Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang (UIN Malang), Prof Dr Abdul Haris MAg mengukuhkan dua guru besar, Rabu (12/8/2020). Salah satunya yakni Guru Besar Dalam Bidang llmu Biologi Fakultas Sains dan Teknologi (Saintek), Prof Dr drh Hj Bayyinatul Muchtaromah MSi.
Bertempat di Gedung Rektorat lantai 5, Prof Bayyinatul memaparkan orasi ilmiahnya yang berjudul "Pengembangan Jamu Tradisional Berbasis Nano Teknologi (Suatu Upaya Standarisasi dan Saintifikasi Herbal di Indonesia)".
Baca Juga : Cegah Penularan Covid 19, Mahasiswa KKN UMM Kenalkan Tanaman Herbal di Pamekasan
Penggunaan tanaman obat menjadi budaya pengobatan tradisional secara turun temurun di Indonesia. Obat tradisional yang ada di Indonesia ini kita kenal dengan sebutan jamu.
Jamu adalah produk ramuan bahan alam asli yang digunakan untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan penyakit, pemulihan kesehatan, kebugaran, dan kecantikan. Jamu dibuat dari bahan-bahan alami, berupa bagian dari tumbuhan seperti rimpang (akar-akaran), daun-daunan, kulit batang, dan buah.
Namun, dikatakan Prof Bayyinatul jamu masih belum punya dasar saintifikasi yang bagus.
"Artinya, belum ada penelitian yang memperkuat bagaimana penggunaan jamu, kemudian dosis yang dibutuhkan itu sebenarnya mestinya berapa, kemudian cara penggunaannya, seperti apa efek sampingnya, dan seterusnya," terangnya ditemui usai pengukuhan.
Selain itu, rata-rata jamu berdosis cukup besar dengan rasa yang kurang enak (biasanya pahit), cara penyajiannya pun tradisional. Hal ini mendasari Prof Bayyinatul membuat inovasi terkait bagaimana agar bentuk jamu itu dibuat sebagai nanopartikel melalui teknologi nano.
"Di era modern ini, nanoteknologi berkembang pesat di berbagai bidang, termasuk bidang kesehatan. Saya yakin upaya pengembangan jamu tradisional atau herbal berbasis nanoteknologi akan memberikan manfaat dan memiliki peran yang besar dalam upaya standarisasi dan saintifikasi herbal di Indonesia," katanya.
Kata dia, pengembangan jamu tradisional namun berbasis nanoteknologi merupakan suatu upaya standarisasi dan saintifikasi jamu di Indonesia.
Jamu memang telah diterima di kalangan masyarakat sebagai pengobatan, namun belum tentu diterima di kalangan medis sebagai alternatif obat. Hal ini yang mendorong keberadaan saintifikasi jamu. Saintifikasi berperan untuk mendeteksi keamanan bahan jamu, khususnya dari segi formulasi, distribusi, mutu dan budidayanya.
Dengan adanya saintifikasi ini, pemanfaatan jamu atau obat tradisional dapat dikonsumsi sesuai dosis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan memenuhi indikasi medis.
Baca Juga : Belajar Gembira di Masa Pandemi, FTI Unisba Blitar Dorong Gagasan Baru Lewat Webinar
"Data menunjukkan bahwa pengembangan jamu tradisional dengan memanfaatkan sentuhan teknologi nano sangat prospektif, sehingga jamu akan bisa menjadi solusi di dalam memelihara kesehatan yang diakui oleh sistem pengobatan modern dan pada gilirannya juga akan meningkatkan pendapatan masyarakat," tandasnya.
Ya, meningkatnya kesadaran masyarakat akan penggunaan produk alami seperti jamu sebagai alternatif obat merupakan peluang besar bagi para peneliti maupun Industri Jamu dan UMKM.
Prof Haris menyampaikan, bahwa penelitian dari Prof Bayyinatul sangat menarik lantaran kontekstual dengan kondisi objektif sekarang ini, di mana kita semua dihadapkan dengan pandemi covid-19.
"Andai saja diteruskan penelitiannya akan bermanfaat dan akan memberikan kontribusi luar biasa untuk seluruh manusia," harap Prof Haris.
Ditemui usai pengukuhan, Prof Haris mengungkapkan bahwa pada periodenya, sudah tambahan 12 guru besar.
"Tahun 2020 ini tambah 6. Sebelumnya 6, sekarang tambah 6 jadi 12. Ada yang lagi yang mengajukan itu sejumlah 23 orang. Mudah-mudahan yang telah mengajukan itu turun SK-nya tahun 2020," tandasnya.
Setelah pengukuhan hari ini, di bulan Agustus ini menyusul sejumlah 4 guru besar lagi yang akan dikukuhkan.