Pemkab Tulungagung menerapkan aturan ketat untuk penanganan covid-19. Salah satunya dengan menerapkan karantina bagi pasien reaktif rapid test dan positif covid-19.
Mereka yang dikarantina tentu harus berpisah sementara dengan keluarganya. Mereka harus menahan rindu lantaran dilarang bertemu dengan orang lain selama dikarantina.
Baca Juga : Jumlah Positif Covid-19 di Jember Terus Bertambah, Kecamatan Jombang Tertinggi
Kondisi itu pula yang dialami JR. Pria ini harus menahan rindu bertemu keluarganya setelah dikarantina lantaran terkonfirmasi positif covid-19.
Namun rasa kangen JR bisa terobati lantaran kini Taruna Tanggap Bencana (Tagana) Tulungagung menyediakan bilik kangen bagi pasien yang dikarantina.
Bilik berukuran 2 x 2 meter ini berupa ruangan transparan. Pengunjung dan pasien bisa bertemu dan bertatap muka langsung meski dibatasi lapisan akrilik tembus pandang.
JR mengaku sangat terbantu dengan bilik tombo kangen yang didirikan Tagana Tulungagung itu. Dengan bilik ini, kerinduan kepada keluarganya bisa terobati karena bisa bertemu langsung.
Kebahagiaan ini diungkapkan oleh Idris, anak JR. "Marem (bahagia) kalau bisa berbicara langsung. Mau kirim barang sekarang juga bisa langsung ketemu,” ujarnya.
Idris biasa membawa makanan dan jamu untuk kesehatan ayahnya. JR memang mempunyai masalah di perut sehingga rutin minum temulawak dan kunyit untuk terapi.
“Sebenarnya ayah sehat. Hanya ada masalah asam lambung. Semoga lekas sehat dan kembali pulang,” kata Idris.
Sebelum ada bilik kangen, Idris hanya menghubungi ayahnya lewat sambungan telepon. “Kami tidak bisa video call. Bapak saya tidak bisa memakai HP (smartphone). Jadi, hanya dengar suara saja,” ucap Idris saat ditemui di halaman depan rusunawa IAIN Tulungagung.
Baca Juga : Belum Melandai, Jumlah Pasien Positif Covid-19 Kota Malang Bertambah Lagi 6 Orang
Selama ini keluarga memang tidak bisa bertemu langsung dengan pasien karena khawatir tertular. Idris dan keluarga pasien lain yang mengantar barang biasanya menitipkan di satpam, kemudian pulang.
Jika sudah kangen, JR diminta naik ke lantai atas rusunawa IAIN. Sementara keluarganya berada di area rel kereta api yang ada di sisi luar tembok pembatas sebelah utara.
“Kalau sudah kangen, Bapak di lantai atas. Terus kami da-da-da-da (saling melambaikan tangan) dari kejauhan. Kami saling menyapa sambil teriak,” kenang Idris.
Namun kini Idris langsung bisa menyapa dan bertatap muka dengan sosok ayahnya berkat bilik kangen itu.