JATIMTIMES -Di balik kelembutan dan akhlaknya yang agung, Rasulullah Muhammad SAW juga pernah ditegur langsung oleh Allah SWT. Bukan karena dosa, melainkan karena momen manusiawi yang mengajarkan nilai besar dalam dakwah dan kepekaan sosial. Teguran itulah yang menjadi latar turunnya Surat Abasa, surat ke-80 dalam mushaf Al-Qur’an.
Momen tersebut terjadi ketika Rasulullah SAW sedang berdakwah kepada para pembesar Quraisy di Makkah. Dengan penuh harap, beliau menyampaikan risalah Islam kepada tokoh-tokoh berpengaruh seperti Utbah bin Rabi’ah, Abu Jahal, hingga al-Walid bin al-Mughirah. Harapannya, jika tokoh-tokoh itu menerima Islam, maka akan semakin mudah bagi kaum awam untuk mengikuti jejak mereka.
Baca Juga : Ketua DPRD Blitar Apresiasi Jelajah Bhayangkara #1: Kolaborasi Trail, Sosial, dan Semangat Kebangsaan
Namun, di tengah perbincangan penting itu, datanglah Abdullah bin Ummi Maktum—seorang sahabat buta yang juga termasuk golongan pertama yang memeluk Islam. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, bacakan dan ajarkan kepadaku apa-apa yang telah Allah wahyukan kepadamu.” Permintaan itu ia ulang beberapa kali, tanpa menyadari situasi yang sedang berlangsung.
Rasulullah SAW, yang kala itu tengah berhadapan dengan para elit Quraisy, tampak terusik. Wajah beliau berubah masam, dan beliau berpaling dari Abdullah bin Ummi Maktum. Saat itulah, Allah SWT menegur kekasih-Nya lewat wahyu:
"Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling, karena seorang buta telah datang kepadanya" (QS. Abasa: 1-2).
M. Quraish Shihab, dalam Tafsir Al-Mishbah Jilid 15, menyoroti makna kata "Abasa" yang berarti bermuka masam atau cemberut. Surat ini tak hanya dikenal dengan satu nama. Sebagian ulama menyebutnya "As-Shakhkhah" (yang memekakkan telinga), "As-Safarah" (para penulis wahyu), atau bahkan "Al-A’ma" (yang buta), mengacu pada kisah Abdullah bin Ummi Maktum. Ibnu Al-Arabi, dalam Ahkam Al-Qur’an, menyebut surat ini sebagai "Ibn Ummi Maktum".
Pokok ajaran dalam surat ini adalah pelurusan sikap—bahwa dalam menyampaikan kebenaran, tak sepatutnya seseorang mendahulukan golongan elite semata dan mengabaikan mereka yang secara sosial lebih lemah. Allah SWT ingin mengingatkan Rasulullah SAW (dan umatnya) agar memuliakan orang-orang beriman, sekecil apapun kedudukan mereka di mata dunia.
Kisah ini diabadikan dalam sejumlah tafsir klasik, termasuk Tafsir Tahlili Kementerian Agama RI Jilid 10, yang menggambarkan bagaimana Abdullah bin Ummi Maktum, yang merupakan sepupu Sayyidah Khadijah, kerap dipercaya Rasul untuk memimpin shalat dan mengumandangkan azan bersama Bilal bin Rabah.
Baca Juga : Bacaan Doa Akhir dan Awal Tahun Baru Islam 1447 H Lengkap dengan Artinya
Surat Abasa terdiri dari 42 ayat dan termasuk dalam kelompok surat Makkiyah, diturunkan saat Rasulullah SAW masih berdakwah di Makkah. Dari segi kronologi wahyu, ini adalah surat ke-24 yang diturunkan.
Kisah di balik turunnya surat ini diriwayatkan oleh Aisyah RA dan dicatat dalam kitab Asbabun Nuzul karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi. Ia menjelaskan bahwa teguran dalam surat ini bukanlah bentuk kemarahan, melainkan pendidikan Ilahiah yang lembut namun tegas, sebagai panduan moral bagi seorang Nabi, dan pelajaran abadi bagi umat manusia.
Peristiwa ini menjadi contoh betapa Islam menempatkan kepekaan terhadap kaum dhuafa sebagai bagian penting dalam dakwah. Rasulullah SAW, yang dikenal begitu lembut dan penuh kasih, ditegur bukan karena kesalahan besar, tetapi karena menunjukkan sikap yang sedikit tidak sesuai dengan ruh Islam terhadap seorang sahabat buta.
Melalui Surat Abasa, Allah SWT ingin menegaskan bahwa ukuran keberhasilan dakwah bukan terletak pada status sosial siapa yang menerima, tetapi pada ketulusan dan keadilan dalam menyampaikan risalah kepada siapa pun.