BATUTIMES - Pemerintah pusat berencana mengimpor beras sebanyak 1 juta ton. Rencana itu telah disepakati dalam rapat koordinasi terbatas (Rakortas) Kemenko Perekonomian bersama Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Perum Bulog pada 19 Februari 2021 lalu.
Hal itu, membuat para petani merasa resah. Salah satunya dirasakan petani dari Dusun Pendem, Kota Batu, Jumadi yang menilai, kebijakan impor beras tersebut justru sangat merugikan para petani. Sebab, beras di Indonesia sudah melimpah.
Baca Juga : Lakukan Kajian, Pemkab Malang Sebut Pisang Jenis Baru Bisa Dijadikan Tepung hingga Pasta
"Hasil beras di Indonesia sudah cukup, ngapain lagi impor beras. Petani sering menjadi korban dari kebijakan pemerintah. Ini harus didebat dan diperjuangkan," ujarnya, Senin (22/3/2021).
Lanjutnya, jika mengimpor beras sebanyak itu, akan terjadi persaingan antara beras lokal. Untuk harga padi lokal saat ini Rp 4,5 ribu per kilogram, jika dari tengkulak Rp 4,8 ribu perkilogram.
"Ketakutanya dalam persaingan itu, beras lokal kalah. Dan otomatis petani lokal juga akan menurun penghasilannya. Untuk beli solar saja sulit dan kadang untuk beli pupuk juga tidak cukup," ujarnya.
Mengingat, Kota Batu terdapat sentra ketahanan pangan di Desa Pendem. Sentra itu dinamakan Lumbung Bumi yang sekaligus dijadikan wisata berbasis masyarakat.
Sementara itu, Kepala Desa Pendem Tri Wahyuwono Effendy mengatakan, Desa Pendem memiliki dua ribu lebih hektare sawah padi. Setiap panen satu hektare sawah dapat menghasilkan 10 ton beras.
Baca Juga : KPK Kembali Periksa Saksi Dugaan TPK, Balai Kota Batu Dijaga Ketat
"Jika dikalikan saja, setiap panen kita bisa menghasil kan berapa ton beras. Dua ribu hektare itu terbagi di empat dusun, 35 hektare ada di Desa Pendem," ujarnya.
Dengan begitu di Desa Pendem saja setiap panen ada stok beras sebanyak 20 ribu ton beras. "Stok itu cukup untuk ketahanan pangan di Desa Pendem, tapi jika untuk menghidupi seluruh Kota Batu masih kurang," ujarnya.