JATIMTIMES - Kasus suap yang melibatkan mantan Wakil DPR RI Azis Syamsuddin hingga kini masih berlanjut. Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Karyoto meminta mantan penyidik senior, Novel Baswedan, untuk memberikan bukti keterlibatan 8 'orang dalam' Azis Syamsuddin di internal lembaga antirasuah.
"Kalau Novel mau ini (terungkap) dari awal buktinya apa, kami juga bertanya-tanya yang mana, siapa. Kalau orang kenal kan boleh-boleh saja karena dia (Azis) menjabat di DPR dan dari muda sekali sampai sekarang," ujar Karyoto dalam jumpa pers di markas KPK, Jakarta, Jumat (15/10/2021).
Baca Juga : MG Maze, Mobil Konsep Perpaduan Dunia Game dan Otomotif
Karyoto menyatakan pihaknya sudah melakukan serangkaian pemeriksaan. Namun dalam pemeriksaan tersebut tidak menemukan sejumlah orang pegangan Azis dimaksud, kecuali Stepanus Robin Pattuju yang tengah diadili di persidangan tindak pidana korupsi.
"Kami akan dengan senang hati mempelajari apa yang disampaikan Novel," lanjut Karyoto.
Penanganan kasus dugaan suap jual beli jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, melibatkan tim dari 3 Kasatgas Penyidikan. Mereka ialah Novel Baswedan, Ambarita Damanik dan Rizka Anungnata.
Saat menangani kasus itu, tim menemukan dugaan perbuatan suap dari mantan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial ke mantan penyidik KPK, AKP Stepanus Robin Pattuju. Suap itu diberikan agar Robin dapat mengupayakan penyelidikan dugaan suap jual beli jabatan tidak dinaikkan ke tahap penyidikan.
Namun, nyatanya perkara tersebut tetap diproses hingga menetapkan Syahrial sebagai tersangka. Dalam perkembangannya, KPK juga menjerat Azis Syamsuddin.
Azis diketahui 'memegang' Robin untuk mengamankan perkara yang melibatkan dirinya. Sebelumnya, Novel meyakini bahwa Robin tidak bermain perkara sendiri.
Baca Juga : Kota Blitar Marak Maling Motor, Rumah Kos di Sananwetan Jadi Sasaran
Mengingat Robin adalah pegawai baru di lembaga antirasuah. Ia menduga kuat banyak hal yang ditutup-tutupi KPK terkait kasus tersebut.
"Saya tahu betul ada banyak yang ditutup-tutupi, saya tahu betul ada bukti-bukti yang tidak diungkap justru malah dihilangkan. Setidak-tidaknya kalau KPK serius, KPK dan Dewan Pengawas bisa memulai dengan mengusut orang-orang yang menghilangkan alat bukti," kata Novel.
Novel lalu menambahkan bahwa laporan yang disampaikan kepada Dewan Pengawas KPK tidak harus selalu secara resmi. Semestinya, para pengawas itu bisa melakukan pendalaman begitu mendapat informasi terkait dengan permasalahan yang sangat serius.
"Sebagai contoh, seandainya Anda semua di sini mengetahui ada polisi kemudian tahu ada pembunuhan di dekatnya, terus polisi diam saja dan bilang menunggu laporan. Anda marahkah? Sama seperti itu. Polisi enggak mungkin bersikap seperti itu. Mereka kemudian akan merespons dengan pemeriksaan tanpa harus dilapori," tutur Novel.