free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Gabung Channel WhatsApp
Serba Serbi

Sejarah Sunan Kudus: Dakwah, Nasab, dan Hubungannya dengan Sunan Ampel

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Yunan Helmy

07 - Mar - 2025, 14:24

Placeholder
Ilustrasi: Sunan Kudus berdakwah di pedesaan Jawa pada masa transisi Demak-Majapahit, menyebarkan ajaran Islam dengan pendekatan budaya dan kearifan lokal. (Foto: Dibuat dengan AI/JatimTIMES)

JATIMTIMES - Sunan Kudus adalah salah satu figur paling berpengaruh dalam jaringan Wali Songo, sekelompok ulama yang berperan besar dalam penyebaran Islam di Nusantara. Sosoknya dikenal sebagai seorang cendekiawan yang tidak hanya mengajarkan agama tetapi juga mengembangkan keterampilan teknis dan seni yang menunjang kehidupan masyarakat.

Sebagai seorang pemimpin yang berkarisma, Sunan Kudus memiliki peran ganda, baik sebagai ulama yang membimbing umat Islam maupun sebagai tokoh strategis dalam dinamika politik pada masa akhir Majapahit dan awal Kesultanan Demak. Namun, sebagaimana halnya dengan banyak tokoh sejarah lainnya, asal-usul dan nasab Sunan Kudus tetap menjadi perdebatan, dengan berbagai sumber yang memberikan versi silsilah yang beragam.

Sunan Kudus dan Konteks Sosial Zaman Demak

Baca Juga : Mengenal Meriam Ramadan, Tradisi Unik Buka Puasa dari Timur Tengah

Sebagai seorang wali yang lahir dan berkembang dalam konteks runtuhnya Majapahit serta bangkitnya Kesultanan Demak, Sunan Kudus memainkan peran krusial dalam memperkuat ajaran Islam di Jawa. Nama asli Sunan Kudus adalah Ja’far Shadiq, sebuah nama yang memiliki resonansi kuat dalam tradisi Islam, mengacu pada tokoh besar dalam sejarah Islam Syiah. 

Namun, dalam tradisi Jawa, Ja’far Shadiq dikenal sebagai seorang wali yang memiliki hubungan erat dengan Sunan Ampel dan Sunan Bonang. Ayahnya, Sunan Ngudung, adalah seorang pemimpin agama yang juga dikenal sebagai panglima perang Kesultanan Demak. Sunan Ngudung gugur dalam pertempuran melawan pasukan Majapahit, meninggalkan warisan kepemimpinan yang kemudian diteruskan oleh putranya, Sunan Kudus.

Dalam catatan sejarah, Sunan Kudus dikenal sebagai sosok yang memiliki ketegasan dalam menegakkan hukum Islam, sekaligus mengadopsi pendekatan budaya yang unik dalam dakwahnya. Salah satu strategi dakwah Sunan Kudus yang paling terkenal adalah penerapan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari masyarakat setempat tanpa serta-merta menggusur tradisi yang telah ada. 

Sebagai contoh, Sunan Kudus melarang penyembelihan sapi di wilayah Kudus untuk menghormati keyakinan masyarakat Hindu yang masih kuat pada masa itu. Strategi ini menunjukkan keluwesan dan kebijaksanaan dalam berdakwah, yang memungkinkan Islam diterima dengan lebih mudah oleh masyarakat Jawa.

Nasab Sunan Kudus: Kontroversi dan Keterputusan Historiografi

Nasab Sunan Kudus memiliki beberapa versi yang berbeda, tergantung pada sumber historiografi yang digunakan. Dalam historiografi Islam di Jawa, silsilah Wali Songo sering memiliki unsur legenda dan mitologi yang bercampur dengan fakta sejarah. Perbedaan dalam penulisan nasab sering terjadi karena berbagai sumber tertulis berasal dari periode yang berbeda dan memiliki bias politik atau sosial masing-masing.

Dalam salah satu versi yang dikemukakan oleh Rachman Sulendraningrat dalam Sejarah Hidup Wali Songo (1988), Sunan Kudus disebut sebagai putra Sunan Ngudung. Sunan Ngudung sendiri merupakan anak dari saudara sultan Mesir, yang kemudian hijrah ke Nusantara dan menetap di wilayah Cirebon. 

Di Cirebon, Sunan Ngudung bertemu dengan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, sepupu mereka yang berkuasa di wilayah tersebut. Dikisahkan bahwa Sunan Ngudung bersama saudarinya, Rara Dampul, berlayar ke tanah Jawa dan tiba di Puser Bumi, Cirebon. Di sana, mereka bertemu dengan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, yang merupakan sepupu mereka. 

Syarif Hidayatullah menyarankan agar Sunan Ngudung melanjutkan perjalanan ke Ampeldenta untuk berguru kepada Sunan Ampel. Setelah menjadi murid kesayangan Sunan Ampel, Sunan Ngudung menikahi cucu gurunya yang bernama Syarifah, yang lebih dikenal sebagai Nyi Ageng Manila. Ia adalah adik dari Sunan Bonang.

