17 Tahun Berlalu, BEM UB Bersama Aksi Kamisan Malang Tuntut Jokowi Tuntaskan Kasus Munir
Reporter
Tubagus Achmad
Editor
A Yahya
08 - Sep - 2021, 01:41
JATIMTIMES - Peristiwa kematian aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib 17 tahun lalu hingga kini masih terus menjadi sorotan nasional. Para aktivis HAM dan mahasiswa pun terus menyuarakan agar penuntasan kasus kematian Munir dapat diselesaikan.
Hal itu pula yang menjadi tuntutan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Brawijaya (UB) bersama Aksi Kamisan Malang yang menggelar aksi di depan gerbang UB Jalan Veteran, Kota Malang, Selasa (7/9/2021).
Baca Juga : Polisi dan Kejaksaan Selidiki Kasus Dugaan Pungli Uang Pemakaman Jenazah Covid
Salah satu perwakilan massa aksi yang juga menjabat sebagai Menteri Koordinator Pergerakan BEM Fakultas Hukum UB Kahfi Inzaghi mengatakan pada tahun 2022 kasus kematian Munir akan memasuki masa kedaluwarsa.
"Kami desak dalam hal ini Pemerintah Jokowi terutama Komnas HAM RI yang tugasnya menyelidiki untuk mengusut tuntas," ungkapnya kepada JatimTIMES.com.
Belasan massa aksi yang hadir membentangkan banner bertuliskan "Merawat Ingatan dan Menagih Janji: Gagalnya Jokowi Dalam Mengungkap dan Menuntaskan Kasus Munir" serta semua massa aksi kompak mengenakan baju berwarna hitam dan beberapa dari massa aksi menggunakan topeng wajah Munir.
Pihaknya medesak agar pemerintah menetapkan kasus kematian Munir menjadi kasus pelanggaran HAM berat atau extra ordinary crime. "Kalau kita baca dari rentetan kasus dan bagaimana pengadilan berjalan, kasus Munir adalah pelanggaran HAM berat, karena tersistematis. Jika ini dianggap kasus extra ordinary crime maka aktor-aktor di balik kematian Munir bisa terungkap," tegasnya.
Sementara itu, Koordinator Aksi yakni Abdullah mengatakan, dengan ditetapkannya kasus kematian Munir sebagai pelanggaran HAM berat, maka Tim Pencari Fakta (TPF) akan bergerak dan mampu mengungkap dalang atas kematian Munir.
Dalam perkembangannya, terdapat satu orang yang ditetapkan sebagai tersangka pada hari Sabtu, 19 Maret 2005 yakni Pollycarpus Budihari Priyanto dengan vonis 20 tahun penjara. Namun, Pollycarpus juga sempat mengajukan PK hingga Mahkamah Agung memutuskan 14 tahun kurungan penjara.
Baca Juga : Baca Selengkapnya