MALANGTIMES - Teknologi media sosial kini terus berkembang. Berbagai fitur yang memanjakan para penggunanya juga terus ditambah. Salah satu fiturnya adalah bisa membuat sekaligus mengirimkan stiker sesuai dengan selera penggunanya.
Saat memakai media sosial untuk berkomunikasi baik dalam chat pribadi maupun chat dalam grup, tentu pengguna pernah mendapati atau pun mengirimkan stiker doa sebagai bentuk perhatian terhadap seseorang yang misalnya tengah berduka. Lantas mengenai hal itu, bagaimana hukumnya mengirimkan doa berbentuk stiker menurut agama?
Baca Juga : Haji Yang Tertunda Bersama Nabi (3)
Ya, bagi pengguna yang selama ini kerap hanya sekedar mengirimkan stiker harus menyimak hukumnya seperti yang disampaikan Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta, Dr H Fuad Thohari MA.
Dijelaskannya, jika doa yang hanya dikirimkan melalui stiker, bisa saja menjadi sia-sia dan tak ada manfaatnya jika tidak disertai dengan tindakan seperti apa yang akan ia sampaikan. Doa yang terkirim misalnya untuk orang meninggal disampaikannya, bisa saja sampai atau juga bisa menjadi tidak bermanfaat.
"Kalau langsung copas stiker, tapi lisan tidak mengucapkan (kalimat doa) ini tidak bermanfaat. Sebelum di-share dibaca dahulu dalam hati diikuti dengan gerakan lisan," ungkapnya seperti dilansir dari Republika.
Ia juga menyampaikan, dalam memberikan doa atau mengucapkan kata doa, agar tidak berada pada tempat-tempat yang layak dan tidak kotor.
"Saat membaca doanya juga jangan di dalam toilet, tempat sampah, tapi di tempat normal, doa untuk mayit sampaikan dengan ungkapan doa yang baik, baca doa dengan lisan sebelum dikirim baru kemudian di-share untuk kasih support," ungkap Fuad.
Lebih lanjut dijelaskannya, jika tak dipungkiri hal ini merupakan imbas kemudahan dan perkembangan teknologi media sosial. Selain mereka yang berduka, berbagai kabar apapun, baik sedih maupun senang, memang kerap kali direspons oleh pengguna media sosial dengan kalimat doa berbentuk stiker.
Sebaliknya apabila mendengar berita, teman atau anggota grup sakit, langsung dikirim stiker doa atau stiker ucapan yang berakar kata syafaa (semoga Allah menyembuhkan), dimana seringkali penulisan dhomir-nya salah.
Baca Juga : Kasus Tinggi Selama PPKM Darurat, Bupati Jember Sebut Kedisiplinan Masyarakat Belum Bagus
Dicontohkannya, ketika mendoakan seorang teman atau saudara laki-laki yang sakit dengan membagikan stiker atau dengan kirim doa berbentuk tulisan, syafaakillah. Sementara kawan perempuan yang sakit, malah dikirim doa atau stiker dengan kata redaksi syafaakallah. Namun karena terburu-buru atau tidak mengerti, doa dalam stiker yang dikirim tidak dibedakan, apakah yang sakit itu laki-laki atau perempuan.
Kemudian, pada penggunaan stiker pada dhomir mukhatabah, mukhatabah, dhomir ghoib mufrad mudzakkar atau dhomir ghobah mufrad muannats, mestinya menyesuaikan peruntukkannya sesuai kaidah gramatika Arab (ilmu Nahwu).
Lanjutnya, sesuai dengan Kitab al-Adzkar li-Syaikhil Islam al-Imam al-Nawawi dan Kitab Al Mausu'ah al-Fiqhiyah sebagai referensinya, bahwa Dzikir dan doa itu tidak cukup dengan hati. Pergerakan lisan dengan ucapan yang terdengar oleh yang melakukan doa harus selaras dengan niat dalam hati.
Akan tetapi, juga ada ulama yang tidak mensyaratkan seperti apa yang dijelaskan sebelumnya. Misalnya seperti pendapat dari penulis kitab Khaziinat al Asraar, Jaliilah al Azkaar, karya Syaikh Sayid Muhamad Haqqi al Nazili.