TULUNGAGUNGTIMES - Permintaan dan keberatan Asosiasi Kepala Desa (AKD) terkait pemberlakuan kebijakan kenaikan NJOP dinilai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Tulungagung terlalu berbelit-belit dan terus berubah. Bapenda pun menyayangkan, karena dalam beberapa kali pertemuan yang dilakukan, keinginan AKD selalu mengalami perubahan.
Kepala Bapenda Kabupaten Tulungagung Endah Inawati menyampaikan, dari pertemuan koordinasi pertama hingga hearing dengan DPRD 04 Maret 2021 silam, keinginan AKD selalu berubah atau tidak sama.
Baca Juga : Putus Praktik Korup Politisi, Rizal Ramli Usulkan Parpol Dibiayai Negara
"Dalam koordinasi kedua yang difasilitasi Bupati di Pendopo, AKD sepakat untuk dinaikkan tipis-tipis, tapi waktu hearing dengan DPRD justru ingin dikembalikan pada NJOP Tahun 2020," Kata Endah di Kantornya. Selasa (09/03/2021).
Endah juga menyayangkan, karena dalam hearing lalu, pihak AKD yang diminta untuk berbicara terlebih dulu. Padahal, dalam hal ini Bapenda yang dipermasalahkan dan dia nilai lebih ideal untuk dimintai keterangan terlebih dulu.
"Alangkah baiknya Bapenda diberi kesempatan menceritakan kronologi, setelah itu baru ditanggapi oleh AKD," ucapnya.
Wanita ramah ini mengungkapkan, sebelum hearing dengan DPRD 04 Maret 2021, sebenarnya sudah ada 2 kali pertemuan koordinasi dan koordinasi yang menghasilkan kesepakatan. Tapi setelah kesepakatan disetujui dan ditindaklanjuti dengan naik cetak SPPT, saat hearing justru beda lagi permintaannya.
Endah menceritakan, yang perlu dipahami semua agar tidak terjadi polemik, bahwa sejak diserahkannya kewenangan PBB dari KPP Pratama ke Pemda tahun 2014, Pemda belum melakukan pembaharuan zona nilai tanah, jika dihitung sudah sekitar 6 tahun.
Baca Juga : Revisi RPJMD Kota Malang, Semoga Bukan Untuk Menjadi Malang Lips Service.
Menurut amanat undang-undang lanjutnya, setiap 3 tahun sekali diharuskan melakukan update zona nilai tanah atau pembaharuan NJOP. "Karena kita terbentur anggaran akhirnya pembaharuan dilakukan tahun 2020," ucapnya.
"Dalam artian pembaharuan ini bukan melipatkan nilai-nilai pajak, tapi melakukan validasi nilai tanah pada kondisi sebenarnya," tambahnya.
Hasil kajian Bapenda dengan UGM, menemukan 2 opsi, pertama naik 100 persen dan kedua naik 60 persen. Endah mengaku, kondisi itu bukan kenaikan lagi, namun memang sudah ganti harga. Karena setelah dilihat di lapangan ditemukan tanah hanya bernilai Rp 20 ribu per meter, padahal realitanya sudah tidak ada tanah senilai itu.