JATIMTIMES – Dugaan adanya pungutan liar (pungli) dalam Program Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kecamatan Gumukmas, Kabupaten Jember, ternyata tidak hanya terjadi di Desa Kepanjen saja. Ternyata praktik tersebut juga terjadi di Desa Mayangan. Hal ini terungkap saat sejumlah warga yang mengikuti program PTSL Rabu (10/11/2021) mengadukan adanya biaya pengurusan PTSL yang mendapai jutaan rupiah. Bahkan Muari salah satu warga dimintai biaya Rp 10 juta rupiah untuk 1 sertifikat.
“Saya menanyakan biaya PTSL kok mahal, ada biaya balik nama lagi, serta pajak kekayaan. Saya sendiri dimintai biaya Rp 10 juta untuk 1 sertifikat. Padahal hasil dari kesepakatan musyawarah desa, waktu itu disepakati biayanya Rp 300 ribu rupiah,” ujar Muari (45) warga Dusun Kalimalang, Desa Mayangan, Kecamatan Gumukmas, Kabupaten Jember.
Baca Juga : Kasus Melandai, Pemerintah Terus Jaga Momentum Pengendalian Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional
Biaya yang dikeluarkan di angka jutaan rupiah itu tidak hanya dialami Muari saja. Warga lainnya di antaranya Musripah (50) dan juga Soni (60) yang juga satu dusun dengan Muari juga mengalami hal serupa. Saat ditemui sejumlah wartawan di Sekretariat PTSL di Balai Desa Mayangan, Musripah mengeluarkan uang Rp 3 juta untuk bisa mengeluarkan 1 sertifikat. Sedangkan Soni mengeluarkan uang lebih kecil yakni Rp 1,5 juta.
“Saya mengurus tiga sertifikat membayar 1 juta ke pak Soleman dan yang 2 juta bayar ke pak Niri, dan nanti kalau 3 sertifikat saya jadi, saya disuruh bayar lagi Rp 900 ribu," kata Musripah.
Temo ketua RT.3 Rw.9 yang juga hadir di Sekretariat PTSL Desa Mayangan, kepada wartawan mengatakan, jika dirinya datang ke sekretariat PTSL untuk mengantarkan warganya. Meski demikian, dirinya menyatakan, jika PTSL saat ini berbeda dengan PTSL pada saat desa tersebut dijabat oleh Sulima.
"Saya ke sini hanya mengantar warga saya, cuma memang ada perbedaan program PTSL saat ini dengan sebelumnya, sekarang biayanya mahal. Padahal dulu kata Bu Sulimah (mantan Kades) biayanya hanya Rp 300 ribu termasuk patok. Lha kok sekarang kata Panitia tidak ada patoknya," ujar Temo.
Temo juga mengatakan, jika selain 3 warganya yang saat ini diantar melakukan pengaduan ke Sekretariat PTSL, ada beberapa warga di RT nya yang juga ikut program PTSL dengan dikenakan biaya yang mencapai jutaan. "Masih banyak warga lain mas, kami minta permasalahan ini diproses lanjut, kalau perlu kita akan lapor ke Polsek," tegas Temo.
PJ Kepala Desa Mayangan Sartono saat ditemui wartawan usai menerima pengaduan warga soal mahalnya biaya pengurusan PTSL mengatakan, pihaknya masih akan mendalami apa yang sudah diadukan oleh warganya. Pihaknya akan melakukan klarifikasi ke koordinator dan juga pokmas PTSL.
Baca Juga : Aktivis PMII Desak Pemkab Jember Hapus Klausul Pertambangan dalam Perda RTRW, Ini Respons Wabup
"Iya memang ada aduan dari warga soal PTSL, dan ini masih akan kami dalami terlebih dahulu. Tentunya akan kami konfirmasi ke pihak-pihak yang bersangkutan. Semoga permasalahan ini bisa segera selesai dengan cara kekeluargaan. Saya menginginkan Desa Mayangan kondusif, karena sudah mendekati pelaksanaan Pilkades 25 Nopember 2021 nanti," kata Sartono yang akrab dengan panggilan Sarto.
Sementara ditemui secara terpisah, Ahmad Zaini selaku ketua Pokmas Desa Mayangan, menyangkal pengaduan warga terkait mahalnya biaya PTSL. Zaini menyatakan biaya yang dibebankan kepada warga dalam PTSL sesuai dengan kesepakatan, selain itu di luar kewenangannya. "Tidak benar itu Mas, biaya PTSL Desa Mayangan Rp 300 ribu. Kalau ada biaya lain itu di luar PTSL," tegas Zaini.
Sedangkan Paiman selaku Bendahara PTSL ketika dikonfirmasi terkait mahalnya biaya PTSL terutama milik Muari yang mencapai Rp 10 juta, mengatakan bahwa hal tidak benar.
"Biaya PTSL tetap Rp 300 ribu. Seingat saya bukan Rp 10 juta tetapi Rp 8 juta, itupun titipan pajak kekayaan. Uangnya sampai saat ini masih ada di saya. Apabila diminta kembali saya siap mengembalikan kepada yang menitipkan uang, kapanpun juga bila diminta," pungkas Paiman.