INDONESIATIMES - Belakangan ini, ramai pro dan kontra penggunaan obat antiparasit ivermectin untuk virus Covid-19. Sebagian mendesak penggunaannya secara luas demi bisa lepas dari pandemi Covid-19 yang semakin melonjak.
Namun, sebagian lainnya meminta untuk menunggu hasil uji klinis skala besar yang memastikan efikasi obat cacing itu dan keselamatan penggunanya. Untuk diketahui, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam pedoman pengobatan Covid-19, merekomendasikan untuk tidak menggunakan ivermectin pada pasien Covid-19.
Baca Juga : Banyak Dicari karena Diklaim Bisa Obati Covid, Ternyata Susu Ini Sudah Ada Sebelum Kemerdekaan
Kecuali dalam konteks uji klinis, dengan mengutip ‘bukti kepastian yang sangat rendah’ tentang obat itu. Sementara Badan Pengawas obat dan Makanan AS (FDA) mengatakan ivermectin tidak boleh digunakan untuk mencegah atau mengobati Covid-19.
Ivermectin, yang disetujui FDA adalah untuk mengobati kondisi yang disebabkan oleh cacing parasit dan parasit seperti kutu, dalam dosis besar berbahaya dan dapat menyebabkan kerusakan yang serius. Beberapa penelitian terbatas menunjukkan bahwa ivermectin memang bisa membantu mengobati Covid-19.
Sementara lainnya tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. Sebuah studi baru mengklaim tentang lebih sedikit kematian akibat virus Covid-19 dengan menggunakan ivermectin, meskipun otoritas kesehatan masyarakat mengatakan diperlukan lebih banyak penelitian.
"Studi baru menghubungkan ivermectin dengan 'pengurangan besar' dalam kematian Covid-19," demikian bunyi salah satu judul di Epoch Times sebagaimana dikutip dari politifact.
Kendati demikian, judul penelitian itu dinilai terlalu berlebihan. Mengingat penelitian itu hanya mengatakan bahwa lebih sedikit kematian yang mungkin terjadi.
Itu adalah ulasan uji coba yang dilakukan dengan ivermectin pada pasien Covid-19. Penelitian ini juga dilakukan oleh para peneliti yang berafiliasi dengan kelompok yang mengkampanyekan ivermectin agar disetujui untuk penggunaan Covid-19.
Berikut studi yang pro dan kontra terkait obat ivermectin untuk Covid-19.
Studi uji coba yang pro
Studi peer-review kali ini dilakukan di American Journal of Therapeutics yang diterbitkan pada 17 Juni dan dipimpin oleh Andrew Bryant, seorang rekan peneliti di gastroenterologi di Institut Ilmu Kesehatan Populasi Universitas Newcastle.
Para peneliti mengatakan mereka menganalisis hasil dari penelitian dan melihat tingkat kematian di antara orang-orang yang diberi ivermectin versus orang-orang yang tidak.
Dari hasil penelitian itu disimpulkan bahwa:
"Bukti dengan kepastian sedang menemukan bahwa pengurangan besar dalam kematian Covid-19 dimungkinkan dengan menggunakan ivermectin. Menggunakan ivermectin di awal perjalanan klinis dapat mengurangi jumlah yang berkembang menjadi penyakit parah. Keamanan yang nyata dan biaya rendah menunjukkan bahwa ivermectin cenderung memiliki dampak yang signifikan terhadap pandemi SARS-CoV-2 secara global."
Para peneliti juga menambahkan: "Profesional kesehatan harus sangat mempertimbangkan penggunaannya, baik dalam pengobatan dan pencegahan."
Studi uji coba yang kontra
Di sisi lain, ada pula para ahli yang kontra dengan digunakannya ivermectin sebagai obat Covid-19. Para ahli mengatakan uji coba yang diandalkan oleh penelitian tidak berkualitas tinggi.
Dr. Amesh Adalja, seorang sarjana senior di Pusat Keamanan Kesehatan Universitas Johns Hopkins, mengatakan penelitian tersebut merupakan bentuk meta-analisis (analisis analisis lain) "yang kekuatannya bergantung pada penelitian mendasar yang menyusunnya."
