Banyak dampak yang diakibatkan dari pandemi Covid-19. Mulai dari ekonomi, pengangguran dan perceraian. Jika pengangguran di Kabupaten Malang mengalami peningkatan, bagaimana dengan angka perceraian?
Ternyata angka perceraian di Kabupaten Malang dalam situasi pandemi Covid-19 ini justru mengalami penurunan.
Selama masa pandemi dan terhitung mulai awal tahun 2020 pada Bulan Januari hingga September, berkas laporan perkara penyebab perceraian yang diterima Pengadilan Agama dapat dikatakan menurun jika dibandingkan dengan periode bulan yang sama di tahun 2019.
"Dalam periode bulan Januari sampai September tahun 2019 setelah diputus terdapat data faktor penyebab terjadinya perceraian sebanyak 5008 kasus. Sedangkan di tahun 2020 terdapat 4.805 kasus," ujar Muhammad Khoirul selaku Kepala Bagian Humas Pengadilan Agama Kabupaten Malang.
Angka penurunan ini disampaikan oleh Khoirul disebabkan oleh pembatasan permohonan perceraian yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Kabupaten Malang.
"Kami memang membatasi untuk masyarakat yang ingin melakukan perceraian. Karena di masa pandemi ini kami banyak tutupnya, serta orang yang datang juga diwajibkan melakukan phsyical distancing," tuturnya.
Lanjut Khoirul, bahwa di masa pandemi Covid-19, dalam sehari permohonan perceraian dibatasi maksimal dalam satu hari 50 berkas perkara yang berlaku mulai hari Senin sampai hari Jumat.
"Jadi kami batasi maksimal sehari hanya 50 perkara. Kalau normal biasanya sampai 150-200 perkara," sebutnya.
Meskipun dilakukan pembatasan di dalam instansi Pengadilan Agama Kabupaten Malang untuk melakukan permohonan perceraian, pihak Pengadilan Agama juga menyediakan layanan E-Court untuk para pemohon melalui pihak pengacara masing-masing.
"Jadi kebanyakan orang hendak melakukan perceraian lewat sana (e-court, red). Tapi mendaftarkannya melalui pengacaranya. Bukan orangnya langsung," terangnya.
Lebih lanjut, ditanya terkait dengan mayoritas penyebab terjadinya perceraian di Kabupaten Malang, menurut Khoirul kebanyakan dipicu karena faktor ekonomi keluarga di tengah pandemi Covid-19 yang sedang menurun.
"Biasanya akibat faktor ekonomi keluarga, istrinya merantau ke luar negeri. Sedangkan suaminya yang ada di dalam negeri menghabiskan hasil jerih payah istrinya, sekaligus melakukan perselingkuhan. Nah, di situlah biasanya kemudian terjadi perceraian," jelasnya.
Menurut data yang didapat oleh pewarta selama Bulan Januari hingga Bulan September 2020, terdapat beberapa faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian.
Di antaranya zina sebanyak 2 kasus, mabuk sebanyak 5 kasus, judi sebanyak 1 kasus, meninggalkan satu pihak sebanyak 335 kasus, dihukum penjara sebanyak 14 kasus, poligami sebanyak 5 kasus.
Selanjutnya, kekerasan dalam rumah tangga sebanyak 9 kasus, perselisihan terus menerus sebanyak 2.985 kasus, murtad sebanyak 19 kasus dan ekonomi sebanyak 1.430 kasus.