Jumlah pelanggar yustisi di Tulungagung terus menurun. Jika diawal operasi yustisi, perharinya ada sekitar 30-40 orang terjaring, kini hanya berkisar 4-5 orang pelanggar perhari.
Dari data yang dimiliki oleh satpol PP Kabupaten Tulungagung dari tanggal 18-31 Oktober, terhitung ada 631 pelanggar. Sebanyak 584 di antaranya sudah membayar denda, 47 orang dikenakan sanksi sosial, sedang sisanya belum membayar denda.
Baca Juga : DPRD Minta PNS Baru Cepat Beradaptasi di Lingkungan Kerja Pemkab Blitar
“Yang masuk ke kas daerah baru 520 pelanggar, jadi yang belum membayar sebanyak 64 pelanggar,” ujar Kabid Penegakan Perda dan Perbub Satpol PP Tulungagung, Artista Nindya Putra atau sering dipanggil Genot.
Untuk pelanggar, biasanya menyerahkan kartu identitasnya sebagai jaminan. Namun diakui bagi pelanggar yang belum membayar denda, ada yang menggunakan identitas yang sudah kedaluwarsa, seperti SIM yang sudah mati.
Sehingga dimungkinkan kartu itu tidak akan diambil dan tidak membayar denda. “Ada juga yang menyerahkan SIM mati, kalau itu biasanya tidak diambil,” katanya.
Disinggung apakah akan melakukan pencarian terhadap pelanggar yang memakai SIM mati? Genot mengatakan masih belum, lantaran saat ini personelnya masih fokus terhadap operasi yustisi.
Pihaknya memberi tenggat waktu pada pelanggar yang belum membayar denda, paling lambat seminggu untuk membayar denda. Pasalnya, berkas yang dijaminkan rawan hilang dan tertumpuk dengan berkas lainya.
“Kita takutnya hilang, sehingga selambatnya seminggu harus sudah diambil,” tegasnya.
Untuk jumlah denda operasi yustisi yang terkumpul, saat ini mencapai Rp 12.748.000,-.
Tren Penurunan pelanggar operasi yustisi, menurut Genot, lantaran warga sudah sadar dengan protokol kesehatan. Warga sudah terbiasa memakai masker saat keluar rumah.
Baca Juga : UMP Jatim Naik, Begini Penjelasan Disnaker-PMPTSP Kota Malang
Saat pandemi Covid-19, masyarakat memang dituntut untuk menjalankan protokol kesehatan, guna mengendalikan penyebaran Covid-19.
“Sekarang trennya menurun, bahkan kita pernah tidak mendapat pelanggar sama sekali,” kata Genot.
Selain operasi yustisi di jalan, pihaknya juga rajin melakukan operasi yustisi di tempat usaha, seperti lokasi wisata dan kafe.
Hasilnya satu kafe dikenakan denda 500 ribu rupiah, lantaran nekat buka saat pandemi.
“Kemarin ada 3 tempat wisata yang kita kunjungi, hasilnya masyarakat mulai sadar dengan protokol kesehatan,” ujarnya.
Dengan semakin menurunnya jumlah pelanggar operasi yustisi, Genot berharap kondisi Tulungagung segera menghijau. Jika kondisi sudah hijau, maka tempat usaha akan kembali dibuka seperti biasanya.