Sidang PHPU Pilkada Kota Blitar 2024: Dinamika, Teguran, dan Polemik Legal Standing
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
18 - Jan - 2025, 02:53
JATIMTIMES- Sidang sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Blitar 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi panggung utama bagi persaingan politik yang mendebarkan.
Jumat, 17 Januari 2025, Ruang Sidang Panel 2 MK di Jakarta menjadi saksi lanjutan agenda perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) dengan mendengarkan jawaban termohon, keterangan pihak terkait, dan Bawaslu, serta pengesahan alat bukti.
Baca Juga : Kasus Agus Buntung: Mendorong Pembenahan Aksesibilitas Penjara bagi Narapidana Disabilitas
Gugatan ini diajukan pasangan calon (paslon) nomor urut 01, Bambang Rianto-Bayu Setyo Kuncoro, yang menuding adanya pelanggaran serius dalam proses pemungutan suara. Jika gugatan mereka tidak diterima, paslon nomor urut 02, Mas Ibin-Mbak Elim, dipastikan segera dilantik sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Blitar.
Hakim Tegur Ketua Bawaslu Kota Blitar
Sorotan utama sidang kali ini adalah teguran keras yang dilayangkan Hakim Konstitusi Saldi Isra kepada Ketua Bawaslu Kota Blitar, Roma Hudi Fitrianto. Hakim menilai Roma memberikan jawaban yang tidak jelas terkait rekomendasi Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 13 Tempat Pemungutan Suara (TPS).
“Jawaban Anda harusnya berdasar pada dokumen resmi yang diserahkan. Jangan berikan penjelasan yang justru membingungkan,” ujar Saldi dengan nada tegas di hadapan persidangan. Roma berusaha membela diri dengan menyebut rekomendasi PSU didasarkan pada pengawasan langsung di lapangan, tetapi hakim tetap meminta jawaban yang lebih konkret.
Teguran ini mencerminkan komitmen MK dalam menjaga integritas persidangan serta memastikan bahwa seluruh pihak bertindak sesuai standar hukum dan etika.
Legal Standing Gugatan Diragukan
Kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Blitar, Arya Bimantara, menyoroti kelemahan gugatan paslon Bambang-Bayu yang dinilai tidak memenuhi syarat legal standing. Arya menjelaskan bahwa selisih suara antara pemohon dan paslon Mas Ibin-Mbak Elim mencapai lebih dari 2 persen, melebihi ambang batas yang diatur undang-undang.
“Secara hukum, gugatan ini tidak memiliki dasar yang kuat untuk dilanjutkan karena tidak memenuhi kriteria perselisihan hasil pemilihan yang sah,” kata Arya di depan hakim.
Di sisi lain, tim kuasa hukum Bambang-Bayu tetap bersikeras bahwa pelanggaran serius dalam pelaksanaan PSU memengaruhi hasil Pilkada. Argumen ini menjadi bahan perdebatan sengit selama persidangan...