BLITARTIMES - Pandemi covid-19 yang belum berakhir tak menyurutkan sivitas akademika Universitas Islam Balitar (Unisba) Blitar berkreasi melalui kegiatan berkualitas. Seperti Program Studi Sosiologi Unisba yang kali ini sukses menggelar Jagongan Santai di Kopi Cak Nopi (Jasan di KKCN) pada Sabtu (17/7/2021). Jagongan ini mengupas kepemimpinan dan budaya organisasi pada perspektif tradisi Jawa.
Informasi yang diterima BLITARTIMES, kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka pengabdian masyarakat dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Unisba Blitar. Kegiatan ini diikuti ratusan peserta melalui Zoom Meeting. Peserta yang hadir dari kalangan dosen, mahasiswa, aktivis dan masyarakat umum tampak antusias mengikuti jalannya kegiatan.
Baca Juga : Tekan Kasus Kematian Akibat Covid-19, Wali Kota Blitar Resmikan Rumah Isolasi Terpusat
Jagongan Dantai kali ini menghadirkan sejumlah narasumber. Masing-masing Faizal Kristanto, SE MAP (kepala sekolah SDI Ma’arif Kota Blitar yang merupakan sekolah berstandar internasional) dan Harmaji SPd. MSi (sosiolog/budayawan). Hadir juga dalam agenda ini , Kiai Sugianto (praktisi pendidikan/ tokoh masyarakat), Nanang Arifin ( guru MAN Kota Blitar). Bertindak selaku moderator, Novi Catur Muspita SPd MSi (ketua Program Studi Sosiologi Unisba Blitar), Fandi Sudiasmo MSi (dosen Sosiologi Fisipol Unisba Blitar) sebagai host dan Fandu Dyangga Pradeta MPd (dosen Sosiologi Fisipol Unisba Blitar) sebagai co-host
“Alhamdulilah, kegiatan pengabdian kepada masyarakat berjalan suskes. Peserta sangat antusias. Semoga ilmu yang didapat bermanfaat,” kata Kaprodi Sosiologi Unisba Blitar Novi Catur Muspita.
Menurut Novi, pelaksanaan kegiatan ini dilatarbelakangi mulai maraknya budaya Barat dan westernisasi yang memengaruhi pola pikir dan perilaku generasi muda. Ya, kemudahan akses internet membuat generasi muda dan anak-anak usia sekolah mulai PAUD, SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi intens dalam menggunakan internet.
“Dewasa ini di internet banyak menyuguhkan tayangan dan iklan serta budaya asing melalui FB, WA. Internet, TikTok, Instagram dan berbagai media sosial lainnya yang tidak semuanya menyuguhkan hal yang sesuai dengan tradisi dan budaya Jawa. Nah dalam hal ini kami memandang perlu ada filter dan fondasi kepribadian yang kuat serta kokoh untuk mampu mengfilter berbagai pengaruh. Belum lagi informasi provokasi, radikalisme, hoax, kekerasan dan pornografi yang tak henti-hentinya bertebaran di media sosial,” imbuh Novi.
Sementara itu dalam paparannya, Faizal Kristanto menambahkan pentingnya peran kepemimpinan dan budaya organisasi yang dikomandani orang tua di tingkat institusi pendidikan. Dia juga memandang peran penting pemangku kepentingan untuk mengajak seluruh elemen masyarakat dalam nilai-nilai tradisi Jawa.
“Pak Kades dan Lurah harus melibatkan anggota keluarga,guru, tokoh masyarakat, RT, RW, dalam membudayakan dan menyosialisasikan nilai-nilai dan tradisi Jawa. Nilai-nilai hidup Jawa adalah nilai yang mengajarkan etika, sopan santun, unggah-ungguh dan tata krama dengan siapa saja. Lebih dari orang yang lebih tua. Nilai hidup Jawa juga mengajarkan tata krama dengan lingkungan alam sekitar baik terhadap tanah, sungai, tanaman, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Nilai-nilai ini adalah nilai yang membangun karakter generasi muda. Karakter ini penting agar generasi muda memiliki filter dan mampu memilah dan memilih informasi dengan tepat dan bijaksana,” terang Faizal.
Menurut Faizal, para pemimpin harus mampu memberi contoh dan menjadi contoh bagi generasi muda. Para pemimpin adalah sosok yang menjadi rujukan dalam bertindak dan berinteraksi sosial di lingkungan masyarakat.
“Di sinilah peran kepemimpinan. Butuh sosok sebagai influencer. Dalam hal ini pemimpin harus tampil sebagai influencer,” tukasnya.
Baca Juga : Pemerintah Kembali Salurkan Bantuan Subsidi Upah pada Pekerja Patuh Kepesertaan Jamsostek
Paparan menarik juga disampaikan budayawan Harmaji. Dalam penyampaianya selaku pemateri, Harmaji mengatakan bahwa dalam falsafah Jawa, pemimpin adalah wakil Tuhan. Pemimpin diturunkan ke Bumi untuk menjaga keharmonisan, keseimbangan dan keselarasan dengan sesama manusia dan lingkungan alam.
“Pemimpin itu dalam bertutur kata sabda pandito ratu ora kena wola-wali. Artinya menjadi pemimpin itu haruslah mampu konsisten dan komitmen atas apa yang diucapkannya. Keselarasan antara apa yang diucapkan dengan tindak tanduknya,” jlentrehnya.
Harmaji menambahkan, kharisma seorang pemimpin akan memberikan semangat kepada orang-orang yang dipimpinnya. Kuncinya adalah pemimpin itu istikamah dalam memimpin.
“Ketika hal tersebut (memimpin) dilakukan secara istikamah atau ajek, maka kewibawaan dan aura kharismatik kepemimpinan akan terpancarkan dengan kuat, yang pada akhirnya akan mewarnai semangat dan kinerja orang-orang yang dipimpinnya. Sehingga visi, misi,dan tujuan organiasi akan dengan mudah tercapai sesuai yang ditargetkan karena disengkuyung bersama dalam semangat gotong royong dan kekompakan lahir batin,” tandasnya.