Sidak Tambang Gunung Sadeng, Sekda Temukan Banyak Penyimpangan
Reporter
Moh. Ali Mahrus
Editor
Yunan Helmy
22 - Feb - 2022, 01:56
JATIMTIMES – Upaya Pemkab Jember dalam memaksimalkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor tambang Gunung Sadeng benar-benar serius. Hal ini dibuktikan dengan melakukan sidak bersama antara Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkab Jember Ir Mirfano dengan Komisi B DPRD Jember serta sejumlah kepala organisasi perangkat daerah (OPD) ke lokasi penambangan.
Dari sidak yang dilakukan pada Senin (21/2/2022), sekda bersama Komisi B menemukan adanya penyimpangan HPL (hak pengelolaan lahan) yang dilakukan oleh sejumlah pengusaha tambang. Misalnya yang ditemukan pada sidak di titik pertama penambangan yang dikelola PT Bangun Arta.
Baca Juga : Top! Mahasiswa Fakultas Pertanian Unisba Blitar Raih Juara Pertama Ajang Business Plan PORA
Dari lokasi yang ditambang PT Bangun Arta, tim menemukan adanya “pengalihan” HPL. PT Bangun Arta ‘menguasai’ HPL yang dikelola atas nama PT Pertama Mina, PT Usfi Pulung Kencana, dan CV Guna Mulya Gina Abadi. Sehingga total ada lahan seluas 57 ha yang dialihkan pengelolaannya. Sebanyak 18 ha di antaranya masuk dalam lahan yang telah disertifikasi oleh pemkab tertuang pada sertifikat nomor 45 dan 14.
"Ada wewenang perusahaan yang berbeda dari HPL yang kami berikan. Ini membingungkan kami. Makanya akan kami minta penyesuaian. HPL yang dikeluarkan sejak tahun 2015 tapi sampai sekarang tidak dikerjakan. Ini kan jauh dari azas kemanfaatan. Kami akan evaluasi," ujar Mirfano.
Mirfano menyebutkan, dengan lahan seluas itu, kemampuan penambangan PT Bangun Arta per hari bisa mencapai sekitar 450 ton. Namun setoran pajak restibusi yang disetorkan ke kasda melalui Badan Pendapatan Daerah hanya sekitar Rp 127 juta pada tahun 2021.
"Ketentuannya kan ke kasda. Sekarang sudah self assesment, menghitung sendiri, membayar sendiri. Tugas pemkab kan hanya mengawasi. Fakta lain adalah dokumen-dokumen pembayaran restibusi yang hanya ditanda tanganisalah satu pejabat di Disperindag,” kata Mirfano, keheranan.
Hal berbeda ditemukan saat rombongan sampai di lokasi yang HPL-nya atas nama PT Mahera Jaya. Dalam dokumen disebutkan, PT Mahera menguasai 6,8 ha, namun tidak mampu mengoptimalkan pengelolaan. Justru pengelolaannya dilakukan oleh CV Panen Raya.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, CV Panen Raya selama ini telah membayarkan bagi hasil kepada PT Mahera Jaya antara Rp 90 juta hingga Rp 100 juta. Namun setoran retribusinya hanya Rp 44 juta sehingga ada ketimpangan-ketimpangan jumlah setoran retribusi atau PAD...