JATIMTIMES - Sejumlah pelaku usaha atau produsen tempe di Kabupaten Malang menjerit dengan adanya lonjakan harga kedelai. Mereka menilai, akibat harga kedelai yang terlampau mahal tersebut mereka nyaris tidak mendapat keuntungan.
Salah satu pelaku usaha tempe di Desa Penarukan, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, Satuni menjelaskan bahwa sejak Februari harga kedelai terus meningkat. Bahkan secara hitungan, Satuni merinci kalau jualan tempe ketika kedelai harga tinggi hanya mendapatkan hasil yang sangat tipis.
Baca Juga : Bahas Pesugihan Bank Gaib, Helmy Yahya Terkejut saat Tahu Tumbal yang Harus Diserahkan
“Harga kedelai sekarang Rp 11 ribu per kilogram. Nah biasanya saya produksi tempe sebanyak 15 kilogram per hari, itu jadi 15 potong kotak tempe dengan harga Rp 10 ribu per potong,” kata Satuni, Senin (21/2/2022).
“Artinya pendapatan kita hanya Rp 150 ribu per 15 kilogran kedelai. Jadi praktis kita rugi, sebab kebutuhan biaya untuk untuk membeli kedelai sebanyak 15 kilogram Rp 165 ribu,” sambung Satuni.
Untungnya, Satuni menggeluti pembuatan tempe sejak 1977 silam itu juga memproduksi Tempe Bongkil atau tempe yang berbahan dasar dari kacang tanah. Dari tempe jenis itu pihaknya bisa mendapat keuntungan Rp 30 hingga Rp 50 ribu per hari.
“Kami tetap memproduksi tempe berbahan kedelai ini hanya untuk melayani pelanggan yang sudah ada, meskipun rugi,” ujar Satuni.
Di sisi lain, Satuni tidak berani menaikkan harga tempe yang diproduksinya meski harga kedelai terus meningkat. Karena ia saat ini hanya menjaga pelanggan yang mempercayainya memproduksi tempe.
“Tidak berani kalau naikkan harga (tempe). Kalau saya naikkan pasti mereka mengeluh, bisa-bisa juga tidak langganan lagi ke saya,” keluh Satuni.
Terpisah, salah satu pelaku usaha tempe yang lain di Desa Penarukan, Kartini juga mengeluhkan kenaikan harga kedelai. Sebab menurutnya meskipun harga kedelai naik, pihaknya tetap tidak bisa menaikkan harga tempe buatannya.
“Terpaksa untuk menyiasati, agar tetap mendapat keuntungan kami mempercilkan ukuran tempe yang dijual ke pasaran,” kata Kartini.
Kartini merinci, apabila harga kedelai stabil atau tepatnya masih di harga Rp 7 ribu per kioogram, ukuran tempe yang ia jual berukuran 9 centimeter. Sementara apabila harga kedelai naik, ukurannya diperkecil menjadi 7-6,5 centimter.
Baca Juga : Antisipasi Lonjakan Covid-19, Kapolres Tulungagung Ajak Anggota Laksanakan Arahan Presiden
“Namun, meskipun sudah diperkecil keuntungan kita juga tetap berkurang. Sehari biasanya keuntungan kami kalau harga kedelai normal bisa Rp 250 ribu per hari. Kalau sekarang berkurang jadi Rp 150 ribu per hari,” jelas Kartini.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Malang Agung Purwantoro membenarkan bahwa harga kedelai saat ini mengalami kenaikan. Hal itu menurutnya disebabkan menurunnya jumlah import kedelai.
“Kedelai untuk pelaku industri tempe di Indonesia, termasuk di Kabupaten Malang ini kan kebanyakan import dari Amerika Latin dan Cina,” terang Agung saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Senin (21/2/2022).
Lanjut Agung, dari hasil koordinasi pihaknya dengan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, kedelai di Amerika Latin belum masa panen. Sehingga mempengaruhi import kedelai ke Indonesia.
“Sedangkan kedelai dari Cina katanya banyak digunakan untuk makanan babi sehingga membuat volume import berkurang,” ungkap Agung.
Menyikapi kondisi ini, Agung tengah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia untuk memprioritaskan daerah yang mempunyai pelaku usaha tempe atau tahu, termasuk Kabupaten Malang. Dari situ, ia juga sudah berhitung perkiraan kedelai untuk mencukupi kebutuhan produsen tempe.
“Kebutuhan kedelai kita per tahun sebanyak 1.725.000 kilogram,” jelas Agung.