Ketika mendengar Pemadam Kebakaran (Damkar) pikiran kita tentu langsung tertuju pada kebakaran. Nyatanya petugas yang mempunyai slogan “pantang pulang sebelum api padam, walaupun nyawa taruhannya" ini tak selamanya bergelut dengan api.
Saat memadamkan kebakaran mereka selalu memakai jaket tahan panas, helm dan sepatu boot berwarna cerah. Kala tak ada kebakaran, mereka berseragam orange terkadang biru dengan badge di kanan kirinya.
Baca Juga : LSM Cakra Ungkap Warga Miskin di Pagerwojo Dapat BPNT Ikan Teri
Selain bergelut memadamkan api, petugas ini juga sering menjadi pawang tawon. Bahkan, tidak jarang juga menjadi pawang ular. "Seringkali, warga memanggil tim pemadam kebakaran hanya untuk evakuasi sarang lebah ataupun ular," kata Kabid Damkar Satpol PP Tulungagung, Gatut Sunu.
Untuk sarang tawon, tak semua laporan warga ditindaklanjuti dengan evakuasi sarang tawon, hanya yang dianggap berbahaya saja yang dievakuasi.
Pihaknya mencoba memberi pengertian pada warga jika tawon vespa atau tawon ndas (bahasa Jawa- red) merupakan salah satu hewan yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan alam. Jika terlalu banyak yang dievakuasi, takutnya keseimbangan ekosistem akan terganggu.
"Kalau sarang tawon berada jauh dari pemukiman, kalau bisa dipertahankan. Karena, mereka ciptaan Allah. Pasti ada fungsi dan tugasnya di ekosistem alamnya," tuturnya.
Dalam menjalankan tugasnya, Damkar selalu melengkapi dengan alat keselamatan, seperti helm atau sepatu boot. Penggunaan alat pelindung penting lantaran dalam menjalankan tugasnya tak seluruhnya berjalan mulus.
Tim damkar pernah jatuh dari atap saat evakuasi sarang tawon, bahkan pernah lebam hampir semua wajah karena tersengat lebah tersebut.
"Kita tetap safety. Tidak asal mengevakuasi gitu. Makanya ketika tidak ada kebakaran, di kantor teman-teman belajar bagaimana cara evakuasi hewan liar tersebut. Meskipun kita belajar secara otodidak," terangnya.
Selain evakuasi sarang tawon, Damkar juga pernah diperbantukan untuk mengevakuasi mayat di tandon air dan di selokan. Tak sedikit pula permintaan warga yang tergolong unik, yaitu melepas cincin dari tangan warga.
Warga yang kesulitan melepas cincin biasanya langsung datang ke kantor Damkar di gang 4 Kelurahan Bago. "Sudah lima kali ini. Rerata kondisinya jari sudah membengkak," katanya.
Baca Juga : Polisi Obrak Balap Liar Seputar Jalan Ciliwung, Pelaku Kocar-Kacir hingga Masuk SPBU
Gatut menuturkan, warga yang meminta bantuan melepas cincin, mereka mengetahui tugas Damkar dari melihat tayangan Youtube atau berita dari daerah lain.
Untuk melepas cincin, petugas menggunakan mesin gergaji kecil. Sebelum digergaji, antara cincin dan tangan warga diberi sekat dengan sendok agar tidak melukai tangan. Saat pemotongan selalu diberi air agar tidak panas.
"Risikonya ya terbelah. Karena kami masih pakai gergaji. Sebenarnya ada trik pakai benang. Tapi ini kami masih mempelajarinya," terangnya.
Disinggung apakah tugas yang kompleks tersebut, diimbangi sarpras yang memadahi ? Jelas Gatot kalau bicara tentang standard pelayanan minimal (SPM) yang ditentukan Kemendagri nomor 114 tahun 2018, mulai dari Sumber Daya Manusia yang terbatas, fast Respon Time-nya, hingga sarpras untuk Tulungagung masih belum memadai.
Namun, pihaknya berusaha semaksimal mungkin dengan kondisi saat ini. Sembari, berusaha mengusulkan untuk melengkapi sarpras untuk memenuhi SPM tersebut.
"Saat ini terus terang, truk pemadam yang ready gunakan hanya dua saja, sedangkan yang satunya sudah tua dan sudah tidak dapat digunakan karena sering rusak. Lantas, kami dibantu dua truk suplai dan maksimalkan pompa yang ada di lokasi," tandasnya.