Paguyuban Pedagang Pasar Induk Among Tani Batu Desak Transparansi Pembagian Bedak
Reporter
Prasetyo Lanang
Editor
A Yahya
03 - May - 2024, 11:20
JATIMTIMES - Sejumlah pedagang perwakilan Paguyuban Pedagang Sembilan zona (Pedang IX) Pasar Induk Among Tani resah karena dugaan indikasi kecurangan pembagian bedak. Upaya transparansi hingga perbaikan sistem pembagian bedak dari hasil undian disorot untuk segera dibenahi.
Pihak paguyuban juga mengatakan siap menyampaikan bukti jika diperlukan. Hal tersebut diutarakan pada hearing yang digelar Kamis (2/5/2024) kemarin. Mereka datang didampingi oleh LBH Pos Malang dan Malang Corruption Watch (MCW).
Baca Juga : Timnas Indonesia Akan Melawan Guinea, 2 Pemain Ini Harus Mereka Waspadai
Seperti diberitakan, Paguyuban Pedagang Sembilan Pasar Induk Among Tani menilai ada indikasi kecurangan dalam pembagian bedak. Masalah itu menjadi aduan kepada Komisi B DPRD bersama Diskumdag Batu. Pedagang menilai Pemkot kurang transparan dalam sosialisasi hingga pelibatan pedagang dalam musyawarah.
"Ada beberapa hal mendesak untuk dilakukan. Salah satunya transparansi dan juga akuntabilitas pengelolaan pelaksanaan pasar, ini bermasalah. Baik pengundian, validitas data, kemudian mekanisme zona penempatan, ada pola tindakan yang kami nilai diskriminatif," ungkap Koordinator LBH Pos Malang Daniel Alexander Siagian yang mendampingi paguyuban.
Menurut dia, setiap pedagang harus mendapatkan sesuai dengan haknya. Serta mereka mampu dilibatkan secara partisipatif bermakna agar penentuan kebijakan- kebijakan yang ada tidak menimbulkan masalah dan tetap memberikan rasa keadilan.
"Setiap pedagang memiliki hak sama dalam melakukan komplain dan sejenisnya, mereka (Pedang Sembilan) selama ini sangat sulit untuk bisa memberikan masukan kepada pihak terkait," katanya.
Masalah yang ada, lanjut Daniel, selain minimnya partisipasi dalam penentuan zona, disinggung pula masalah retribusi. Yakni perubahan yang kebijakan tarif yang belum tersosialisasikan secara maksimal.
Daniel mengutarakan, ada beberapa perubahan retribusi. Yang mana semula per meter persegi dikenakan Rp100-500, menjadi Rp750-1.000 rupiah. Dikatakan, beberapa pedagang keberatan dengan hal itu. "Menurut mereka minim partisipasi dengan tidak melibatkan partisipatif bermakna para pedagang. Selain itu proses dari perencanaan pembangunan dan penyelesaian pasar dinilai bermasalah," imbuhnya...