INDONESIATIMES - Tepat hari ini Selasa (17/8/2021) Indonesia telah memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-76. Upacara untuk memperingati HUT RI ke-76 ini sudah menjadi tradisi disetiap tahunnya.
Berdirinya Indonesia sebagai sebuah negara merdeka bukanlah suatu hal yang mudah dan tak memiliki arti serta pengorbanan. Dibalik berdirinya negara Indonesia yang memiliki ribuan pulau ini terdapat sederet sejarah yang menjadi pondasi berdirinya bangsa ini.
Baca Juga : Upacara HUT ke-76 RI, Bupati Tulungagung Sampaikan NKRI Harus Dipertahankan
Salah satunya yakni sejarah bendera kebangsaan Indonesia yakni Pusaka Merah Putih yang pertama kali dikibarkan pada Proklamasi 17 Agustus 1945 silam. Banyak sekali pertanyaan terkait asal-usul kain Pusaka Merah Putih itu.
Seperti diketahui, bendera Merah Putih dijahit oleh istri Soekarno, Fatmawati. Melansir melalui Sosok.ID konon katanya, kain warna merah yang dijadikan bendera itu berasal dari warung tenda soto yang dibeli seharga Rp 500 sen.
Menurut cerita, Fatmawati sudah membuat bendera tersebut sebelum 16 Agustus 1945. Namun, karena dianggap kekecilan panjangnya hanya 50 cm, Fatmawati pun berencana membuat kembali bendera tersebut.
Sayangnya saat membuka lemari pakaiannya, Ibu Fat sapaan akrab Fatmawati hanya menemukan selembar kain putih bersih yang merupakan bahan sprei dan tak memiliki kain warna merah sama sekali.
Disaat bersamaan, seorang pemuda bernama Lukas Kustaryo berada di kediaman Soekarno. Ibu Fat lantas menyuruh pemuda itu untuk mencari kain merah yang nantinya akan dijahit sebagai bendera pusaka.
Menurut penuturan Lukas pada majalah Intisari edisi Agustus 1991, ia lantas berkeliling dan akhirnya menemukan kain merah yang tengah dipakai sebagai tenda disebuah warung soto.
Akhirnya, Ibu Fat menjahit bendera Merah Putih yang baru dengan ukuran 276 x 200 cm malam itu juga untuk digunakan keesokan harinya dimana Indonesia merdeka. Bendera itu lalu dikibarkan pada hari Jumat 17 Agustus 1945 sekaligus menjadi bendera pusaka di kemudian hari.
Sang Saka Merah Putih itu terakhir kali berkibar pada 1969. Pemerintah RI lalu membuat bendera duplikat dengan ukuran 300 x 200 cm.
Namun demikian, kisah itu diluruskan melalui Buku Catatan Kecil Bersama Bung Karno, volume 1, yang terbit pada 1978. Melalui buku itu, Fatmawati menceritakan dari mana ia mendapat kain untuk bendera merah putih.
Baca Juga : Gerakan Rumah Ibadah Bergerak, Kang Darno: Masjid Bisa Jadi Solusi bagi Tantangan Umat
Ibu Fat menceritakan suatu hari, Oktober 1944, tatkala 9 sembilan bulan (Guntur lahir pada 3 November 1944), datanglah seorang perwira Jepang membawa kain 2 blok. Dengan kain itu, Ibu Fat menjahitkan sehelai bendera merah putih dengan menggunakan mesin jahit tangan.
Dikisahkan, perwira itu ialah seorang pemuda bernama Chairul Basri. Kain itu diperolehnya dari Hitoshi Shimizu, kepala Sendenbu (Departemen Propaganda).
Pada tahun 1978, Hitoshi Shimizu sempat diundang oleh Presiden Soeharto untuk menerima penghargaan dari Pemerintah Indonesia karena dianggap berjasa meningkatkan hubungan Indonesia-Jepang. Usai menerima penghargaan, Shimizu bertemu dengan kawan-kawannya semasa pendudukan Jepang.
“Pada kesempatan itu ibu Fatmawati bercerita kepada Shimizu bahwa bendera pusaka kainnya dari Shimizu,” ujar Chairul Basri.
Di kesempatan lain, saat berkunjung lagi ke Indonesia, Shimizu menceritakan kepada Chairul Basri, bahwa ia pernah memberikan kain merah putih kepadanya untuk diserahkan kepada Fatmawati.
Kain itu diperoleh dari sebuah gudang Jepang di daerah Pintu Air, Jakarta Pusat, di depan bekas Bioskop Capitol.
“Saya diminta oleh Shimizu untuk mengambil kain itu dan mengantarkannya kepada ibu Fatmawati,” kenang Chairul.