JATIMTIMES - Berdasarkan hasil pemeriksaan kepolisian, maraknya kasus penganiayaan secara bersama-sama atau pengeroyokan yang terjadi di Tulungagung faktor pemicunya adalah penggunaan atribut komunitas yang menggambarkan afiliasi dengan perguruan silat tertentu.
Sebagai bagian dari upaya pencegahan, pihak kepolisian pun tidak bisa serta merta mengeluarkan aturan larangan penggunaan atribut, karena harus melalui mekanisme musyawarah atau diskusi dan pembicaraan khusus dengan seluruh stakeholder atau semua pihak baik tokoh perguruan pencak silat, Forkopimda Tulungagung dan semuanya yang terkait.
Baca Juga : Indonesia Ajak Dunia untuk Bersama Capai Pemulihan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan
"Jadi tidak bisa kemudian polisi tiba-tiba melarang memakai atribut, karena secara aturan harus kita kaji terlebih dahulu," kata Kapolres Tulungagung AKBP Handono Subiakto usai Press Release ungkap kasus penganiayaan secara bersama-sama di Mapolres. Selasa (7/12/2021).
Menurut Kapolres, dari semua kasus tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama yang terjadi tidak ada kaitannya dengan perguruan silat, artinya tindakan itu dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Semua lembaga perguruan silat di Tulungagung, lanjut Kapolres, sudah mendapat persetujuan dari Kemenkumham artinya secara aturan perguruan silat tidak melanggar, tetapi ketika ada instruksi untuk berbuat penganiayaan, orang yang menginstruksikan itulah yang harus bertanggungjawab, bukan perguruannya, kecuali ada aturan yang salah di perguruan itu.
"Tapi ketika ada instruksi atau ada orang yang menyuruh itu diatur dalam pasal 55 KUHP," ucap AKBP Handono.
Dalam kasus pengeroyokan yang terjadi, bentuk pertanggungjawaban moral dari perguruan silat masih sedang dilakukan konsep, artinya semangat kebersamaan, semangat esprit de corps, akan diwujudkan dalam semangat kebersamaan yang benar.
Untuk membuat konsep itu, Kapolres mengajak semua pihak untuk bersama menyelesaian pekerjaan rumah (PR) itu, dan mengurai apakah dalam kasus tersebut pola pendidikannya yang salah, atau apakah indoktrinasi yang salah, sehingga timbul anggapan bahwa perguruan silat yang satu dengan yang lainnya ini adalah musuh. Jika begitu, maka harus segera diluruskan.
Terkait dengan atribut yang dipakai, kata Kapolres, bukan merupakan atribut resmi perguruan, melainkan sebuah atribut komunitas yang menggambarkan afiliasi dengan perguruan tertentu, dan ketika ada yang atribut itu dilihat oleh perguruan lain, timbul anggapan seolah-olah adalah musuhnya.
“Kalau dilihat dari beberapa medsos atribut tersebut adalah atribut berafiliasi dengan grassroot,” ungkapnya.
Handono mengungkapkan, semua perkara tindak pidana penganiyaan secara bersama-sama yang ditangani Satreskrim, kejadian awalnya dari satu permasalahan, muncul permasalahan baru lagi, kemudian ada konvoi atau arak-arakan akhirnya muncul permasalahan lagi, karena ketika ada konvoi yang melintas dan melihat ada yang memakai atribut yang berseberangan, maka terjadi penganiayaan lagi dan seterusnya.
Baca Juga : PPKM Level 3 Nataru Dibatalkan, Moeldoko: Meski Ada Kelonggaran, Tetap Ditekankan Prokes
Diakuinya, ketika ada arak-arakan atau konvoi yang melibatkan banyak orang, itu kontrol keamanannya sangat susah. Untuk itu, disarankan jika teman-teman satu perguruan atau komunitas ingin mengetahui perkembangan permasalahan agar datang ke Polres Tulungagung.
"Akan kami jelaskan, dan kami akan sangat bahagia apabila kami dibantu, ada saksi yang melihat itu akan membantu kami untuk proses hukum dari permasalahan ini, jadi tidak menimbulkan permasalahan yang baru lagi," ungkapnya.
Kapolres tidak bisa memastikan, apakah antar perkara tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama ini yang satu dengan yang lainnya ada kaitannya atau tidak. Namun kalau dilihat dari TKP, dan pelakunya tidak ada hubungan antara satu dengan yang lain bahkan antar pelaku tidak saling kenal.
Tapi jika dibilang perkara itu ada kaitannya, bisa dilihat dari temponya, ada kejadian di satu tempat, kemudian ada kejadian berikutnya seperti ada semangat kebersamaan yang salah dan mungkin juga ada motif balas dendam.
"Karena kawannya ada yang dianiaya kemudian balas dendam tapi sasarannya ke orang lain," tambahnya.
Terakhir, Kapolres kembali menegaskan bahwa faktor pemicu dari semua perkara tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama yang ditangani Satreskrim Polres Tulungagung adalah terkait dengan penggunaan atribut, pada saat berpapasan ada yang memakai atribut, maka terjadilah penganiayaan.