MALANGTIMES - Persoalan pengangguran rupanya masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Malang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kota Malang tahun 2020 dinilai cukup tinggi bahkan melebihi rata-rata Jawa Timur.
Hal tersebut menjadi sorotan legislatif, di mana angka TPT Kota Malang di tahun 2020 meningkat tajam. Di mana, tahun 2019 sebesar 5,88 persen meningkat menjadi 9,61 persen di tahun 2020. "Angka ini jauh diatas rata-rata TPT provinsi sebesar 5,84 persen di tahun 2020, dan TPT nasional yakni 7,07 persen," ujar Wakil Ketua DPRD Kota Malang Rimzah.
Baca Juga : Fasilitasi Pelaku Seni dan Budaya, Disdikbud Sediakan Panggung Show Gandeng PHRI
Karena itu, DPRD Kota Malang merekomendasikan agar Pemkot Malang melakukan langkah tepat guna menurunkan angka TPT. Di antaranya, dengan mengalokasikan kegiatan aktivasi dalam pengembangan ekonomi kreatif.
"Seperti fasilitasi co-working space, industri digital, event komunitas, pelatihan keterampilan dan UMKM, pembentukan kelompok usaha bersama. Di sini perlu pengembangan, karena masih belum terlihat adanya sinergi dan kolaborasi yang intens dan efektif," terangnya.
Di samping itu, Rimzah menyampaikan, seyogianya Pemkot Malang ke depan perlu membuat terobosan-terobosan dalam menurunkan angka pengangguran tersebut. Salah satunya, dengan menjalin kerja sama dengan beberapa negara maju. "Seperti negara yang memiliki angka kemakmuran yang tinggi seperti, Jepang dan Jerman. Sehingga, upaya yang bisa dijajaki adalah dengan cara mengirimkan tenaga terampil berlandaskan skill dan kompetensi," tandasnya.
Menanggapi itu, Wali Kota Malang Sutiaji mengakui jika PR terbesar Pemkot Malang saat ini adalah mengatasi pengangguran. Saat ini, TPT Kota Malang menduduki peringkat ke tiga se-Jawa Timur. Dalam hal ini identifikasi pekerja nantinya akan disasar lebih meluas.
Baca Juga : Apple akan Rilis Software Baru untuk iPhone & iPad Juni Mendatang, Berikut Deretan Fitur Terbarunya
"Memang sejak dulu PR besar kita adalah pengangguran terbuka. TPT kita sekarang masuk urutan ketiga, setelah Sidoarjo dan Surabaya. Ini kan untuk pendataan Badan Pusat Statistik (BPS) itu kan hanya pekerja formal, sedangkan pekerja informal belum tersasar," katanya.
Pekerja-pekerja informal ini, dijelaskannya, termasuk seorang yang bergerak di bidang digitalisasi. Di antaranya, game, animasi, influencer dan sejenisnya. "Nanti akan kita update data, apa yang menjadi saran dari DPR juga berseiring dengan program kami. Termasuk, kebijakan-kebijakan lokal yang ada," tandasnya.