"Secara umum, sebagian besar studi ivermectin yang dimaksudkan untuk menunjukkan manfaat positif berkualitas rendah dan memiliki potensi sumber bias, itulah sebabnya obat ini tidak direkomendasikan oleh National Institutes of Health atau Infectious Diseases Society of America," ujarnya.
"Hanya dengan uji coba kontrol acak yang dirancang dengan ketat, manfaat sejati apa pun dapat ditemukan," lanjut Adalja.
Disisi lain, dengan asumsi tersebut benar jika ivermectin "tampaknya perlu dipelajari lebih lanjut," ungkap Stephen Morse, seorang profesor epidemiologi di Columbia University Medical Center.
Morse menyebut bahwa beberapa obat awalnya tampak menjanjikan, namun tidak bertahan dalam pengujian klinis yang lebih ketat. Misalnya, beberapa bersikeras bahwa hydroxychloroquine adalah penyembuh, namun belum ada data pendukung yang kuat untuk itu.
Baca Juga : Vaksinasi Anak di Kota Malang Dimulai, Begini Cara Daftarnya!
"Itu bisa menjadi masalah nyata, dan meningkatkan harapan yang tidak realistis untuk obat yang mungkin sangat menjanjikan atau berguna, tetapi bukan sebuah kesuksesan," lanjut Morse.
Beberapa penelitian yang dianalisis dalam meta-analisis ivermectin tidak ditinjau oleh rekan sejawat, ujar Dr. David Gorski, seorang profesor bedah dan onkologi di Wayne State University dan kepala bedah payudara di Karmanos Cancer Institute, yang mengkritik penelitian bulan Juni lalu itu.
"Penggabungan data dari sejumlah besar kecil, uji klinis berkualitas rendah tidak secara ajaib membuatnya menjadi suatu uji klinis yang besar dan berkualitas tinggi," tulis Gorski.
Gorski pun menambahkan: "Beberapa uji klinis berkualitas lebih tinggi yang ada yang menguji ivermectin terhadap penyakit secara seragam telah gagal menemukan hasil positif. Hanya uji coba yang lebih kecil dan berkualitas lebih rendah yang positif. Ini adalah indikasi yang baik bahwa obat tersebut mungkin tidak bekerja."
Lebih lanjut, ia juga menunjukkan bahwa para peneliti, meskipun mengaku tidak memiliki konflik kepentingan, berafiliasi dengan Grup BIRD (British ivermectin Recommendation Development). BIRD menggambarkan dirinya sebagai "kampanye untuk obat aman ivermectin yang disetujui untuk mencegah dan menyembuhkan Covid-19 di seluruh dunia."
Sementara kasus Covid-19 di Indonesia sendiri berhasil menarik perhatian salah seorang Dokter asal University of Maryland, Amerika Serikat, Faheem Younus. Melalui akun Twitternya, @FaheemYounus yang biasa menggunakan bahasa Inggris sampai menulis dengan bahasa Indonesia demi menarik perhatian warganet Indonesia.
Dalam cuitannya, Younus bahkan tidak menganjurkan penggunaan ivermectin kepada pasien Covid-19.
"For My Indonesian Friends. Mengobati Covid di rumah. Gunakan tab Parasetamol untuk demam. Budesonide inhaler dua kali sehari. Semprotan hidung Oxymetazolone untuk hidung tersumbat. Tidak perlu antibiotik, ivermectin, seng, atau steroid," ujar Younus.
Lebih lanjut, ia membahas bagaimana menangani anggota keluarga yang terkena Covid-19 dan melakukan isolasi mandiri.
"Punya Anggota keluarga yang terkena Covid?
- Kamar pasien dan kamar mandi terpisah
- Amati isolasi ketat
- Akhiri isolasi setelah 10 hari onset gejala
- Jangan ulangi tes Covid karena dapat bertahan + selama berminggu-minggu tetapi pasien tidak menular lebih dari 10 hari," jelas Younus.
Ia juga mengingatkan agar warganet Indonesia tidak mengejar obat yang mahal.
Penting:
Jangan mengejar obat mahal seperti Remdesivir, Tocilizumab atau Plasma. Mereka tidak menyelamatkan nyawa. Deksametason dan antikoagulan bekerja paling baik. JANGAN mengobati sendiri. Hanya untuk pasien rawat inap yang membutuhkan oksigen," jelasnya.