Mangkraknya penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi mantan Wali Kota Surabaya Bambang DH memantik reaksi dari akademisi Fakultas Hukum Universitas Airlangga I Wayan Titip Sulaksana, SH, MS. Wayan sapaan akrabnya menilai ada yang janggal dalam kasus ini.
Karena itu Wayan berinisiatif untuk melakukan legal litigasi. Yaitu, dengan mengajukan gugatan pra peradilan. Namun bukan dia yang mendaftarkan melainkan rekan advokat.
"Kalau saya tidak bisa, karena akademisi. Ini lagi mencari teman-teman pengacara yang memiliki idealisme tinggi. Sebab tidak mudah itu," ujarnya kepada SurabayaTIMES.
Wayan merasa prihatin dengan adanya kasus ini. Sebab sudah hampir satu dekade namun belum ada kejelasan. "Kasusnya seperti setrikaan. Mondar-mandir ke sana ke mari," bebernya.
Dia menjelaskan berkas setidaknya sudah sepuluh kali dikembalikan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) ke penyidik Unit Tipikor Ditreskrimsus Polda Jatim. "Sejak kembali yang kesembilan kalinya itu saya memiliki inisiatif untuk mengajukan gugatan bersama kawan-kawan," lanjutnya.
Menurut dia kasus ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Karena merupakan kejahatan korupsi dan demi penegakan hukum. "Kasihan kalau Bambang DH jadi tersangka seumur hidup," tegasnya.
Dia menjelaskan kasus ini harus segera clear. Jika memang Bambang DH tidak terbukti bersalah maka harus ada SP3. Namun jika tidak harus tetap lanjut dengan dinaikkan ke tingkat pengadilan.
"Bagi tersangka juga tidak perlu takut. Karena ini masih dugaan. Jika memang tidak terbukti kan nanti bisa bebas di pengadilan," lanjut pria yang juga dosen Unair ini.
Bagi Wayan kasus ini serasa tidak adil. Karena sudah ada beberapa orang yang divonis bersalah sebelumnya. Seperti mantan Ketua DPRD Surabaya Musyafak Rouf, mantan Sekretaris Kota Surabaya Sukamto Hadi, mantan asisten II Pemkot Surabaya Muklas Udin dan mantan bagian keuangan Pemkot Surabaya Purwito.
Semuanya sudah menjalani vonis hukuman dan bahkan sampai bebas dari jeratan kasus korupsi jasa pungutan. "Anak buah apa bisa melakukan tanpa ada persetujuan dari bos? Kan logikanya seperti itu," beber Wayan kembali.
Bagi Wayan yang bermasalah bukan lah di penyidik kepolisian. Tapi dari pihak Kejaksaan Tinggi. "Kenapa berkas sudah dipenuhi sesuai petunjuk dan selalu dikembalikan kembali," tanya dia.
Bahkan Wayan mengaku pernah melihat sendiri berkas perkara ini. Ada dua bendel dengan ketebalan seperti bantal. "Harusnya kejaksaan dan polisi duduk bersama. Maunya seperti apa," cetusnya.
Dia menilai dalam kasus ini ada intervensi yang bersifat politis. Sebab, yang menjadi tersangka adalah petinggi partai dari penguasa PDIP. "Ada rasa ewuh pakewuh," kata pria berambut putih ini.
Dengan adanya fakta ini Wayan menilai jika hukum di Indonesia masih tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Sebab teorinya semakin dekat dengan kekuasaan, semakin sulit orang tersebut dijangkau oleh hukum.
Kasus dana Japung mulai diusut Direktorat Kriminal Khusus Polda Jatim sejak 2010. Kasus yang merugikan negara Rp 720 juta tersebut, membuat empat pejabat Pemkot Surabaya saat itu harus merasakan dinginnya lantai penjara. Bahkan keempatnya sudah menghirup udara segar alias bebas.
Mereka yang mantan narapidana dalam kasus Japung yakni mantan Ketua DPRD Surabaya, Musyafak Rouf; mantan Asisten II Pemkot Surabaya, Muklas Udin; mantan Sekretaris Kota, Sukamto Hadi; serta mantan Bagian Keuangan Pemkot Surabaya, Purwito.
2012, Polda Jatim membuka lagi kasus Japung hasil pengembangan dari fakta persidangan Musyafak dkk. Setahun berselang, penyidik menetapkan Bambang DH sebagai tersangka setelah ditemukan bukti dugaan keterlibatan anggota DPRD Jatim itu.