JATIMTIMES - Polemik perebutan kursi ketua umum Partai Demokrat memasuki babak baru. Pasalnya, Demokrat kubu Moeldoko diketahui telah mengajukan judicial review (JR) terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat Tahun 2020 ke Mahkamah Agung (MA).
Terdapat 4 mantan anggota Partai Demokrat yang merapat ke kubu Moeldoko menggandeng advokat ternama yakni Yusril Ihza Mahendra, sebagai kuasa hukum dalam JR dengan termohon Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly selaku pihak yang mengesahkan AD/ART.
Baca Juga : Amien Rais Ibaratkan Polemik Sengketa Rocky Gerung Vs Sentul City bagai Fenomena Gunung Es
"Judicial review dimaksud meliputi pengujian formil dan materiil terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/RT) Partai Demokrat Tahun 2020 yang telah disahkan Menkumham tanggal 18 Mei 2020," kata Yusril dalam siaran pers, Kamis (23/9/2021).
Dalam hal ini Yusril mengakui, langkah menguji formil dan materiil AD/ART partai politik adalah hal baru dalam hukum Indonesia. Ia mendalilkan bahwa MA berwenang untuk menguji AD/ART partai politik karena dibuat oleh sebuah partai atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan UU Partai Politik.
"Kalau AD/ART Parpol itu ternyata prosedur pembentukannya dan materi pengaturannya ternyata bertentangan dengan undang-undang, bahkan bertentangan dengan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya? Ada kevakuman hukum untuk menyelesaikan persoalan di atas," ujar Yusril.
Yusril juga berpandangan, mahkamah partai yang merupakan peradilan internal partai tidak berwenang menguji AD/ART. Begitu pula dengan pengadilan negeri dan pengadilan tata usaha negara karena kewenangannya hanya untuk mengadili sengketa putusan tata usaha negara.
Mantan Menteri Sekretaris Negara itu mengaku telah menyusun argumen yang meyakinkan dan dikuatkan dengan pendapat para ahli bahwa harus ada lembaga yang berwenang menguji AD/ART untuk memastikan prosedur pembentukannya dan materi muatannya sesuai UU atau tidak.
Ia melanjutkan, partai politik memiliki peran besar dalam kehidupan demokrasi dan penyelenggaraan negara, sehingga partai tidak bisa sesuka hati membuat AD/ART.
"Saya berpendapat jangan ada partai yang dibentuk dan dikelola 'suka-suka' oleh para pendiri atau tokoh-tokoh penting di dalamnya yang dilegitimasi oleh AD/ARTnya yang ternyata bertentangan dengan undang-undang dan bahkan UUD 1945," ujar Yusril.
Oleh sebab itu, Yusril mengatakan, MA mesti melakukan terobosan hukum untuk memeriksa, mengadili dan memutus apakah AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 bertentangan dengan UU atau tidak. Ia pun membeberkan sejumlah hal yang perlu diuji seperti soal kewenangan Majelis Tinggi Partai serta ketentuan soal syarat menggelar kongres luar biasa (KLB) yang harus disetujui oleh Majelis Tinggi Partai.
Apa kata Demokrat kubu AHY?
Ketua DPP Demokrat yang duduk di Komisi III DPR, Didik Mukrianto, menanggapi gugatan AD/ART yang dilayangkan kubu Moeldoko. Ia menyebut uji materiil tersebut sebagai upaya mencari pembenaran atas terselenggaranya KLB ilegal pada Maret 2021.
Didik juga menegaskan bahwa kepengurusan Demokrat saat ini sah demokratis. "Dengan menunjuk Yusril Ihza Mahendra sebagai pengacara, gerombolan Moeldoko sedang mencari pembenaran ke MA agar dapat melegalkan 'begal politik' yang mereka lakukan," ujar Didik dalam keterangannya, Kamis (23/9/2021).
Baca Juga : Sampaikan Pendapat Akhir di Perubahan APBD, Fraksi PKS Dorong Pemkot Malang Segera Kejar TargetÂ
Didik pun bingung jika ini terus digugat. "Kongres Partai Demokrat 2020 sudah sesuai aturan dan demokratis. Tidak mungkin lagi diperdebatkan konstitusionalitasnya. SK menterinya juga sudah dikeluarkan lebih dari 1 tahun yang lalu. 'Akrobat hukum' apa lagi yang mereka mau pertontonkan ke publik?" kata DIdik Mukrianto.
Lebih lanjut, Didik menjelaskan Menkumham memiliki tim pengkaji hukum yang kuat dan prosedur berlapis dalam memeriksa keabsahan serta sinkronisasi peraturan perundangan-undangan sebelum mengeluarkan sebuah surat keputusan. Upaya JR ini, kata Didik, justru merupakan upaya membegal partai politik.
"Permohonan judicial review ini bisa dianggap sebagai upaya 'begal politik' dengan modus memutarbalikkan fakta hukum, namun kami yakin Mahkamah Agung akan menangani perkara ini dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya," kata Didik.
Ia juga meyakini para hakim agung memiliki integritas dan profesionalisme yang baik.
"Sekali lagi, ini bukan masalah internal partai, ini adalah upaya paksa untuk merobek demokrasi dan kepastian hukum di negeri Kita," tutup Didik.
Sebagaimana diketahui, permohonan hak uji materiil (HUM) oleh mantan kader Demokrat telah dicantumkan pada laman resmi Mahkamah Agung RI dengan nomor perkara 39 P/HUM/2021 dengan pemohon Isnaini Widodo dan termohon Menkumham RI. Judicial review masuk pada 14 September 2021 dan saat ini masih diproses oleh tim C.