INDONESIATIMES - Bebras Natcho atau Bibras Natkho merupakan sosok pemain bola yang unik. Gelandang yang kini berusia 33 tahun ini merupakan pesepakbola muslim pertama yang pernah menjabat sebagai kapten Timnas Israel.
Bagi sebagian orang, memang akan terasa janggal melihat ada pemain beragama Islam di skuad Israel, bahkan dipercaya menjadi kapten Timnas. Pasalnya, Israel sudah terlalu lekat sebagai negara orang Yahudi.
Baca Juga : Media Officer Persedikab: Tunggu Kepastian Liga untuk Datangkan Pelatih
Melansir melalui The Independent, kemunculan Natkho sebagai sosok muslim yang mengemban jabatan kapten di Timnas Israel memang sempat menimbulkan pro dan kontra. Namun Natkho sendiri tak mempedulikan itu.
Ia sejatinya memang orang asli Israel yang kebetulan memeluk agama Islam.
“Adalah kebanggaan besar bagi saya bisa menjadi kapten tim nasional [Israel]. Hal tersebut sebenarnya juga merupakan keinginan dari ayah saya,” ujar Natkho.
Jiwa kepemimpinannya pun bahkan sudah dimulai saat ia menjabat kapten di Timnas Israel 19. Oleh sebab itu, adalah hal yang wajar saat Natkho diberi tugas serupa di skuad senior, dan ia tidak merasa canggung.
“Ayah saya bangga ketika saya bisa menjadi kapten di tim nasional kelompok umur [Timnas U19]. Pengalaman itu membantu saya ketika menjadi pemimpin lagi di tim senior," beber Natkho.
"Ayah saya sejak dulu sangat yakin saya bisa menjadi pemimpin di mana pun saya bermain, tak hanya sebagai seorang pemain saja,” lanjutnya.
Bibras Natkho lahir pada 18 Februari 1988 dan tumbuh besar di Kfar Kama, Israel Utara. Ia merupakan etnis Circassian yang sebenarnya banyak tinggal di Rusia dan Turki.
Namun ada pula orang-orang etnis tersebut yang menetap di kawasan Timur Tengah, juga Israel. Natkho menyadari bahwa tak mudah bagi dirinya saat harus berada dalam kelompok minoritas di negara seperti Israel.
Maka, saat mendapatkan kesempatan menjadi kapten Timnas Israel, ia sadar benar peranan seperti apa yang dilakoninya. Sebagai pesepakbola muslim pertama yang menjadi kapten Timnas Israel, ia berharap dapat memberikan dampak positif, terutama dalam memecah dinding pembatas antara warga muslim yang hidup di tengah-tengah mayoritas kaum Zionis di Israel.
“Saya tidak tahu apa yang ada dalam benak orang lain [ketika ditunjuk menjadi kapten Timnas Israel). Yang pasti, sejarah telah tercipta," tandas Natkho.
"Tapi pagar pembatas itu telah runtuh. Saya yakin bahwa mereka yang ingin hidup damai akan senang melihat kenyataan ini, entah mereka yang Yahudi, Muslim, Kristen, atau yang lain," tambahnya lagi.
Ia menjelaskan jika di Timnas mereka adalah satu kelompok. Tak ada tekanan terkait perbedaan agama di antara mereka.
Diakuinya, rekan-rekan setim pun selalu kompak mengucapkan selamat pada dirinya dan berharap yang terbaik. Di sisi lain, pemain yang dikenal sebagai muslim taat ini tampaknya enggan ikut menyanyikan lagu kebangsaan Israel yang diperdengarkan setiap kali jelang pertandingan.
Ia tentu memiliki alasan mengapa seolah-olah enggan menyanyikan lagu kebangsaan tanah kelahirannya itu.
"Ketika muda dulu, saya menyanyikan lagu tersebut. Tapi saya tidak mengerti apa arti dan maknanya," jelasnya.
Eks pemain West Ham United dan Celtic yang juga mantan pemain Timnas Israel, Eyal Berkovic, muncul dengan kritik terhadap Natkho. Bagi Berkovic, tak elok jika kapten tim tidak mau menyanyikan lagu kebangsaan negaranya. Terkait hal itu, Natkho pun menanggapi santai.
“Orang-orang seperti itu tidak bisa menyakiti saya. Mereka hanya membuat klaim seperti itu untuk mendapatkan perhatian saja," cetus Natkho.
"Mereka tidak akan bisa menghancurkan negara kami yang indah ini. Setiap orang bebas berkata apa saja tapi kita boleh untuk tidak mendengarnya," kelakarnya lagi.
