JATIMTIMES - Kisah inspiratif selanjutnya mengenai Pahlawan Covid-19 datang dari Edi Haryanto. Sosok penuh semangat ini telah dipercaya menjadi pengendara ambulance sejak pandemi melanda. Keterbatasan pengetahuan mengendarai kendaraan darurat itu tak menyurutkan kemauannya untuk membantu sesama selama pandemi.
Risiko terpapar dan tertular virus yang menyerang pernapasan itu pun seolah ia lawan dengan tekad kuat. Jalanan ia libas untuk menyelamatkan nyawa masyarakat selama pandemi covid-19 berlangsung.
Baca Juga : Selalu Pakai Seragam Sekolah saat Bagi Sembako buat Warga Isoman
Setiap hari, selain menjadi relawan Edi merupakan salah satu perangkat Desa Pandansari, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Edi pun sudah melintasi jalanan untuk mengantar masyarakat di sekitar daerahnya untuk menerima pertolongan.
Edi begitu dia disapa, sebetulnya bukan orang yang memiliki kemampuan di bidang kesehatan ataupun kebencanaan. Namun ia rela menjadi sopir ambulance kala masyarakat membutuhkan di masa pandemi covid-19. Maklum di wilayah Desa Pandansari belum ada yang berani mengemudikan ambulance selain Edi.
“Di perangkat desa kan ada satgas pemantauan covid-19 itu, terdiri dari Babinsa, Bhabinkamtibmas dan perawat. Kebetulan di desa juga ada ambulance, jadi kalau ada yang sakit itu saya yang bawa. Tidak tahu itu positif atau tidak karena untuk pelayanan ya saya angkut dulu,” kata Edi.
Kenekatan Edi sebenarnya patut diapresiasi, sebab mulanya ia mengemudikan ambulance dengan tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai dengan standar yang biasanya digunakan. Hal itu karena Edi pun tidak mengetahui bagaimana menjalankan ambulance dengan semestinya.
“Awalnya saya juga tidak berani mengendarai ambulance itu, karena jika ada pasien darurat itu kan memacu adrenalin. Tapi sekarang sudah biasa,” terang pria berusia 43 tahun itu.
Karena tidak ada lagi orang di Desa Pandansari yang berani mengemudikan ambulance, kepercayaan Kades Pandansari kepada Edi semakin tinggi. Bapak yang memiliki dua putri itu kemudian diberi tanggung jawab untuk menjadi pengemudi ambulance sejak awal tahun 2021 ini.
“Saya dipasrahi ambulance itu sejak bulan tiga (Maret, red) kemarin. Tapi awalnya saya kelengkapan yang sesuai protokol kesehatan itu tidak lengkap karena pengalaman saya kurang,” kata dia.
Ditanya tentang pengalaman menjadi sopir ambulance kala masa pandemi covid-19 ini, Edi menceritakan bahwa dirinya tidak hanya mengantarkan pasien covid-19. Melainkan juga pasien gawat darurat seperti yang mengalami kecelakaan. Belum lama ini ia bahkan membawa pasien yang mengalami kecelakaan parah. Disitu, Edi langsung membawanya ke klinik terdekat, akan tetapi oleh klinik tersebut ditolak karena tidak memiliki peralatan yang lengkap.
“Akhirnya dirujuk langsung ke RSSA mas, tapi waktu itu saya minta petunjuk dulu sama sopir ambulance. Bagaimana cara bawa pasien yang begini, serba cepat waktu itu,” cerita Edi.
Kini, Edi telah mengetahui bagaimana cara membawa pasien yang darurat ataupun yang tidak. Selain itu, Edi sedikit demi sedikit juga mengetahui gejala orang yang mengalami covid-19.
“Karena pengalaman itu akhirnya saya jadi tahu, mana gejala yang mengarah ke covid itu jadi tahu. Misal ada gangguan pernafasan pasti mengarah kesitu,” terang dia.
Baca Juga : Risiko Tertular hingga Dihajar Warga, Cerita Bablo yang Bertahan Jadi Relawan Covid-19
Tapi susahnya, keluh Edi, ketika ia sudah menyelesaikan tugas, ambulance telah dicuci tapi ketika dijalan ada orang sakit. Karena rasa kemanusiaan yang tinggi, Edi pun bergegas langsung membawanya. “Bagaimana lagi, namanya ambulance mas. Apalagi di masa pandemi ini,” kata Edi.
Tak hanya itu, Edi mengaku juga pernah membawa pasien yang memiliki gangguan pernafasan. Nahasnya, saat di atas ambulance pasien tersebut meninggal dunia. “Karena oksigen di ambulance juga terbatas,” kata pria yang menjabat sebagai Kaur Umum Desa Pandansari itu.
Meski kerap mengangkut pasien covid-19, tapi tetap selalu patuh protokol kesehatan. Karena ia berfikir setiap hari berkumpul dengan orang yang terkena penyakit. Sehingga yang ia utamakan harus melindungi keluarganya.
“Biasanya sebelum masuk rumah itu saya sudah ganti baju. Karena di rumah saya juga punya istri dan anak, jadi saya harus tanggung jawab juga secara kesehatan kepada mereka,” tutur Edi.
Saat bertugas pun, Edi menjelaskan bahwa pihaknya tidak pernah memungut biaya kepada masyarakat. Sebab, ia pernah mendengar stigma bahwa sopir ambulance mendapatkan ongkos dari keluarga pasien.
“Kalau ambulance itu kan gratis untuk warga, jadi tidak boleh ada tarikan atau pungutan. Tapi misalnya warga memberi rokok itu kan di luar biaya, jika orangnya mampu ya jadi kesepakatan saja. Kalau ongkos kan saya sudah dari perangkat itu,” papar dia.
“Prinsip saya kan sebagai perangkat kan sudah dibayar dari pemerintah, jadi meski PPKM begini saya kan tidak ada pengaruh karena penghasilan juga tetap. Tapi masyarakat lain kan beda, jika tidak keluar tidak dapat uang untuk mencukupi keluarganya,” imbuhnya melengkapi.
Baru-baru ini, Edi juga diberi tanggung jawab isolasi terpusat (isoter) yang ada di wilayah Kecamatan Poncokusumo. Hal itu berkaitan dengan relawan yang datang, namun jika tidak ada otomatis dia sendiri yang akan menjadi relawan desa tersebut.
“Baru-baru ini saya juga diberi tanggungjawab di isoter dalam hal relawan, jadi kalau misal relawan tidak datang ya otomatis saya yang harus jalan. Karena kalau di desa itu saya selalu diajak meski bukan orang kesehatan,” pungkasnya.