Angka back log (kekurangan rumah) di Tulungagung masih tinggi. Dari data pada tahun 2020 ini masih ada puluhan ribu masyarakat Tulungagung yang belum mempunyai rumah sendiri. mereka rata-rata masih ngontrak atau gabung dengan keluarga lainnya.
Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Sumber Daya air kabupaten Tulungagung, Anang Pratistianto menjelaskan hingga saat ini ada sekitar 56 ribu KK yang belum mempunyai rumah.
Baca Juga : Bau Got di Desa Beji Selesai, Pabrik Bihun Bersedia Bangun Bak Kontrol
Pihaknya masih mempunyai formula yang tepat untuk mengurangi angka back log di Tulungagung, mengingat minimnya pembangunan perumahan bersubsidi di Tulungagung, serta belum selesainya rusunawa (rumah susun sewa) ke dua Desa Ringinpitu, Kecamatan Kedungwaru.
“Sampai sekarang belum ada pergerakan untuk penguranganya, karena memang usaha kita masih dalam taraf pelaksanaanya (pembagunan),” ujar Anang.
Rata-rata angka back log didominasi oleh pasangan yang masuk usia milenial atau usia produktif.
Dari data miliknya, usia milenial yang belum mempunyai hunian sekitar 60 persen dari total angka back log.
Disinggung tak adanya pembangunan rumah bersubsidi di Tulungagung, Anang menjelaskan sudah mengumpulkan pengembang perumahan. Dari keterangan pengembang perumahan, mereka enggan membangun di Tulungagung lantaran dianggap tak menguntungkan dari segi finansial.
“Kendalanya kata mereka (pengembang) harga tanah di tulungaung terus meninkat, sehingga kalau dibangun mereka tidak ada keuntungan,” terang Anang.
Untuk mengurangi back log, pihaknya saat ini mengajukan penambahan 3 rumah sususn pada pemerintah pusat.
Jika disetujui, rencananya tahun depan sudah bisa dilakukan pembangunan.
Sementara itu salah satu pengembang di Tulungagung, Herman Widyanto menjelaskan kendala pembangunan perumahan bersubsidi di Tulungagung. Rumitnya birokrasi di Tulungagung menjadi kendala pembangunan perumahan.
Pasalnya peta tata ruang di Tulungagung masih memakai peta lama yang dianggap tidak sesuai dengan kondisi sekarang.
“Jadi peta lama yang masih hijau, padahal kondisinya sekarang sudah dikelilingi pemukiman, itu sampai sekarang belum pernah dikeluarkan izin,” ujar Herman.
Dirinya berharap ada relaksasi dari pemerintah terkait perizinan pembangunan perumahan di Tulungagung.
Akibatnya, angka back log di Tulungagung tak akan berkurang. Selain itu, imbas berbelitnya birokrasi memaksa pengembang lebih memilih membangun perumahan di luar kota, yang dianggap perizinannya lebih mudah.
“Jadi saya mohon ada kemudahan perizinan di Tulungagung yang lebih memihak untuk mengambangkan (perumahan) untuk MBR (masyarakat berpenghasilan rendah),” harapnya.
Disinggung harga tanah yang tinggi menjadi salah satu faktor minimnya pembangunan perumahan bersubsidi, Herman menyanggahnya. Pengembang tak terpengaruh dengan harga tanah yang tinggi. Hal itu menjadi tantangan tersendiri baginya untuk berkompetisi mengembangkan perumahan.
Harga tanah yang tinggi bukanlah faktor utama, namun menjadi salah satu faktor. Justru yang paling dominan adalah faktor birokrasi.
“Tidak benar kalau back log di Tulungagung akibat harga tanah yang tinggi,” terangnya.