JATIMTIMES- Secara pribadi sosok kades ini memang suka mengoleksi barang-barang kuno berawal dari leluhur yang punya tanah ini diwariskan ke dirinya. Banyak barang-barang secara spiritual secara kasat mata ditemukan di sini maka semakin mencintai warisan para leluhur bangsa Indonesia luar biasa dalam peradaban jaman dahulu.
Pernyataan tersebut disampaikan Ahmad Mura’i, Kepala Desa Gumirih Kecamatan Singojuruh Banyuwangi kepada wartawan ini di Griya Alit Blambangan, Desa Gumirih, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi Selasa (09/11/2021).
Baca Juga : Dimediasi Komisi D, Penggungat dan Tergugat Sepakat Buka Kembali SDN Jatimulyo 01
Menurut dia kemudian barang-barang kuno koleksinya diperoleh bersama teman-teman selepas tugas Sabtu-Minggu ataupun pas hari kerja ketika jalan-jalan menemukan barang yang dinilai antik atau masuk di hati maka akan diambil dan dibeli .
“Mengumpulkan barang-barang kuno ini bukan pekerjaan yang mudah terutama di pedesaan. Kadangkala ada warga yang rumahnya gedek tetapi sawahnya 5 hektar dan ada rumahnya kayu ternyata sawahnya 7 hektar,” jelas Mura’i.
Alumni Universitas Muhammadiyah Jember itu menuturkan koleksi pertama yang dimiliki lesung dan berbagai macam lampu minyak yang mudah mencari dan harganya murah.
Satu lesung harganya sekitar Rp 25 ribu atau paling mahal Rp 50 ribu. Barang-barang kuno yang dibeli dikumpulkan dan dititipkan di rumah teman yanga ada di Desa Kalipait Kecamatan Tegaldlimo atau tempat-tempat yang lain sampai ke daerah Macan Putih Kecamatan Kabat Banyuwangi. ”Selain itu untuk mengumpulkan barang kuno butuh ketelitian kesabaran dan sabarnya harus pol,” imbuhnya.
Ke depan ayah tiga anak itu menginginkan di Banyuwangi ini teman-teman pelaku seni ini dan kolektor kolektor barang-barang kuno semakin banyak. Sehingga semakin banyak koleksi barang antik yang bisa dilihat dan dinikmati oleh pecinta barang kuno.
Ketua Papdesi Banyuwangi menuturkan koleksi barang antiknya saat ini antara lain; lentera-lentera kuno, lampu petromak, gentong, meja kursi, aneka macam lemar, barang pecah belah atau alat rumah tangga tempo dulu dan lain-lain.
Baca Juga : Korban Banjir Bandang, Pemain Persikoba Reva Bramantya Tetap Berhasil Cetak Gol
“Kalau sampai habis diganti modernisasi termasuk rumah-rumah adat suku Osing terus gimana nanti para orang tua bercerita kepada generasi selanjutnya. Misalnya singkal atau bajak anak-anak mengertinya setiap hari makan beras/ makan nasi tetapi proses untuk membajak sawah jarang yang mengerti,” kata Mura’i.
Belum lagi, tambah dia, alat transportasi cikar dan dokar serta mana lampu templek dan petromak. Generasi milenial hanya mengetahui lampu LED maupun lampu-lampu modern yang serba canggih bahkan HP pun bisa dipakai sebagai center. Tetapi mereka perlu mengetahui pada jaman dahulu ini sebelum lampu listrik ada lampu petromak dan lampu-lampu kecil kayak lampu templek yang barangnya patut dipertahankan
Karena koleksi barang antik dan kuno menyangkut barang-barang bersejarah dan jumlahnya cukup banyak dia sebaiknya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) harus ikut membranding agar semakin banyak orang yang tertarik untuk mengoleksi peninggalan warisan leluhur yang bernilai tinggi tersebut.