Kaum PTKIN Se-Indonesia Nilai Penjaringan Bakal Calon Rektor UIN Malang Abaikan Aspirasi dan Cederai Demokrasi
Reporter
Anggara Sudiongko
Editor
Yunan Helmy
25 - Apr - 2021, 10:12
MALANGTIMES - Konsorsium Alumni Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (Kaum-PTKIN) se-Indonesia melayangkan surat kritik dan ketidakpuasan kepada ketua panitia penjaringan rektor, ketua senat universitas, dan rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang terkait proses dalam penjaringan bakal calon rektor.
Melalui surat ber-nomor 12/04/K-A/PTKIN/Indonesia/IV/2021 dengan empat poin pernyataan sikap, Kaum PTKIN se-Indonesia menilai penjaringan bakal calon rektor telah mengabaikan aspirasi dan mencederai demokrasi.
Abd Aziz, ketua umum Kaum-PTKIN se-Indonesia, melalui press release-nya menyampaikan,
rapat senat tertutup yang sedianya dilaksanakan selama tiga hari, Selasa, Rabu, dan Kamis 20-22 April 2021, dan diharapkan berlangsung khidmat demi tahapan proses pemilihan rektor yang aspiratif dan terbuka, berubah menjadi seremonial semata. Bahkan tergolong jauh dari kesan sakral.
Baca Juga : Pesanan Membeludak saat Ramadan, Cincau Hitam Masih Jadi Favorit Menu Buka Puasa
Hal itu beralasan. Aziz menyatakan rapat senat telah keluar dari jadwal semula dan terkesan tergesa-gesa. Jadwal rapat yang seharusnya akan digelar selama tiga hari -hari pertama pembahasan jadwal dan rapat senat, kemudian hari kedua beragendakan penulisan oernyataan kualifikasi diri (PKD), dan hari ketiga merupakan pemberian pertimbangan kualitatif- pada jadwal rapat pertama kian dipersingkat.
Namun lebih dari itu, Kaum PTKIN begitu menyayangkan sikap senat yang tak memberi ruang dan mengakomodasi dorongan adanya uji publik terhadap para calon rektor sebelum adanya penilaian kualitatif. Padahal, adanya uji publik sangatlah penting.
Uji publik semata untuk membedah visi dan misi serta program unggulan apa yang hendak dilakukan calon rektor jika terpilih nanti. Lebih dari itu, uji publik menjadi semacam janji dan komitmen calon rektor kepada institusi. Terlebih civitas akademika. Artinya, segenap warga kampus dapat menagih janji dan komitmennya di kemudian hari. Misalnya, seratus hari kepemimpinan, satu semester kepemimpinan, satu tahun kepemimpinan.
"Nah, peniadaan uji publik ini adalah sama dengan membeli sesuatu tidak dengan melihat isinya," terang pria yang juga founder and legal consultant Firma Hukum Progresif Law ini.