Hasil karya tangan Retna Widiyawati dengan brand Mamamomo terlihat terpajang di dinding rumahnya. Ada beragam produk yang dihasilkan dan semuanya berbahan dasar dari benang rajut. Antara lain boneka, sepatu, tas serta bunga kaktus berikut pot.
Masa pandemi seperti sekarang tidak membuat ibu dua anak yang bertempat tinggal di lingkungan jalan Kaliombo ini berhenti berkarya. Sebaliknya Retna Widiyawati justru mengaku kebanjiran order dari para pelanggan yang pesan untuk dibuatkan konektor (tali penghubung) masker untuk hijab.
Baca Juga : Di Tengah Pandemi Covid-19 Bisnis Aquascape Sangat Menjanjikan
“ Selain konektor, ini juga lagi ramai pelanggan minta untuk dibuatkan masker rajut. Pesanan kemarin banyak dari Surabaya, Pekalongan dan Kediri. Allhmadulilah,” ujarnya.
Job untuk pembuatan tali konektor rajut dan masker rajut mulai ramai pesanan sejak April 2020 lalu, awal pandemi. Awalnya konektor rajut (tali penghubung) hijab) dia jual dengan harga Rp 7.500 per biji.
Setelah pesanan jadi dan diterima, ternyata banyak mendapat respons positif dari para pelanggan. Tidak mau membuat konsumen kecewa, ibu dua ini kemudian berusaha untuk terus memperbaiki kualitas konektor yang ia buat.
“Saya buat yang lebih bagus lagi untuk konektor rajut. Bahannya kami pilih yang lebih berkualitas. Harganya sedikit saya naikkan dari Rp 7.500 menjadi Rp 10.000 per biji. Toh, akhirnya pelanggan mau menerima karena kualitasnya lebih baik,” ungkapnya.
Alumni SMA Negeri 6 Kota Kediri ini tidak menyangka bahwa konektor rajut dan masker rajut yang dibuatnya mendapat respons positif dari para pelanggan. “Kemarin yang paling ramai itu konektor masker, tali belakang yang disambungkan ke hijab. Harganya Rp 10 ribu. Itu teman yang di komunitas ada yang buat. Akhirnya saya ikutan bikin. Pertama tidak saya jual. Saya kasih ke pelanggan saya. Dia pesan bross, saya kasih bonus konektor. Ternyata banyak yang pesan,” ceritanya.
Selain produk yang umum, Mamamomo juga mengikuti tren. Ada masa ketika rajutan berbentuk konektor masker sangat laris. Mamamomo pun mendapat pesanan lumayan banyak.
Menurut Retna, pembeli dari Surabaya memesan hingga 12 lusin. Rata-rata, pembeli langganannya memesan minimal 10 lusin. “Mengerjakan produk kecil ini lebih cepat rPer hari bisa memproduksi 20 biji,” ungkapnya.
Harga masker rajut dijual Rp 30 ribu per biji. Jika diperhatikan, kualitas masker rajut bikinan Retna ni memang bagus. Selain kualitas bahannya bagus, masker yang dibuat terdiri dari 2 lapis dan bagian depannya terdapat variasi atau hiasan hingga terkesan eksklusif.
"Kalau sekitaran Kediri ada yang reseller langsung beli datang ke rumah. Ada yang beli sampai 4 lusin. Masker rajut saya juga bikin. Tapi dalamnya pakai lapisan kain katun. Masker rajut saya jual Rp 30 ribu. Soalnya maskernya saya mix dengan sulam," paparnya.
Dalam sehari, Retna mengaku bisa memproduksi konektor sekitar 20 biji. Semuanya ia kerjakan sendiri tanpa bantuan orang lain. Namun jika pesanan terlalu banyak, untuk mengejar waktu, ia terpaksa harus mengajak atau melibatkan temannya. “Karena harus mengejar waktu pesanan yang diminta oleh pelanggan,” ucapnya.
Rajutan bikinan Retna tidak hanya dikenal di lingkup regional, tetapi sudah merambah mancanegara. Terutama sudah dikenal oleh para tenaga kerja wanita Indonesia yang bekerja di luar negri.
Retna bercerita tas rajutan buatannya pernah dibeli oleh temannya yang bekerja di Hongkong. “Ketika pulang kampung, dia datang ke rumah untuk beli tas rajut, untuk dibawa ke Hongkong. Tas rajut saya jual paling mahal harganya Rp 350 ribu. Paling murah untuk tas ukuran kecil Rp 100 ribu. Ketika dibawa ke luar negri, ternyata ada temannya yang tahu dan pingin beli. Minta dikirim ke Hongkong. Akhirnya saya kirim ke sana,” tutur istri pekerja bengkel kendaraan ini.
Dari sekian banyak varian rajutan yang sudah diproduksi, tingkat kesulitan dalam proses pengerjaan adalah dalam hal pembuatan boneka. Untuk boneka rajut dijual antara Rp 80 ribu-Rp 100 ribu.
“kalau merajut boneka, ini namanya seni ami gurumi. Ini teknik merajut dari Jepang. Saya pelajari pembuatan ya dari You tube,” kata Retna.
Selain belajar dari YouTube, dulu semasa kecil ia sering melihat ibunya merajut. Lambat laun ia pelajari. Dan di bawah bimbingan ibunya, akhirnya ia bisa. Teknik untuk merajut ada beragam cara. Di antaranya teknik mocila, tapestri dan lain sebagainya.
Baca Juga : 45 Koperasi di Batu Dapat Bantuan Rp 10 Juta
Retna Widiyawati teringat pertama diamenekuni dunia usaha rajut 5 tahun lalu. Uang yang dikeluarkan untuk modal produksi hanya Rp 150 ribu. Modal tersebut ia pergunakan untuk membeli peralatan merajut had pen dan benang.
Selama 5 tahun lebih membuka usaha, kendala yang dihadapi hanya pada sirkulasi pemasaran dan penjualan. Selama ini hasil produksi rajutannya tersebut ia pasarkan melalui media sosial.
“Terkadang kalau di medsos kan konsumen tidak tahu, tidak memegang barangnya hanya melihat bentuk fisik saja. Sehingga muncul anggapan barang kecil segitu aja dijual mahal. Tapi kalau konsumen sudah datang kesini dan memegang barang, jadi dia tahu memang apik ya,” ungkapnya.
Karena itu, salah satu strategi pasar yang diambil untuk memperkenalkan produksi rajutannya ke masyarakat yakni ikut terjun langsung berkecimpung dalam kegiatan pameran maupun bazar yang digelar di mal maupun di kantor kelurahan.
Agar tidak ketinggalan informasi , ibu rumah tangga yang juga memiliki keterampilan dalam hal pembuatan makram ini selama ini ikut bergabung 2 grup komunitas.
“Saya ikut grup 2 Komunitas, yaitu Komunitas Perajut Kediri Raya dan grup binaan Dinas Koperasi. Namanya KNB (Kediri Nyongket Bareng). Kalau dulu merajut itu namanya nyongket, Mas," ujarnya.
Mamamomo Craft
Alamat: Kelurahan Kaliombo Raya No.6 Kecamatan Kota , Kota Kediri
IG: @mamamomo.craft
HP: 0852 3092 5320
(Adv/Disperindag Kota Kediri)