Dari pernikahan Sunan Ngudung dan Nyi Ageng Manila inilah lahir Raden Fatihan, yang kemudian dikenal sebagai Sunan Kudus. Nama lain yang sering disebut untuknya adalah Ja'far Shadiq. 

Sejak kecil, Sunan Kudus telah mendapat pendidikan agama yang kuat dari keluarganya, terutama dari ayahnya yang juga seorang pejuang Islam di tanah Jawa. Keilmuannya yang mendalam dan kiprahnya dalam dakwah Islam menjadikannya salah satu tokoh sentral dalam penyebaran Islam di wilayah pesisir utara Jawa, terutama di daerah Kudus.

Versi lain menyebutkan bahwa Sunan Ngudung merupakan keturunan langsung dari Syaikh Jumadil Kubro, seorang ulama besar yang dikaitkan dengan penyebaran Islam di Nusantara pada abad ke-14. Dalam silsilah ini, garis keturunan Sunan Kudus dapat dirunut hingga ke Nabi Muhammad SAW melalui jalur Sayyidina Husain, cucu Rasulullah.

Sementara itu, berdasarkan silsilah yang berasal dari garis keturunan garwa padmi (permaisuri), yaitu putri Adipati Terung, Sunan Kudus memiliki jalur genealogi yang bersambung hingga Nabi Muhammad SAW. Silsilah ini dimulai dari Rasulullah SAW, kemudian berlanjut ke Sayidina Ali bin Abi Thalib dan Sayidina Husein. Dari garis keturunan Sayidina Husein, lahirlah Sayidina Zainal Abidin yang kemudian menurunkan Sayidina Zainul Kabir. 

Generasi berikutnya adalah Syaikh Mahmudinil Kabir, yang kemudian menurunkan Syaikh Dulnapi. Syaikh Dulnapi sendiri menikah dengan putri Prabu Brawijaya V dan menurunkan Sunan Ampel, seorang ulama besar yang memiliki peran penting dalam Islamisasi Jawa. Sunan Kudus sendiri adalah putra dari Kanjeng Sunan Ngudung, yang berasal dari keturunan Nyi Ageng Manyura (cucu Sunan Ampel) dan Syaikh Kaji Ngusman.

Sunan Kudus kemudian menikah dengan putri Pecat Tanda Terung atau Raden Kusen, adipati Terung, dan dikaruniai tujuh orang anak. Anak pertamanya adalah Nyi Ageng Pembayun, diikuti oleh Panembahan Palembang, Panembahan Mekaos Honggokusumo, Panembahan Karimun, dan Panembahan Kali. Selain itu, ada Ratu Pradabinabar yang kemudian menikah dengan Pangeran Pancawati, seorang panglima Sunan Kudus. Anak bungsunya, Panembahan Joko, wafat dalam usia muda.

Dari garis keturunan ini, Sunan Kudus tidak hanya meninggalkan jejak dakwahnya dalam penyebaran Islam, tetapi juga menurunkan generasi yang berpengaruh di berbagai wilayah Nusantara. Keturunannya menyebar ke berbagai daerah dan turut berperan dalam pemerintahan, penyebaran agama, serta perkembangan budaya Islam di tanah Jawa.

Silsilah ini juga menunjukkan hubungan erat antara para wali dengan kerajaan-kerajaan besar di Nusantara. Dengan adanya pernikahan antara Sunan Kudus dan putri adipati Terung, hubungan Islam dengan kekuasaan lokal semakin erat, memperkuat posisi dakwah Islam di Jawa. 

Warisan Sunan Kudus, baik dalam bentuk ajaran, keturunan, maupun tradisi keislaman, terus lestari hingga saat ini, terutama di wilayah Kudus dan sekitarnya.

Berdasarkan silsilah ini, Sunan Kudus merupakan menantu Raden Kusen, adipati Terung, yang sekaligus adalah saudara Raden Patah, Sultan Demak pertama. Dengan demikian, Sunan Kudus memiliki ikatan kekerabatan dengan adipati Sengguruh dan Arya Balitar (adipati Balitar/Blitar), yang merupakan putra-putra Raden Kusen. Hubungan keluarga ini menunjukkan keterkaitan erat antara Sunan Kudus dengan elite penguasa Demak serta wilayah-wilayah strategis di Jawa pada masa itu, termasuk Terung, Sengguruh, dan Blitar.

Baca Juga : Runtuhnya Kalinyamat: Ketika Mataram Menguasai Pesisir Jawa

Selain memperkuat posisi politiknya, hubungan ini juga mencerminkan peran penting Sunan Kudus dalam jaringan keagamaan Kesultanan Demak, khususnya dalam penyebaran Islam dan penguatan legitimasi kekuasaan berbasis keislaman di berbagai daerah.

