MALANGTIMES - Niat baik seorang Guru TK (taman kanak-kanak) sebut saja Mala warga Kecamatan Sukun, Kota Malang yang ingin melanjutkan kuliahnya harus terhenti ketika dirinya berurusan dengan Debt Collector puluhan perusahaan pinjaman online.
Mala pun menjelaskan awal mula dirinya berurusan dengan Debt Collector dari puluhan perusahaan pinjaman online. Awalnya berniat meminjam uang sebesar Rp 2,5 juta untuk biaya kuliah ke jenjang S1 demi tuntutan pekerjaannya sebagai Guru TK. Saat ini, Mala merupakan guru lulusan D2 (diploma dua). Dia sudah menjadi Guru TK selama 12 tahun.
Baca Juga : Lama Tak Beroperasi karena Pandemi, Wisata Belanja Tugu Siap Dibuka Penuh Pekan Depan
Namun karena tidak memiliki uang yang cukup, dia terlilit hutang dengan menggunakan sistem gali lubang tutup lubang di berbagai macam situs pinjaman online. Mala bahkan punya hutang mencapai Rp 40 juta lebih dari 24 perusahaan pinjaman online.
"Pada tahun kemarin itu dituntut guru harus S1 dan saya masih D2. Terus saya gajinya itu cuma Rp 400 ribu. Biayanya per semester itu Rp 2,5 juta. Saya mikir apa bisa, akhirnya dikenalkan sama teman dengan pinjaman online itu," ungkapnya, Senin (17/5/2021).
Selain kecepatan mendapatkan uang, Mala yang telah memiliki satu anak ini juga merasakan kemudahan untuk memenuhi persyaratannya. Karena hanya dengan memberikan foto KTP (Kartu Tanda Penduduk) serta memberikan informasi data diri dengan lengkap.
Akhirnya dengan kemudahan tersebut, Mala memutuskan untuk meminjam di 5 perusahaan pinjaman online yang berbeda. Menurut pengakuannya, hal itu dilakukan karena setiap perusahaan pinjaman online memiliki batasan hutang Rp 500 ribu sampai Rp 600 ribu.
Setelah Mala melakukan transaksi untuk mendapatkan pinjaman online tersebut, ternyata bunga yang diberikan oleh perusahaan pinjaman online mencapai 100 persen. "Saya itu pinjam Rp 600 ribu tapi saya suruh bayar Rp 1,2 juta. 100 persen bunganya tapi karena kepepet saya iya saja," terangnya.
Tidak berhenti pada bunga yang tinggi, jangka waktu pembayaran atau pelunasan hutang pun juga pendek. Hanya berjarak kurang lebih satu minggu. Hal itu pun yang membuat Mala takut dan depresi karena Debt Collector yang menagih juga meneror Mala setiap pagi, siang, hingga malam hari.
"Awalnya tujuh hari. Tapi nggak sampai tujuh hari, lima hari saja sudah langsung ditagih saya diteror saya. Saya juga dibilang suruh jual diri. Tapi saya ya bagaimana lagi saya juga belum ada uang," tuturnya.
Dengan konsep hutang gali lubang tutup lubang, Mala pun yang depresi dan takut akhirnya meminjam uang di perusahaan pinjaman online yang lainnya untuk menutupi hutangnya di perusahaan pinjaman online sebelumnya. "Hingga saya pinjam sampai 24 pinjaman online itu dan hutangnya sampai Rp 40 juta lebih. Jadi saya bayar hutang dengan hutang sampai tergulung hutang sendiri," ujarnya.
Lanjut Mala bahwa dirinya dalam kondisi takut dan depresi juga sampai ingin mengakhiri hidupnya karena lilitan hutang serta teror yang dilakukan oleh para Debt Collector perusahaan pinjaman online.
Baca Juga : Pemerintah Pusat dan Daerah Rencanakan Pembelajaran Tatap Muka Juli
Dalam pengakuannya, Mala pun sampai dibuatkan grup Facebook oleh para debt collector perusahaan pinjaman online, yang didalamnya termuat data keluarga, suami dan anaknya. "Namanya itu grup open donasi untuk pengutang begitu. Saya pun berpikir sampai ingin bunuh diri. Tapi kasian anak saya masih umur lima tahun," bebernya.
Mala pun memilih untuk menempuh jalur hukum. Dirinya diperkenalkan dengan salah satu lawyer yakni Slamet Yuono. Akhirnya kasus yang menimpa dirinya tersebut akan dibantu melapor ke OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan Mabes Polri.
Lanjut Mala bahwa dirinya disarankan untuk melunasi hutang di lima perusahaan pinjaman online yang legal.
"Dari 24 itu yang legal cuma 5, sisanya ilegal. Saya sudah bayar satu tapi pokoknya saja, empatnya masih negosiasi. Uang untuk bayar itu saya dapatkan dari donasi," terangnya.
Sementara itu, Mala juga menyebutkan bahwa akibat kasus hutang yang melilit dirinya ini, Mala pun terpaksa harus menerima kebijakan yang diberikan oleh lembaga pendidikan di mana ia mengajar, yakni pemecatan.
"Saya dikenalkan juga dengan komunitas anti riba. Di komunitas itu saya disuruh jujur ke keluarga saya. Keluarga saya oke dan suruh jujur juga ke lembaga saya. Tapi setelah saya beri tahu ke teman kerja, besoknya saya dipecat. Saya ini cuma butuh support. Tapi alasan pemecatannya karena malu sama wali murid," pungkasnya.