Di balik sosok Agus Zainuri yang dikenal warga Desa Pandanrejo, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, sebagai orang yang humoris. Sejatinya di dalam diri sosok pria yang akrab disapa Cak Pentol ini, memiliki keseriusan di sektor pengelolaan sampah. Bahkan, dirinya rela jatuh bangun demi mewujudkan perkampungan di tempat tinggalnya menjadi bersih dan asri.
”Saya sudah 5 tahun ini bekerja sebagai pengelola sampah, sebenarnya saya punya banyak pekerjaan. Tapi karena punya keinginan melihat desa tempat tinggal saya bersih, makanya saya rela jadi pengelola sampah,” ungkap pria yang mengaku memiliki pekerjaan utama sebagai pedagang dan tukang proyek ini.
Baca Juga : Lakukan Kontrak Politik, Calon Jalur Perseorangan Bakal Hibahkan 100 Persen Gaji Bupati
Nyaris setiap harinya, Cak Pentol, rela meluangkan waktunya demi memunguti sampah milik warga di kampungnya. Sekedar diketahui, dijelaskan Cak Pentol, ada sekitar 20-an RT (Rukun Tetangga) yang menjadi tanggunggan Cak Pentol.
Dari jumlah tersebut, 8 RT di antaranya dibantu oleh rekan seperjuangannya. Sedangkan sisanya, merupakan tangungan Cak Pentol.
”Di sini ada sekitar 20-an RT, dibagi 7 orang anggota pengambil sampah. Untuk yang 8 RT tanggungan anggota yang lain, sedangkan belasan RT sisanya tangungan saya. Rata-rata 1 RT ada sekitar 50-an KK (Kepala Keluarga) yang harus saya ambil sampahnya,” terang Cak Pentol.
Tidak berhenti di situ saja, setelah mengambil sampah dari rumah warga. Cak Pentol harus membuangnya ke TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) yang jaraknya sekitar 2 kilometer dari rumahnya.
Meski terbilang cukup dekat, namun medan yang dilalui untuk menuju ke TPA itu tidak semudah yang dibayangkan. Sebab, selain akses jalan ke TPA yang belum diaspal, medan dari tumpukan tanah liat juga akan menjadi licin terutama saat memasuki musim penghujan.
”Jalan menuju ke TPA itu masih tanah, sehingga kalau cuaca hujan risikonya lebih tinggi. Jangan tanya berapa kali saya jatuh, saya tidak sempat menghitungnya karena terlalu sering jatuh pas bawa sampah ke TPA,” ungkapnya.
Menurut Cak Pentol, intensitas dirinya terjatuh saat menuju ke TPA itu, lantaran sepeda motor yang dikendarainya terikat dengan gerobak pengangkut sampah. Hal itulah yang membuat dirinya susah menjaga keseimbangan.
Bahkan, untuk menghindari adanya insiden yang tidak diinginkan, tak jarang dirinya mendorong gerobak ke TPA dengan berjalan kaki.
Oleh karena alasan itulah, Cak Pentol dan kawan-kawan mengajukan bantuan ke DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Kabupaten Malang, untuk pengadaan motor roda tiga untuk mengangkut muatan. Tujuannya agar memudahkan saat mengambil sampah dan membawanya ke TPA.
”Dulu pernah mengajukan ke DLH masalah bantuan gerobak dan dikasih. Tapi ini kami sudah hampir setahun mengajukan bantuan tosa (motor pengangkut muatan roda 3, red) belum juga dikasih. DLH sudah sering saya tanya, katanya nanti, nanti terus,” keluhnya.
Belum terealisasinya motor pengangkut itu, semakin menambah penderitaan Cak Pentol dalam memilah sampah. Pasalnya, antara sampah organik dan non organik memang harus dipisahkan. Selain itu, saat pandemi Covid-19 sampah masker yang menumpuk, juga harus dipisah karena tidak bisa asal dibakar dan harus dipendam di bawah tanah.
”Misal ada waktu longgar dipilah, tapi kalau tidak ya yang terpenting urus TPA sama sampah warga di kampung,” ungkap Cak Pentol.
Baca Juga : Malang Jejeg Sebut Pilkada Seperti Dorong Mobil Mogok, Bikin Kontrak Politik dan Hibahkan 100 Persen Gaji
Sekedar diketahui, dalam sebulan Cak Pentol hanya mendapatkan penghasilan Rp 7 ribu per rumah yang sampahnya dia ambil. Jika di kalkulasikan, dalam sebulan pria yang berusia nyaris kepala 4 ini, mendapatkan penghasilan sekitar Rp 2 juta.
Namun, penghasilan bersih tersebut jika dihitung-hitung lagi masih kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pasalnya, untuk menghidupi keluarga dan kedua orang putra putrinya sudah pas-pasan. Alhasil, dirinya tidak bisa membeli APD (Alat Pelindung Diri) saat memungut sampah, dan memilah masker sisa droplate.
”Dulu waktu awal-awal ada Covid-19 dapat bantuan masker dari puskesmas, tapi semakin ke sini sudah tidak pernah dapat bantuan masker. Jadi saya terpaksa tidak pakai (APD). Saya cuman bisa minta doa warga biar senantiasa diberi kesehatan,” ujarnya.
Meski banyak kendala yang tengah dilalui, namun Cak Pentol tetap berkeinginan cita-citanya bisa segera tercapai. Yakni membuat lapangan pekerjaan disektor pengelolaan sampah organik.
”Tujuan saya agar warga desa jangan sampai keluar dari desanya untuk cari kerja. Kalau penghasilan dari pengelolaan sampah organik besar kenapa cari kerja diluar,” ungkapnya.
Guna merealisasi cita-ciatanya tersebut, Cak Pentol mengaku sudah berkoordinasi dengan Pemkab (Pemerintah Kabupaten) Malang. Salah satunya kepada Bupati Malang Sanusi yang saat ini kembali mencalonkan diri sebagai incumbent.
”Saya hanya kepikiran soal pengelolaan sampah, saya tidak terlalu paham soal politik. Tapi kalau disuruh milih, saya pilih Abah Sanusi. Logikanya sederhana, dia sudah pernah memimpin. Jadi tidak perlu belajar dari awal lagi, ibarat naik sepeda atau mobil kan gitu, kalau sudah bisa kenapa belajar lagi,” tukasnya.
Bak gayung bersambut, apa yang jadi keluhan Cak Pentol dan warga Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, langsung didengarkan oleh sosok Bupati Malang Sanusi yang kembali mencalonkan diri dalam kontestasi Pilkada Kabupaten Malang.
Dalam kesempatan kampanye pada Rabu (28/10/2020) lalu, Calon Bupati Malang dari paslon SanDi (Sanusi-Didik Gatot Subroto) nomor urut 1 ini, menyanggupi apa yang jadi permintaan warga di sektor pengelolaan sampah. Yakni perihal pengadaan armada pengangkut sampah.
”Mereka terdiri dari 3 grup, dalam aspirasinya Cak Pentol tadi minta bantual 3 pick up atau motor roda 3. Tadi waktu kampanye saya didampingi dengan anggota dewan, jadi dipastikan pengadaan armada pengangkut sampah itu bisa segera terealisasi di anggaran tahun 2021 mendatang,” ucap Sanusi saat ditemui usai kampanye di Kecamatan Wagir, Rabu (28/10/2020).