MALANGTIMES - Terkait kasus kekerasan seksual yang menimpa beberapa siswi SMA SPI (Selamat Pagi Indonesia) Kota Batu, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyebut bahwa diduga ada lebih dari dua orang pengelola SMA SPI Kota Batu turut serta dalam mendukung kekerasan seksual.
Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait kepada awak media. Informasi tersebut didapat dari keterangan tiga dari 14 korban yang telah melapor ke Polda Jawa Timur.
Baca Juga : Bupati Maryoto Sebut Angka Kepatuhan Memakai Masker Capai 85 Persen
"Ini belum dipastikan (pengelola lain yang terindikasi turut serta, red). Tapi lebih dari dua orang dan tiga orang. Informasi itu perlu disampaikan," ungkapnya kepada MalangTIMES.com, Rabu (9/6/2021).
Mengenai jumlah pastinya, pihak Komnas PA belum dapat memastikan. Namun berdasarkan keterangan dari tiga korban memang ada pengelola lain yang turut serta mendukung adanya kekerasan seksual terhadap para korban.
"Itu dari keterangan korban, jadi bukan hasil investigasi kita. Itu akan saya sampaikan ke penyidik Polda Jatim untuk memperkuat laporan itu," ujarnya.
Pasalnya, jika terdapat pengelola dari SMA SPI Kota Batu mengetahui tindakan kekerasan seksual kepada para siswa-siswinya, berarti juga turut serta menjadi pelaku kekerasan seksual.
"Maka itu bisa dikategorikan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 itu adalah ikut serta mendukung terjadinya pelanggaran tindakan pidana terhadap anak. Pidananya 5 tahun," jelasnya.
Selain mengalami kekerasan seksual, 14 korban siswi SMA SPI kota Batu yang telah melapor ke Polda Jawa Timur juga mengalami kekerasan fisik dan eksploitasi ekonomi.
"Ada kekerasan. Jika ada tamu terus ada kesalahan bicara tidak berdasarkan skrip ke tamu, disiram dan ditendang. Apalagi anak-anak ini kan masih sekolah kadang ngantuk kemudian tidur sembunyi-sembunyi ketahuan langsung disiram yang menyiram itu pengelola," bebernya.
Baca Juga : Menjelang Vaksinasi Massal, Pangdam V Brawijaya dan Kapolda Jatim Kunjungi Kabupaten Bangkalan
Sementara itu, mengenai eksploitasi ekonomi yang dilakukan oleh pihak pengelola kepada siswa-siswi SMA SPI Kota Batu dapat berkedok pada pelatihan kewirausahaan di unit usaha yang terdapat di SMA SPI Kota Batu.
"Eksploitasi ekonomi korban dipekerjakan tetapi sekolahnya diabaikan. Misalkan ada tamu jam 09.00 WIB, mereka justru disuruh melepas baju untuk melayani tamu. Padahal itu jam sekolah. Artinya itu mengabaikan pendidikannya," tuturnya.
Selain itu para siswa-siswi yang dipekerjakan di unit usaha SMA SPI Kota Batu juga diberikan upah yang tidak layak dan jauh dari standar upah minimum. Pemberian upah pun juga dikemas dalam reward atau penghargaan berupa tabungan.
"Mereka hanya diberi reward berupa tabungan. Dia merinci untuk siswa kelas satu diberi reward Rp 100 ribu per bulan, kelas dua diberi reward Rp 200 ribu per bulan dan kelas tiga diberi per bulan Rp 500 ribu," pungkasnya.