Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Peristiwa

3 Paradoks Penanganan Covid-19 di Refleksi Akhir Tahun FISIP UB

Penulis : Tubagus Achmad - Editor : Dede Nana

09 - Nov - 2021, 18:26

Placeholder
Gelaran refleksi akhir tahun oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) yang digelar secara hybrid, Selasa (9/11/2021). (Foto: Humas FISIP UB)

JATIMTIMES - Refleksi akhir tahun menuju dua tahun pandemi Covid-19, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) membeberkan sejumlah kerjasama global dari berbagai pihak. 

Mulai dari keterlibatan perusahaan, universitas, lembaga riset, organisasi nirlaba hingga lembaga masyarakat sipil menunjukkan terdapat dimensi solidaritas sosial yang nampak ketika dunia dihadapkan dengan Covid-19 yang menyebabkan krisis di berbagai sektor kehidupan manusia. 

Baca Juga : Viral Cewek Curhat Buat Akun Open BO Pakai Foto Sahabat, Alasannya Bikin Miris

Dalam refleksi akhir tahun ini dihadiri oleh Ketua Program Studi Megister Ilmu Komunikasi FISIP UB Rachmat Kriyantono, Dosen Hubungan Internasional Pantri Muthriana Erza Killian, para akademisi dan perwakilan mahasiswa FISIP UB, serta rekan-rekan awak media. 

Akademisi sekaligus dosen Hubungan Internasional FISIP UB yakni Pantri Muthriana Erza Killian menyebut, terdapat tiga paradoks yang terjadi pada proses kerjasama global ini. 

Pertama, internasionalisme adalah semangat kerjasama yang ingin diusung secara global, namun nasionalisme justru semakin menguat. Kedua, pemerataan yang diharapkan menjadi tujuan utama dari skema global yang dirumuskan. Di saat yang bersamaan ironisnya ketimpangan justru semakin tinggi. Terakhir, retorika terkait kerjasama yang banyak digaungkan secara masif namun kompetisi global justru semakin tajam. 

"Tiga paradoks ini menjadi poin penting dalam melihat kesesuaian antara retorika dengan realita global yang ada," ungkap Erza yang merupakan lulusan University of Leeds ini, Selasa (9/11/2021). 

Erza mengatakan, kejadian paradoks ini juga dapat dilihat di Inggris. Ketika Inggris sudah mengamankan stok vaksin lima dosis untuk setiap orang, di negara lain masih banyak yang kekurangan stok vaksin. 

Menurutnya, kejadian seperti ini dapat membahayakan kelompok rentan di negara lain. Selain itu, nasionalisme vaksin seperti ini juga berpotensi untuk memperlambat pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19.  

Lebih lanjut, bentuk paradoks lain yang dipaparkan oleh Erza yakni seperti 71,5 persen populasi di negara berpendapatan tinggi telah mendapatkan minimal satu dosis vaksin yang berbanding dengan hanya 3,6 persen populasi di negara berpendapatan rendah. 

Kerjasama global yang terus didorong, justru menunjukkan bagaimana kompetisi yang semakin tajam terlihat. "Kompetisi untuk mendapatkan vaksin adalah satu bentuk yang paling dominan di tahun 2021. Selain juga kompetisi atas sumberdaya ekonomi yang menjadi semakin terbatas," ujar Erza. 

Refleksi akhir tahun FISIP UB.

Sementara itu, dalam melihat Indonesia saat ini Erza membaginya dalam dua lensa. Pertama melihat kemampuan Indonesia dalam menciptakan keamanan kesehatan dalam negeri dan kedua menilai kontribusi Indonesia di tingkat global. 

"Kunci keberhasilan Indonesia dalam menurunkan angka penyebaran Covid-19 adalah angka vaksinasi yang tergolong tinggi," ucap Erza. 

Pasalnya, jika dihitung berdasarkan persentase populasi masyarakatnya, di Indonesia sesungguhnya masih berada di bawah rata-rata global, yakni masih di angka 43,30 persen. Namun secara angka absolut, Indonesia telah berhasil melakukan vaksinasi kepada sedikitnya 119 juta warga hingga 31 Oktober 2021.

Baca Juga : Konten Pemanggilan Arwah Vanessa Angel Viral di Medsos, MUI Beri Kecaman

"Harus diakui bahwa untuk pemenuhan ketahanan kesehatan domestik, mesin-mesin diplomasi Indonesia telah menunjukkan performa yang baik selama satu tahun terakhir, dan untuk itu kita layak berterima kasih," jelas Erza yang merupakan lulusan magister The University of Queensland ini.

Lebih lanjut, kiprah Indoneaia di luar negeri tidak sebaik di dalam negeri. Indonesia cukup aktif dalam skema COVAX Advanced Market Commitment namun tidak mampu mengatasi masalah global tentang masalah ketimpangan vaksin.

"Posisi Indonesia di COVAX lebih banyak digunakan untuk mengamankan stok vaksin dalam negeri dibanding mendorong pemerataan vaksin global," imbuh Erza. 

Menurut Erza, posisi Indonesia saat ini serba dilematis. Hal itu pun juga kerap kali dialami oleh negara lain. Karena pada dasarnya, ketika sebuah negara dihadapkan dengan situasi krisis, sebuah negara akan cenderung menyelamatkan dan mengamankan negaranya terlebih dahulu. 

Terakhir, Erza berharap menuju dua tahu berlangsungnya Covid-19 di Indonesia sudah tidak ada lagi masyarakat yang meninggal karena Covid-19. Pasalnya, Covid-19 telah merenggut nyawa lebih dari 143 ribu jiwa masyarakat Indonesia. 

"Kepada merekalah kita berutang untuk menjaga Indonesia dan mewujudkan dunia yang lebih aman. Ini adalah utang yang perlu kita bayar lunas, bukan hanya untuk Indonesia, tapi untuk seluruh warga di dunia," pungkas Erza.


Topik

Peristiwa



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Tubagus Achmad

Editor

Dede Nana