Polisi terus mendalami kasus penyelundupan ribuan pil koplo dengan dimasukkan ke dalam buah salak ke Lapas Kelas II B. Kabarnya, penyidik sudah mengantongi satu nama yang diduga sebagai pemasok barang haram tersebut.
Kasatreskoba Polres Jombang AKP Moch Mukid membenarkan, pihaknya telah mengantongi identitas yang diduga memasok pil koplo ke Lapas Jombang melalui Vina Nofes Tianingsih (33). Wanita asal Desa Kedungmlati, Kecamatan Kesamben, Jombang ini, menyelundupkan 1.815 pil koplo dengan cara memasukkannya ke dalam buah salak.
Baca Juga : Empat Bulan Bebas, Residivis Pengedar Narkoba Ini Kembali Ditangkap Polisi
"Pemasok itu seorang laki-laki dan identitasnya sudah kita kantongi," ujarnya kepada wartawan, Jumat (4/9).
Kendati mengaku sudah mengantongi identitas pemasok pil koplo, namun polisi masih berhati-hati untuk melangkah. Orang yang diduga bandar itu, kata Mukid, tergolong licik. Untuk itu, ia terus berkoordinasi dengan Polda Jatim untuk mengungkap jaringan pil koplo ke Lapas tersebut.
"Ini masih terus kita dalami untuk mengetahui siapa pemasok pil koplo itu. Kita juga koordinasi kerjasama dengan Polda Jatim. Mohon doanya, semoga segera terungkap," tandasnya.
Ibu tiga anak ini ditangkap jajaran Satreskoba Polres Jombang di kediaman orang tuanya di Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk, pada Senin (24/8). Vina ditangkap lantaran mengirim buah salak berisi pil koplo ke suaminya Hermanto (35), yang ada di Lapas Kelas II B Jombang.
Baca Juga : Pasok Double L ke Gerombolan Pemabuk, Jabrik Akhirnya Tertangkap Polisi
Dari hasil pemeriksaan pelaku dan suaminya, terungkap bahwa penyelundupan obat keras berbahaya (okerbaya) ke Lapas Jombang sudah dua kali dilakukan. Pengiriman pertama dilakukan Vina pada Bulan Juli sebanyak 900 butir. Ia menyelundupkan pil koplo saat itu, dengan modus yang sama. Yakni dengan memasukkan pil koplo ke dalam buah salak.
Dari situ, polisi juga mengungkap bahwa pil koplo diperjualbelikan di dalam Lapas dengan harga yang tinggi. "Dari pemeriksaan lanjutan yang kita lakukan kemarin, bahwa suaminya mengakui di dalam itu dijual lagi. Dijual ke para napi per 10 butir seharga Rp 30-50 ribu. Jadi keuntungannya itu memang agak menggiurkan, dari belinya seharga Rp 1 juta bisa dijual lagi hingga Rp 3 juta," kata Mukid.
Sementara ini, lanjut Mukid, suami Vina belum bisa ditetapkan tersangka. Status Hermanto masih sebagai saksi, untuk mengungkap jaringan di atasnya. Sedangkan, Vina sudah ditetapkan tersangka dan terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.
"Atas perbuatannya, Vina diganjar Pasal 196 UU no 36 tahun 2009 tentang kesehatan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun," pungkasnya.(*)