Sidang Pilkada Blitar di MK: Kuasa Hukum Bambang-Bayu Akui Tidak Penuhi Syarat Formil
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Yunan Helmy
08 - Jan - 2025, 04:29
JATIMTIMES – Perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilkada Kota Blitar 2024 memasuki babak baru. Dalam sidang yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (8/1/2025), kuasa hukum pasangan calon (paslon) Bambang Rianto dan Bayu Setyo Kuncoro mengakui permohonan mereka tidak memenuhi syarat formil ambang batas selisih suara yang diatur dalam Undang-Undang Pilkada. Meski begitu, mereka tetap meminta agar gugatan dikabulkan.
“Meskipun secara formil tidak memenuhi syarat, karena di daerah pemilihan kami seharusnya maksimal bedanya 2%, tapi di sini melebihi 2%,” ujar Hendi Priono, kuasa hukum paslon Bambang-Bayu, di hadapan majelis hakim yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra.
Baca Juga : Terbukti Cabuli Santri, Pengasuh Ponpes Al Mahdiy Pagerwojo Sidoarjo Terima Vonis 3 Tahun
Dalam sidang itu, ketua panel Saldi Isra langsung menyoroti selisih suara antara paslon nomor urut 1 Bambang-Bayu dengan paslon terpilih nomor urut 2 H Syauqul Muhibbin dan Elim Tyu Samba. “Selisih suaranya berapa?” tanya Saldi.
“Selisihnya 6.000 suara atau setara dengan 6%,” jawab Hendi. Dia juga menjelaskan bahwa paslon 02 memperoleh 49.000 suara, sementara paslon Bambang-Bayu hanya 43.000 suara.
Dalam Pilkada Kota Blitar, syarat formil untuk mengajukan gugatan PHPU diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Pilkada. Berdasarkan ketentuan tersebut, ambang batas untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk di bawah 250 ribu jiwa adalah 2%. Artinya, selisih suara antara paslon yang menggugat dan yang menang tidak boleh melebihi 2%.
Namun, dengan selisih suara 6%, permohonan yang diajukan paslon Bambang-Bayu seharusnya langsung gugur secara formil. “Ini kan sudah jelas, syarat formil tidak terpenuhi. Jadi, bagaimana logikanya meminta gugatan dikabulkan?” ujar Anwar Hakim Darajad, seorang pengamat politik dari Unisba Blitar.
Kendati ambang batas terlampaui, Hendi Priono tetap ngotot memperjuangkan permohonan di MK. Menurut dia, ada kejanggalan dalam pelaksanaan pilkada yang melibatkan 45 tempat pemungutan suara (TPS). “Kami tetap meminta majelis hakim mempertimbangkan bukti-bukti yang kami miliki. Ada potensi pelanggaran sistematis, terstruktur, dan masif (TSM),” katanya.
Namun, Saldi Isra kembali mengingatkan bahwa pembuktian pelanggaran TSM memiliki beban pembuktian yang berat. Dalam konteks ini, penggugat harus bisa menunjukkan bahwa pelanggaran tersebut berdampak signifikan terhadap hasil pemilihan.
“Pelanggaran TSM harus dibuktikan dengan jelas, bukan sekadar asumsi atau dugaan,” tegas Saldi Isra.
Meski pengakuan kuasa hukum terkait ambang batas sudah jelas, proses persidangan di MK dipastikan tetap berlanjut untuk mendengarkan argumen lebih lanjut dari kedua belah pihak. Sidang ini masih pada tahap awal, yaitu mendengarkan permohonan pemohon. Belum masuk pembuktian.
Baca Juga : Anggaran Pemkab Blitar Turun Rp300 Miliar: Prioritas Pendidikan Tetap Diutamakan
Sementara itu, KPU Kota Blitar, sebagai termohon, tetap percaya diri bahwa proses pilkada sudah berjalan sesuai regulasi. Ketua KPU Kota Blitar Rangga Bisma Aditya menegaskan pihaknya telah mempersiapkan bukti-bukti yang diperlukan untuk mempertahankan hasil pilkada.
“Kami yakin, seluruh tahapan sudah dilakukan sesuai aturan. SK penetapan hasil pilkada akan kami pertahankan di hadapan majelis hakim,” ujarnya.
Perselisihan hasil Pilkada Kota Blitar ini menjadi ujian bagi penyelenggaraan demokrasi di tingkat lokal. Meski gugatan paslon Bambang-Bayu dinilai sulit untuk diterima secara hukum, langkah mereka tetap mencerminkan dinamika politik yang tidak lepas dari sengketa dan ketidakpuasan.
Sidang di MK masih akan berlanjut pada pekan depan dengan agenda mendengarkan pembuktian dari para pihak. Hasil akhir sengketa ini akan menjadi penentu apakah Pilkada Kota Blitar harus mengulang pemungutan suara di beberapa TPS atau justru mengukuhkan kemenangan paslon nomor urut 2 H Syauqul Muhibbin dan Elim Tyu Samba.