Akhir Mei 2020 adalah waktu dimana Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Kabupaten Malang Didik Budi Muljono menuju akhir masa pensiunnya menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara). Untuk itu dibutuhkannya panitia seleksi (pansel) Sekda yang terdiri dari dua orang dari Provinsi Jawa Timur dan tiga orang akademisi.
Pembentukan pansel dibentuk langsung oleh Bupati Malang Sanusi dengan tidak melibatkan ketua tim Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepegawaian) dalam hal ini dijabat oleh Didik Budi.
Sanusi telah merekomendasikan nama-nama dari unsur akademisi yakni Rektor Universitas Brawijaya, Rektor Universitas Islam Malang dan Pembantu Rektor Tiga Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Serta dua pihak dari Provinsi Jawa Timur yakni BKD (Badan Kepegawaian Daerah) dan KanReg Jawa Timur.
Disinyalir, aroma pilkada 2020 masih pekat di tengah pandemi covid-19, terendus adanya dua kekuatan yang sedang bertarung. Dalam proses seleksi calon Sekda Kabupaten Malang.
Aroma sengit itu dimulai sejak Didik Budi mendaftarkan dirinya ke PDI Perjuangan sebagai bakal calon Bupati 2020. Sedang Sanusi yang terkesan digantung saat dirinya maju lewat PKB, akhirnya bisa merapat dan diberi restu Megawati Soekarnoputri.
Pertempuran diam-diam antara kedua pejabat tinggi di Kabupaten Malang itu pun berlangsung sengit, walau di permukaan hanya terlihat riaknya saja. Pertempuran yang menyeret para ASN Kabupaten Malang untuk saling berhadap-hadapan.
Walau dikesankan Sanusi masih di atas angin. Didik yang masih menjabat Sekda tentunya juga banyak parpol yang meliriknya untuk ikut bergabung di pertarungan pilkada 2020. Terpinggir di PDI Perjuangan, Didik masih punya ruang lebar untuk kembali berhadapan dengan Sanusi, nantinya.
Bahkan, banyak informasi Didik Budi pun memainkan perannya sebagai Sekda dalam persoalan pansel calon penggantinya. Hingga adanya komunikasi untuk kebijakan lain di tengah pandemi covid-19, yaitu memperpanjang masa jabatan Didik sebagai Sekda.
Banyaknya polemik ini yang membuat M Lukman Hakim, Ahli Tata Kelola Pemerintahan Universitas Brawijaya Malang, ikut urun rembuk menyampaikan pendapatnya.
Dirinya menyebut, polemik pemilihan Sekda Kabupaten Malang sarat dengan pencampur adukan antara birokrasi dengan intervensi politik menuju Pilkada Kabupaten Malang 2020.
“Semua kekacauan ini berawal dari campur aduknya antara politik dan birokrasi. Saya termasuk orang yang percaya bahwa keduanya sebaiknya tidak dicampur aduk. Biarlah politik berjalan dalam dunianya, dan birokrasi dengan dunianya, walaupun sesekali kadang bertemu,” ujarnya saat dminta pendapat oleh pewarta, Sabtu (2/5/2020).
Lukman juga sedikit menuturkan terkait pendapat para ahli yang menyatakan bahwa birokrasi harus bebas dari intervensi politik.
“Pendapat Ahli birokrasi Woodrow Wilson (1887) saya kira masih diperlukan sampai saat ini bahwa birokrasi sebaiknya bebas dari intervensi politik. Karena begitu kepentingan politik masuk, maka birokrasi tidak akan dapat berjalan dengan baik,” ungkapnya.
Terkait penunjukkan pansel Sekda 3 (tiga) orang dari akademisi di lingkungan kampus di Malang, Lukman menuturkan hal itu sudah benar dan jelas disebutkan pada klausul Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
Pansel dibentuk dengan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dalam hal ini Bupati, setelah mendapat rekomendasi dari KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara). PPK harus mengajukan usulan susunan anggota pansel dengan melampirkan biodata kandidat pansel untuk ditelaah dan diperhatikan kesesuaiannya dengan syarat untuk menjadi anggota pansel yang sudah ditetapkan.
Dalam klausul Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatus Sipil Negara juga disebutkan bahwa pansel berjumlah ganjil dengan paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang, dengan perbandingan anggota pansel dari unsur internal instansi paling banyak 45 persen dan unsur eksternal paling sedikit 55 persen.
Lukman juga melihat konteks pada pemilihan Sekda Kabupaten Malang yang sarat akan intervensi politik dari bebagai pihak telah terjadi sebelum Sekda aktif Didik Budi Muljono akan mencalonkan diri sebagai Calon Bupati Malang melawan petahana Sanusi.
“Dalam konteks kabupaten Malang persolannya sesungguhnya tidak dimulai saat Sekda aktif ingin mencalonkan diri menjadi Bupati melawan Petahana, tapi jauh sebelum itu bukti-bukti bahwa Intervensi politik demikian kuat mengintervensi birokrasi,” tuturnya.
Lukman mengatakan jika melihat ke belakang saat era desentralisasi dimulai, proses masuknya politik ke dalam birokrasi sesungguhnya telah dimulai. “Karena itu saat Bupati baru terpilih maka pemandangan selanjutnya yang kita saksikan adalah mutasi ASN secara besar besaran,” ujarnya.
“Karena itu sudah menjadi rahasia umum, bahwa eselon 2 (dua) dan 3 (tiga) pasti diisi oleh aparatur yang dekat dengan Bupati terpilih,” imbuhnya.
Terdapat beberapa nama yang bermunculan, seperti Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Cipta Karya (DPKPCK) Kabupaten Malan, Wahyu Hidayat, Kepala Inspektorat Kabupaten Malang, Tridiyah Maistuti, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Malang, Tomie Herawanto dan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembang Sumber Saya Manusia (BKPSDM), Nurman Ramdansyah.
Melihat nama-nama yang bermunculan tersebut yang semuanya dari lingkungan Pemerintah Kabupaten Malang, Lukman berpendapat bahwa lebih baik yang mengisi posisi Sekda di Kabupaten Malang utusan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
“Dengan situasi yang terjadi saat ini, yang terlihat politis, apalagi menjelang Pemilukada. Saya kira akan lebih tepat jika Sekda diangkat dari ASN Pemprov, bukan dari Pemkab Malang,” tegasnya..
Lukman beralasan jika kondisi perebutan kursi Sekda terjadi dengan dibumbui intervensi politik kedua belah pihak antara kubu Bupati Sanusi dengan Sekda aktif Didik Budi Muljono akan menurunkan netralitas ASN menjelang Pilkada Kabupaten Malang 2020.
“Lomba jago calon Sekda pengganti antara Bupati dan Sekda aktif saat ini adalah pemandangan selanjutnya dari kuatnya intervensi politik ke dalam birokrasi. Jika kondisi semacam ini terus berlanjut maka akan berpotensi menggerus netralitas ASN saat Pemilukada berlangsung,” jelasnya.