2. Pemasangan dan Penggunaan Pengeras Suara
a. Pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid/mushala
b. Untuk mendapatkan hasil suara yang optimal, hendaknya dilakukan pengaturan akustik yang baik
c. Volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (seratus desibel)
d. Dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, selawat/tarhim.
3. Tata Cara Penggunaan Pengeras Suara
a. Waktu Salat:
1) Subuh:
- Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit - Pelaksanaan salat Subuh, zikir, doa, dan kuliah Subuh menggunakan pengeras suara dalam.
2) Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya:
- Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) menit - Sesudah azan dikumandangkan, yang digunakan pengeras suara dalam.
3) Jum'at:
- Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit - Penyampaian pengumuman mengenai petugas Jum’at, hasil infak sedekah, pelaksanaan Khutbah Jum’at, Salat, zikir, dan doa, menggunakan pengeras suara dalam.
b. Pengumandangan azan menggunakan pengeras suara luar.
c. Kegiatan Syiar Ramadan, gema takbir Idul Fitri, Idul Adha, dan Upacara Hari Besar Islam:
- Penggunaan pengeras suara di bulan Ramadhan baik dalam pelaksanaan salat tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur’an menggunakan pengeras suara dalam
- Takbir pada tanggal 1 Syawal/10 Zulhijjah di masjid/mushala dapat dilakukan dengan menggunakan pengeras suara luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan pengeras suara dalam. - Pelaksanaan Salat Idul Fitri dan Idul Adha dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar - Takbir Idul Adha di hari Tasyrik pada tanggal 11 sampai dengan 13 Zulhijjah dapat dikumandangkan setelah pelaksanaan Salat Rawatib secara berturut-turut dengan menggunakan Pengeras Suara Dalam; dan - Upacara peringatan hari besar Islam atau pengajian menggunakan pengeras suara dalam, kecuali apabila pengunjung tabligh melimpah ke luar arena masjid/mushala dapat menggunakan pengeras suara luar.
4. Suara yang dipancarkan melalui pengeras suara perlu diperhatikan kualitas dan kelayakannya, suara yang disiarkan memenuhi persyaratan:
- Bagus atau tidak sumbang
- Pelafazan secara baik dan benar.
5. Pembinaan dan Pengawasan
- Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Surat Edaran ini menjadi tanggung jawab Kementerian Agama secara berjenjang.
- Kementerian Agama dapat bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Organisasi Kemasyarakatan Islam dalam pembinaan dan pengawasan.