Menunda atau Menjamak Salat karena Kerjaan, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

JATIMTIMES - Sebagian dari kita barangkali mempunyai aktivitas yang sangat padat hingga tak sempat menunaikan salat tepat waktu. Bolehkah menunda salat karena pekerjaan?

Dijelaskan Ustazah Iim dari Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Asran, Cicalengka, Bandung, Jawa Barat menemukan jawaban dari masalah tersebut pada dua kitab. Kitab pertama yakni Bujairomi Alal Khotib pada juz kedua shahifa 147, dijelaskan bahwa seorang muslim mukallaf (baligh dan berakal) berkewajiban untuk melaksanakan salat, berdasarkan imbauan tiga imam, yakni Syafii, Maliki dan Hambali. 

Baca Juga : Tanda-Tanda Akhir Zaman di Dunia Sepak Bola Sudah Jelas: Arab Mulai Kuasai Dunia

"Salat wajib dilakukan oleh orang berakal, meskipun sudah tidak bisa bergerak, dan hatinya masih ingat salat, maka tetap berkewajiban salat," kata ustazah Iim, dikutip YouTube Al Asran, Kamis (27/7/2023). 

Namun menurut Imam Abu Hanifah batasan akhir wajib orang melakukan salat adalah ketika masih bisa melakukan isyarat. Meskipun hanya salat dengan kepalanya maupun matanya, karena anggota tubuh lainnya tidak bisa bergerak. 

"Jika tidak bisa melakukan isyarat, meskipun hatinya masih ingat untuk salat, maka menurut Imam Abu Hanifah sudah tidak berkewajiban untuk salat," jelas dia. 

Dari beberapa referensi di atas, maka ustazah Iim menegaskan bahwa seorang pegawai yang sibuk bekerja dan hendak meninggalkan salat, maka hukumnya tidak boleh. Karena salat tetap hukumnya wajib bagi umat muslim. 

Namun bagaimana jika ada pekerjaan darurat lalu salatnya ditunda dengan melakukan jamak takhir, bolehkah?

Menurut ustazah Iim, pertanyaan itu ditemukan jawabannya dalam kitab Rohmatul Ummah juz 1 pada shahifa 67. Di mana dalam penjelasannya tidak boleh menjamak salat bagi orang yang sakit, atau khauf (ketakutan), seperti pegawai yang takut dipecat jika menjalankan salat. 

Baca Juga : Baca Selengkapnya