JATIMTIMES - Kasus bantuan sosial (bansos) senilai Rp 862,5 juta di Kabupaten Malang yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI rupanya berkaitan dengan biaya Packaging dan distribusi bahan pangan. Anggaran yang dialokasikan Pemkab Malang dan dicairkan sebanyak tiga tahap itu dinilai BPK menyalahi aturan, dan tidak sesuai dengan kontrak.
Karena itu dana yang dikucurkan kepada 9 rekanan harus dikembalikan sebagaimana rekomendasi BPK. Hal itu berdasar pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2021.
Baca Juga : Persekutuan Islam-Kristen Pasti Terjadi ( Bagian 2-Tamat) Oleh Anwar Hudijono
Temuan BPK terhadap kegiatan itu bermula saat adanya Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang digelontorkan bagi masyarakat Kabupaten Malang diberikan sebagai bansos. Totalnya mencapai Rp 30 miliar. Anggaran tersebut bersumber dari anggaran Belanja Tak Terduga (BTT) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2021, program tersebut disalurkan melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jatim ke Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Malang. Dalam pencairannya, dilakukan selama 3 tahap dan dilakukan selama 3 bulan berturut-turut. Sehingga masing-masing Rp 10 miliar setiap bulan. Sasarannya untuk 50.000 Kartu Keluarga (KK).
Menindaklanjuti hal tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang melalui Dinsos berkewajiban untuk melaksanakan pengadaan barang bahan pangan dan menanggung biaya distribusi dan pengemasan hasil pengadaan bantuan bahan pangan serta biaya operasional penunjang pelaksanaan program tersebut.
Saat itu, Dinsos pun mengusulkan rencana kebutuhan biaya (RKB) untuk dana sharing bantuan program JPS Provinsi Jatim, sebesar Rp 862.500.000,-. Yang dibagi menjadi tiga tahap. Setiap tahapnya dialokasikan Rp 287.500.000. Di dalam RKB itu, jumlah tersebut digunakan untuk biaya packaging dan distribusi bahan pangan yang akan disalurkan. Yakni Beras 15 kilogram, telur 1 kilogram dan minyak goreng 2 liter.
Rupanya, penyediaan anggaran dana Sharing itulah yang menjadi temuan bagi BPK. “Menurut analisa BPK, penganggaran tersebut tidak sesuai dengan kontrak kerjasama atau MoU yang ditandatangani antara Dinsos Kabupaten Malang dengan 7 penyedia. Sedangkan jumlahnya ada 9 kontrak,” kata Inspektur Kabupaten Malang Tridiyah Maestuti, Selasa (31/8/2021).
Seharusnya, sambung Tridiyah, anggaran tersebut sudah masuk bagian yang dibantukan oleh Pemprov Jatim. “Kalau menurut kacamatanya BPK, harusnya biaya packaging dan distribusi itu sudah masuk bagian yang dibantukan oleh Pemprov. Katakanlah misalnya 1 kilogramnya Rp 10 ribu, itu sudah termasuk biayanya (packaging dan distribusi),” ungkapnya.
Dikarenakan Dinsos masih menganggarkan lagi yang sumbernya dari APBD, menurut analisa BPK tidak boleh. "Karena dari MoU yang ditandatangani, itu sudah menyebutkan (packaging dan distribusi)," terang Tridiyah.
Baca Juga : BPK Temukan Bansos Bermasalah, Inspektorat Sebut Dinsos Tidak Cermat
Kondisi tersebut mengakibatkan adanya kelebihan pembayaran sebesar Rp 862.500.000. Dan berdasarkan analisa BPK, hal itu tidak sesuai dengan Undang-Undang (UU) nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah (PP) nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Untuk diketahui, penyaluran bansos dengan nilai Rp 30 miliar dengan rincian sebagai berikut. Penyaluran melalui CV. CBP sebesar Rp 3.897.467.850, CV. ABL sebesar Rp 3.547.122.900 dan CV. SK sebesar Rp 2.132.909.250 untuk program JPS tahap I. Kemudian CV. MB sebesar Rp 3.661.218.750, CV. SM sebesar Rp 3.715.614.000 dan CV. RJ sebesar Rp 2.585.667.250 untuk program JPS tahap II. Sedangkan untuk tahap ke III, ada dua penyedia yang kembali mendapatkan kontrak. Yakni CV. MB sebesar Rp 6.667.342.950, CV. SM sebesar Rp 2.611.897.425 dan CV. PJA sebesar Rp 684.509.625.
Dari biaya Packaging dan pendistribusi Rp 862,5 juta, rekanan diminta mengembalikannya dengan rincian CV CBP sebesar Rp 116.995.250, CV ABL Rp 106.478.500, CV SK Rp 64.026.250, CV MB Rp 105.656.250, CV SM Rp 107.226.000, CV RJ Rp 74.617.750, CV MB Rp 192.383.500, CV SM Rp 75.365.250, CB PJA Rp 19.751.250.
Sedangkan menurut Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Malang, Zia Ulhaq, temuan BPK tersebut tidak menutup kemungkinan membuat Dinsos Kabupaten Malang ketakutan untuk menggulirkan program bansos yang bersumber pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Malang. Karena itu juga Dinsos hanya menyalurkan program bansos dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) atau Pemerintah Pusat.
"Ya iya (ketakutan) kan. Buktinya mereka tidak ngambil BTT. Padahal Dinsos ini yang kita butuhkan kehadirannya di masyarakat. Mereka (Dinsos) hanya menyalurkan bantuan dari Pusat dan Provinsi. Lha ini kan gampang sebagai penyalur, dikira lembaga zakat apa? Dinas Sosial ini punya policy. Dari evaluasi penanganan Covid-19 kemarin, mereka tidak banyak ambil BTT, karena ada ketakutan," ujar Zia.