Sikap Natkho ini mendapat pembelaan dari Eran Zahavi, yang merupakan mantan gelandang kenamaan Israel yang pernah membela Palermo dan Maccabi Tel Aviv. Menurut Zahavi, menjadi hak bagi Natkho jika ia tak ingin menyanyikan lagu kebangsaan Israel.
Baca Juga : Mengaku Tak Percaya Covid-19, dr Lois Owien Disebut Halu hingga Dipanggil MKEK
Terlebih, lirik lagu berjudul "Hatikvah" (yang berarti "Harapan") itu tidak sesuai dengan keyakinan umat Islam. Ia menegaskan bahwa Israel sebagai negara bukan hanya milik orang yang beragama Yahudi saja, melainkan juga kepunyaan warga yang memeluk agama lain, termasuk muslim seperti Nathko.
Kisah Natkho sebagai pesepak bola
Di usia 12 tahun, ia meninggalkan kampung halamannya untuk bergabung dengan akademi sepak bola Hapoel Tel Aviv, klub raksasa di Israel, salah satu yang terunggul. Ia yang memang sudah dianugerahi bakat sebagai seorang pesepak bola hebat, tidak menemui banyak kesulitan selama berada di akademi Hapoel sambil meneruskan pendidikannya di salah satu boarding school di Holon, kota di garis pantai tengah sebelah selatan Tel Aviv.
Pesepak bola yang memilih berposisi sebagai gelandang ini memulai debutnya dengan tim senior Hapoel Tel Aviv pada bulan November 2006 kala usianya masih 18 tahun. Ia pun tetap rajin berlatih dan bekerja keras sebagai pesepak bola profesional.
Salah satu orang yang paling berjasa mengasah bakat Natkho ialah Eli Guttman, seorang pelatih sekaligus kawakan asal Israel yang pada periode 2007-2011 menangani Hapoel Tel Aviv.
Ia kerap mempercayai lini tengah kepada Natkho dan berkat kepiawaiannya, ia menyulap Natkho yang sudah berbakat itu menjadi salah satu bintang/pemain penting di Hapoel.
Bagi Natkho, sepak bola bukanlah sekedar pilihan karir tapi juga sebagai pelarian dari segala masalah dan duka dunia. Bibras memiliki seorang suporter setia, tak lain dan tak bukan, adalah ayahnya sendiri, Akram Natkho.
Sayangnya, ia harus kehilangan sang ayah pada tahun 2008. Kala sedang olahraga jogging di sebuah taman di Rishon Lezion, Akram tiba-tiba tak sadarkan diri dan meninggal seketika di usia 49.
Kendati demikian, ia tetap bersemangat dalam menjalani hidupnya sebagai seorang pesepak bola profesional. Prestasi terbaiknya bersama Hapoel Tel Aviv yakni gelar Israel State Cup musim 2006/2007.
Natkho juga membantu Hapoel Tel Aviv menjadi runner up Liga Primer Israel musim 2008/2009. Pada musim 2009/2010, terjadi perubahan format Liga Primer Israel, di mana juara ditentukan berdasarkan playoff dan Hapoel menjadi juaranya.
Sebelum menjalani debutnya dengan timnas senior Israel, Natkho lebih dulu dikenal sebagai kapten timnas U-19 Israel. Pertama kali ia dipanggil timnas senior adalah saat pertandingan persahabatan melawan Irlandia Utara, 12 Agustus 2009.
Namun, ia tidak dimainkan di laga itu. Hingga akhirnya Pada 3 Maret 2010, berselang 5 hari sebelum transfernya ke Rubin Kazan diresmikan, sekitar 16.000 penonton yang hadir di Stadion Dan Paltinisanu, Timisoara, Romania menjadi saksi Natkho pertama kalinya menginjakkan kaki di lapangan sepak bola dengan kostum timnas sepak bola senior Israel.
Ia masuk di menit ke-70 menggantikan Gil Vermouth, Israel menang 2-0. Gol pertamanya untuk Israel dicetaknya pada 7 September 2012 di sebuah pertandingan melawan Azerbaijan, di mana skor akhir imbang 1-1.
Pada 24 Maret 2018, akhirnya sejarah itu tercipta. Natkho didapuk sebagai kapten timnas Israel kala bersua (lagi-lagi) Romania sejak awal laga, bermain sepanjang 80 menit dan mencetak satu assist.
Pertama kali ia melakoni debut bersama timnas senior Israel adalah melawan Romania, dan pertama kali Natkho menjalani laga sebagai kapten timnas Israel sejak awal pertandingan adalah melawan Romania pula.
Namun, tim besutan caretaker Alon Hazan itu harus mengakui kehebatan Romania di kandang mereka sendiri, Netanya Stadium, Netanya, Israel dengan skor 1-2.