JATIMTIMES - Beberapa instansi pemerintah digugat oleh anak menantu dan cucu mantan dokter spesialis kandungan di Rumah Sakit Umum Daerah dr Saiful Anwar (RSSA) Malang dr Asriningrum Hananiel yakni Kanthi Pujirahayu (53) sebagai penggugat satu dan Yosia Abdi Wicaksono Hananiel (32) sebagai penggugat dua.
Instansi pemerintah tersebut yakni Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sebagai tergugat satu, RSSA Malang sebagai tergugat dua, Pemerintah Provinsi Jawa Timur Cq Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sebagai turut tergugat satu dan Kantor Pertanahan (ATR/BPN) Kota Malang sebagai turut tergugat dua.
Baca Juga : Viral Pengakuan TKW Taiwan Memenuhi Hasrat Biologis di Negara Orang
Gugatan yang diajukan oleh anak menantu dan cucu dari mantan dokter spesialis kandungan di RSSA Malang ini terkait sebuah aset rumah dinas yang terletak di Jalan Simpang Ijen Nomor 8, Kelurahan Oro-oro Dowo, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Di mana, mantan dokter spesialis kandungan tersebut bersama anaknya bernama Nugroho Sutrisno Putro sudah menempati rumah dinas di Jalan Simpang Ijen Nomor 8 sejak 1 Januari 1963.
Kemudian yang bersangkutan meninggal dunia pada 12 November 1982 dan Nugroho Sutrisno Putro meninggal dunia 25 Maret 1988. Setelah keduanya meninggal dunia, menyisakan anak menantu yakni Kanthi Pujirahayu sebagai penggugat satu dan Yosia Abdi Wicaksono Hananiel sebagai penggugat dua.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang Zuhandi mengatakan, pihaknya telah melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan RSSA Malang. Di mana Kejari Kota Malang diberikan kepercayaan untuk menjadi Jaksa Pengacara Negara (JPN) terkait gugatan yang dilakukan oleh penggugat satu dan dua.
"Minggu kemarin sudah pembacaan gugatan hari Kamis (10/2/2022). Rencananya Kamis ini kami menjawab gugatan tetapi karena ada sesuatu dan lain hal kita minta ditunda untuk jawabannya minggu depan," ungkap Zuhandi kepada JatimTimes.com, Kamis (17/2/2022).
Zuhandi menuturkan, aset rumah dinas yang terletak di Jalan Simpang Ijen Nomor 8 tersebut merupakan aset dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Kemudian dari pihak Pemerintah Provinsi Jawa Timur meminta kepada ahli waris untuk segera melakukan pengosongan atas aset rumah dinas tersebut.
"Tapi ahli warisnya tidak bersedia meninggalkan rumah yang dia tempati. Kemudian dia mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap penempatan rumah tersebut dan meminta ganti rugi sebesar Rp 2,5 miliar," ujar Zuhandi.
Tuntutan ganti rugi sebesar Rp 2,5 miliar yang dilakukan oleh penggugat satu dan dua digunakan untuk membayar ganti rugi atas biaya yang selama ini dikeluarkan oleh para penggugat. Mulai dari pembayaran tagihan listrik, tagihan air dan pajak bumi bangunan.
"Padahal itu adalah kewajiban dia kan yang berperan mereka yang menempati rumah tersebut," terang Zuhandi.
Menurutnya, rumah tersebut merupakan rumah dinas yang dapat ditinggali oleh pihak bersangkutan, dalam hal ini dokter spesialis kandungan dr Asriningrum Hananiel. Ketika yang bersangkutan sudah pensiun, maka kepada keluarga atau ahli waris wajib menyerahkan kembali pengelolaan atas aset rumah dinas tersebut kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Terlebih lagi, Zuhandi menyebutkan bahwa para penggugat tidak memiliki surat-surat bukti kepemilikan rumah tersebut. Menurutnya, kemungkinan para penggugat sudah terlalu lama menempati dan saat akan dilakukan pengosongan kemudian mengajukan gugatan.
"Jadi, tidak ada kewajiban bagi negara membayar ganti rugi sebagaimana yang dimintakan penggugat, hak dia menempati sebenarnya ya memang tidak ada," tegas Zuhandi.