JATIMTIMES - Pihak berwenang di Arab Saudi memperingatkan penyebar gosip atau rumor di media sosial kini bisa dihukum penjara maksimal 5 tahun. Tak cuma itu, mereka juga bisa dikenakan denda hingga US$800 ribu atau Rp 11 miliar.
"Merilis atau berkontribusi dalam cara apapun untuk menyebarkan rumor dan kebohongan via media sosial tentang hal-hal yang mempengaruhi ketertiban umum adalah kejahatan serius," demikian bunyi pernyataan resmi kantor Kejaksaan Saudi dikutip AFP.
Baca Juga : Percepatan Penanganan Covid-19, Dinkes Kota Batu Gelontorkan Rp 4,4 Miliar untuk Fasilitas Ini
Tak cuma itu, Kejaksaan Saudi juga memperingatkan bagi mereka yang menyebar cerita palsu termasuk dalam tindak kriminal. Kendati demikian, mereka tidak menyebutkan secara rinci rumor yang dimaksud.
Mereka hanya menyatakan, "yang tak berdasar." Aturan tersebut muncul setelah tuduhan pelecehan seksual dalam sebuah konser di Riyadh menyebar di media sosial. Namun, pihak Saudi membantah tudingan tersebut.
Konser itu bahkan dibatalkan di menit-menit terakhir karena hujan lebat dan memicu adegan kacau di mana-mana. Beberapa pengguna media sosial menuduh bahwa telah terjadi pelecehan seksual terhadap perempuan.
Beberapa orang telah dipanggil untuk diinterogasi menyoal pelecehan seksual yang sudah terlanjur menyebar di media sosial. Media sosial menjadi satu-satunya platform yang relatif bebas bagi warga Saudi untuk menyuarakan apapun, di tengah pembatasan terhadap siaran televisi dan media oleh pemerintah.
Pejuang Hak-hak Perempuan juga memperingatkan mengkriminalisasi tuduhan pelecehan seksual berisiko untuk menghalangi perempuan mengajukan pengaduan dan bahkan membicarakan masalah tersebut di media sosial.
Seperti diketahui, pada 2018, Arab Saudi mengesahkan telah Undang-undang anti-kekerasan, yang mana pelaku bisa dihukum 2 tahun penjara dan denda hingga US$27 ribu atau Rp 386 juta.
Baca Juga : Ustaz Adi Hidayat Jelaskan Ayat-ayat dalam Alquran Pencegah Lupa, Salah Satunya Surah Al Baqarah
Kemudian Arab Saudi mengamandemen UU tahun lalu, dengan mengizinkan nama dan hukuman pelanggar aturan dipublikasikan di media. Terlepas dari UU itu, beberapa perempuan Saudi mengaku otoritas tidak cukup melakukan banyak hal untuk mengakhiri kekerasan ini.
Selama 5 tahun terakhir, Saudi disebut melakukan banyak gebrakan. Mereka berusaha untuk memperluas sektor ekonomi yang tidak hanya mengandalkan minyak namun juga di industri hiburan seperti mengizinkan konser, membuka bioskop dan arena olahraga Formula One Grand Prix.
Namun, sejumlah kelompok pemantau HAM melihat hal tersebut justru sebagai salah 1 cara Saudi menampik kritik dan menutupi pelanggaran yang dilakukan.