Kepolisian Resort Blitar terus melakukan pendalaman penyelidikan kasus anak di bawah umur yang dihamili ayah angkatnya.
Setelah menetapkan ayah angkat sebagai tersangka, polisi melakukan pembongkaran makam janin hasil aborsi. Pembongkaran makam dilakukan di sebuah pemakaman umum di lingkungan Tejo, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar.
Baca Juga : Banyak Hoaks soal UU Cipta Kerja, Jokowi: Ini untuk Ciptakan Lapangan Kerja Baru
Polisi mencari keberadaan kuburan janin yang digugurkan. Hasilnya, makam si jabang bayi ditemukan di sebuah gundukan tanah di antara makam dua orang dewasa di TPI lingkungan Tejo. Setelah ditemukan, polisi langsung melakukan pembongkaran dan menemukan bungkusan kain, di mana di dalamnya terdapat gumpalan darah yang diduga serpihan badan janin yang telah digugurkan.
“Pembongkaran makam ini adalah tindak lanjut penyelidikan dari kasus persetubuhan dengan tersangka ayah angkat. Korban merupakan anak angkat yang masih berusia 16 tahun. Setelah hamil, kandungannya diaborsi,” ungkap Kasatreskrim Polres Blitar AKP Dony Kristian Baralangi, Minggu (11/10/2020).
Dikatakannya, janin yang ditemukan dari pembongkaran makam saat ini telah dikirim ke laboratorium. Ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana aborsi dilakukan.
“Janin dikirim ke laboratorium untuk mengetahui secara pasti. Apakah janin itu digugurkan menggunakan obat-obatan atau dengan cara lain,” terangnya.
Diberitakan sebelumnya, seorang PNS di Blitar berinisial F dilaporkan diringkus polisi setelah menghamili anak angkatnya. Perbuatan asusila yang dilakukan F terhadap anak angkatnya terbongkar setelah korban mengalami sakit dan mengaku baru keguguran kepada kakak kandungnya.
Korban mengeluh sakit perut. Setelah didesak oleh kakak kandungnya, korban akhirnya mengaku, jika dia baru saja keguguran akibat aborsi. Korban dengan jujur mengakui jika F alias AAG telah menghamilinya.
“Korban cerita kepada kakak kandungnya. Ayah angkatnya yang bekerja sebagai PNS telah menghamilinya,” terang Bara.
Tidak terima dengan perbuatan pelaku, kakak korban kemudian melaporkan kejadian ini ke Polsek Wlingi. Namun karena korban masih di bawah umur, kemudian dilimpahkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Blitar. “Laporan pertama di Polsek Wlingi. Karena korban masih di bawah umur, kasus ini kemudian dilimpahkan ke Unit PPA Polres Blitar,” jelasnya.
Baca Juga : Kasus Kekerasan Anak di Probolinggo Naik selama Pandemi Covid-19
Bara menambahkan, korban yang merupakan anak yatim piatu diangkat sebagai anak pelaku saat masih duduk di bangku kelas 3 SMP. Sementara kronologi kejadian persetubuhan itu berawal saat pelaku pulang ke rumah dalam kondisi mabuk sekitar bulan Juli lalu. Saat itu pelaku langsung masuk ke kamar korban dan memaksa korban untuk melakukan hubungan badan.
“Korban diangkat anak sejak kelas 3 SMP. Sekarang korban duduk di bangku kelas 1 SMA,” pungkasnya.