JATIMTIMES - Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tulungagung mendapat apresiasi dari Komisi III DPR RI atas capaian kinerja dan inovasinya dalam memimpin Kejaksaan Negeri Tulungagung. Apresiasi itu disampaikan oleh salah satu anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan saat kunjungan kerja di Kantor Kejaksaan Negeri setempat, Senin (3/1/2022).
"Kita berikan apreasiasi yang luar biasa atas kerja hebat, kerja keras, dan capaian kinerja selama kurun waktu 8-9 bulan memimpin Kejaksaan Negeri Tulungagung," kata Arteria.
Baca Juga : Bejat, Petugas OB Kantor Kelurahan di Jombang Perkosa Siswa SD Selama 4 Tahun
Menurut Arteria, kunjungan kerja dan reses rutinnya selalu mengunjungi konstituen dan mitra kerja Komisi III. Kunjungan itu bermaksud untuk memastikan kerja dari mitra Komisi III itu supaya bisa berjalan on the track, lurus, sesuai apa yang digariskan, dan memberikan kemanfaatan dalam artian pelayanan penegakkan hukum yang bagus.
Kunjungan kerja ke Kejaksaan, lanjut Arteria, dalam rangka untuk melihat dan melakukan pengawasan kinerja dari Kejaksaan Negeri Tulungagung yang didalamnya telah dipaparkan semacam refleksi akhir tahun yang disampaikan oleh Kajari Tulungagung.
"Kami bisa melihat bagaimana geliat penegakan hukum yang hadir, berita terkait Kejari sudah mulai terlihat, dan penegakan hukumnya memang begitu berkepastian," ungkapnya.
Anggota Komisi yang membidangi hukum, hak asasi manusia, dan keamanan itu menjelaskan, Presiden Jokowi pernah mengatakan bahwa penegakkan hukum itu memang harus tuntas, tetapi juga tetap menjaga cipta kondisi Kamtibmas, dan semua itu memang benar-benar dihadirkan oleh Kejari Tulungagung.
Selain itu, dirinya juga melihat bagaimana upaya inovatif dari Kejari Tulungagung untuk turun ke bawah, mengeluarkan program baru yaitu sosialisasi penegakkan hukum. Sehingga para Kades di Tulungagung tidak sulit lagi untuk bertemu dengan jaksa, karena jaksanya sendiri yang turun ke Desa.
"Bukan hanya kasinya tetapi Kajarinya juga turun ke bawah. Untuk mendatangi desa satu persatu, sehingga bisa kita pastikan yang namanya DD dan ADD itu bukan menjadi permasalahan hukum yang berat," jelasnya.
Semangat Kajari beserta Kasi, kata Arteria, sangat kental dalam hal penegakkan restorative justice serta upaya dalam rangka mengoptimalkan pencegahan sekaligus penegakkan hukum yang berkepastian juga sangat nampak.
Untuk itu dirinya berharap mudah-mudahan hal yang sudah baik ini bisa dipertahankan, dan Kajari bisa menjadi kebanggaan orang Tulungagung karena Kajari kebetulan memang putra daerah asli Tulungagung.
"Kami tentunya Komisi III memberikan support penuh, memberikan dukungan penuh," ucapnya.
Arteria mengaku, juga meminta bantuan kepada Pemda untuk bisa memberikan pelayanan yang terbaik bagi para pegawai khususnya para Kasi Kejari Tulungagung, karena para Kasi bukan orang asli Tulungagung.
Selama ini, mereka belum mendapat pelayanan yang maksimal, karena mereka harus ngekos akibat dari belum adanya rumah dinas bagi para Kasi Kejari Tulungagung.
Baca Juga : Terungkap, Siswa di Tulungagung ini Akhiri Hidup karena Diputus Pacar
"Bayangkan kalau patriot-patriot kejaksaan ini harus ngekos yang tidak jelas tempatnya, di samping berbiaya mahal itu menjadi ruang untuk mereka melakukan benturan kepentingan," ungkapnya
Ateria Dahlan juga menyampaikan, inisiatif Kajari Tulungagung yang disampaikan kepadanya terkait dengan dibuatkannya semacam rumah dinas untuk para Kasi Kejaksaan, agar mereka bisa lebih disiplin dan tertib lagi, dan bisa jauh dari godaan-godaan sehingga pelayanan penegakkan hukum di Kejari memang berkepastian hukum dan utamanya untuk kemanfaatan rakyat.
"Sekali lagi, selamat buat Kajari beserta jajaran," tutupnya.
Ditempat yang sama, Kajari Tulungagung Mujiarto mengatakan, program dari jaksa agung sudah dilaksanakan di Tulungagung pada Tahun 2021 dan sudah satu perkara hukum yang di restorative justice.
Menurut Mujiarto, tujuan dari penegakkan hukum adalah untuk mencari kepastian hukum bukan untuk memenjarakan orang, dengan catatan antara korban dan tersangka sama-sama menerima atau damai.
"Intinya ada di aturan bahwa restorative justice di Indonesia adalah khusus perkara yang barang buktinya tidak lebih dari 2,5 juta, kemudian ancaman 5 tahun, dan belum pernah kena perkara sebelumnya. Kedua minimal harus ada perjanjian damai antar kedua belah pihak, dan tidak ada paksaan," kata Mujiarto.
Dijelaskan, dengan adanya Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, pihaknya membuat terobosan paling bagus, namun terbentur dengan mayoritas masyarakat yang belum memahami aturan itu.
Dirinya berharap, mudah-mudahan dalam waktu dekat ada kesempatan untuk memberikan sosialisasi terkait aturan tersebut kepada masyarakat Kabupaten Tulungagung.