Pasca kehadiran Kemensos di Tulungagung, pro kontra tentang Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) mereda. Bahkan, di beberapa tempat pola distribusi dan komoditas yang diberikan agen atau E-Warung makin bervariasi.
Selain itu, banyak yang sudah mempraktikkan pola pre order, atau memesan barang pada agen sesuai kemauan Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Baca Juga : Masa Pemulihan Perekonomian, OPD Kota Batu Diminta Tak Ragu Maksimalkan Anggaran
Apakah situasi yang terjadi karena BPNT telah dijalankan sesuai Pedoman Umum (Pedum) tahun 2020 atau memang komoditas yang diterima KPM sudah sesuai dengan harapan semua pihak.
Aktivis Masyarakat Kritis Tulungagung (MKT), Yoyok Nugroho menegaskan jika pelaksanaan BPNT di Tulungagung belum sesuai pedum. Bahkan, dirinya bersama teman-teman LSM lainnya telah membawa masalah BPNT ke pihak penegak hukum.
"Kedatangan Kemensos sama belum membuat BPNT dilaksanakan sesuai pedum, barang yang diterima KPM berdasarkan temuan kami tetap dalam bentuk paketan," ujar Yoyok, Selasa (25/08/2020).
Lanjutnya, tim koordinasi bansos pangan Kabupaten Tulungagung belum melakukan perubahan skema apapun sehingga hingga saat ini pelaksanaan dilapangan masih seperti sebelumnya.
"Terjadinya carut marut dan indikasi monopoli yang terjadi pada program BPNT adalah
disebabkan oleh kebijakan dinas terkait yang tidak menjalankan Juknis dari Permensos dengan
benar karena memberi peluang pada pihak ke-3 untuk menjadi supplier dan memaksakan kehendak kepada e-warung berupa paketan sembako," paparnya.
Oleh karenanya, menurut Yoyok KPM sudah dirugikan karena harus menerima paketan yang belum tentu diperlukan dan dalam hitungannya BPNT di Tulungagung terjadi kebocoran sebesar 1.501.920.000 rupiah.
Selain itu, dalam BPNT perluasan Yoyok menerangkan jika terjadi kejanggalan, karena dalam bantuan dampak Covid-19 yang dimulai pada bulan April hingga Desember KPM juga menerima barang paketan.
"Saldo pada e-money KPM sudah didebet (0 rupiah) padahal belum seluruh paket
diterima dan bahkan komoditas diserahkan di rumah agen yang tidak sesuai dengan ketentuan," ungkapnya.
Dalam BPNT perluasan ini, Yoyok menghitung perkiraan kebocoran mencapai 1.005.000.000 rupiah.
Baca Juga : Harga Gurami Jatuh di Tulungagung, Dinas Perikanan Contohkan Blitar untuk Komoditas BPNT
Lebih parah lagi, Yoyok juga membuka adanya indikasi manipulasi dan penumpukan JPS (Jaring Pengaman Sosia) Bantuan Provinsi Jatim.
Adanya indikasi manipulasi JPS BanProv jatim sangat tampak nyata pada kecamatan kota di Kabupaten Tulungagung, karena berdasarkan juknis dari Gubernur besaran di kelurahan adalah
100 ribu rupiah/ KPM sedangkan untuk wilayah desa adalah 200 ribu/ KPM.
"Dana banprov 100 ribu ini diikutkan atau digabungkan dengan penerima BPNT perluasan lewat KKS (kartu keluarga sejahtera/e-money).
Saldo ini akan terdebet menjadi Rp 0 ketika penerimaan bantuan BPNT perluasan," bebernya.
Struk/print outnya menurut Yoyok, tidak diserahkan pada KPM sebagai bukti pembayaran yang sah. Dalam hitungannya, kebocoran dalam program ini mencapai angka 449.400.000 rupiah.
Yoyok tidak membuka siapa intansi atau oknum yang dilaporkan dan diduga menikmati keuntungan dari kebocoran program tersebut.