Sunan Kudus dan Hubungan dengan Sunan Ampel

Salah satu benang merah dalam silsilah Sunan Kudus adalah hubungannya dengan Sunan Ampel. Hampir semua versi silsilah menegaskan bahwa Sunan Kudus memiliki keterkaitan dengan keluarga besar Sunan Ampel, baik sebagai cucu menantu atau murid utama. Hubungan ini penting karena menunjukkan kesinambungan ajaran Islam yang berkembang dari generasi ke generasi dalam lingkaran Wali Songo.

Dalam versi yang menyebut Sunan Kudus sebagai cucu menantu Sunan Ampel, disebutkan bahwa ia menikah dengan Syarifah, yang dikenal dengan nama Nyi Ageng Manila, adik dari Sunan Bonang. Pernikahan ini memperkuat jaringan ulama di Nusantara, sekaligus menegaskan bahwa penyebaran Islam di Jawa tidak hanya dilakukan melalui jalur dakwah tetapi juga melalui strategi perkawinan politik yang memperkuat posisi keluarga ulama dalam pemerintahan.

Perspektif Historiografi: Mitos dan Fakta dalam Silsilah Sunan Kudus

Seperti halnya tokoh-tokoh Wali Songo lainnya, silsilah Sunan Kudus memiliki banyak versi yang dipengaruhi oleh faktor politik, sosial, dan budaya. Salah satu tantangan utama dalam meneliti silsilah tokoh seperti Sunan Kudus adalah keterputusan historiografi akibat minimnya sumber primer yang dapat dikonfirmasi. 

Banyak sumber tertulis yang ada saat ini berasal dari periode yang lebih belakangan, seperti Babad Tanah Jawi atau Babad Cirebon, yang sering kali mengandung unsur mitologis dan interpolasi sejarah.Dalam beberapa naskah Jawa, seperti Babad Tanah Jawi versi Naskah Drajat dan Babad Cerbon, disebutkan bahwa Sunan Kudus adalah keturunan dari seorang ulama besar yang berasal dari Timur Tengah. Namun, tidak ada bukti konkret yang dapat memastikan klaim ini, selain tradisi lisan dan penulisan silsilah yang berkembang di kemudian hari.

Historiografi klasik Nusantara sering kali menghadapi tantangan dalam membedakan antara fakta sejarah dan narasi yang berkembang dalam tradisi lisan. Dalam kasus Sunan Kudus, penyebutan tokoh seperti Usman Haji dan Sunan Ngudung dalam berbagai naskah sejarah menunjukkan adanya kesinambungan dengan jaringan ulama di Jawa. Namun, keberadaan tokoh-tokoh ini dalam sejarah global Islam masih perlu diteliti lebih lanjut dengan pendekatan yang lebih kritis.

Menurut Babad Tanah Jawi, Naskah Drajat, tokoh Usman Haji disebut sebagai putra Raja Pandhita, yaitu Ali Murtadho, yang merupakan kakak dari Sunan Ampel. Sunan Ampel menempatkan Usman Haji di Jipang Panolan sebagai imam, tepatnya di Dusun Ngudung. 

Ia kemudian menjalani pertapaan di Gunung Jambangan selama tiga bulan sepuluh hari, hingga akhirnya mencapai derajat wali dan dikenal sebagai Sunan Ngudung. Dalam perjalanan hidupnya, Usman Haji menikahi Dewi Sri, putri Tumenggung Wilatikta, dan dari pernikahan itu lahirlah Dewi Sujinah dan Amir Haji. Selain itu, ia juga menikahi Siti Syarifah, cucu Sunan Ampel, dan memiliki seorang putra bernama Amir Hasan. Dari keturunannya inilah kemudian lahir sosok yang dikenal sebagai Sunan Kudus.

Sumber lain, seperti Naskah Wali Sana Babadipun Parawali, mengisahkan bahwa Ali Murtadho, yang juga disebut sebagai Raja Pandhita Agung, diangkat menjadi imam di Gresik oleh penguasa Surabaya yang telah memeluk Islam, Arya Lembu Sora. Raden Ali Murtadho, yang juga dikenal sebagai Raden Santri, menikah dengan Dyah Retna Maninjung, putri Arya Teja, penguasa Tuban. Dari pernikahan ini, lahir Usman Haji, yang kelak dikenal sebagai Sunan Ngudung. Sementara itu, menurut Babad Cerbon, Raja Pandhita atau Ali Murtadho juga dinikahkan oleh Raja Majapahit dengan putri Arya Ringin dari Madura, dan dari pernikahan tersebut lahir tiga anak, yaitu Khalifah Haji Usman (Usman Haji), Lebe Tuban, dan seorang putri. Usman Haji, yang juga disebut sebagai Sunan Ngudung, memiliki hubungan erat dengan keluarga Sunan Ampel, karena ia menikahi sepupunya sendiri, Nyai Gedeng Malaka, yang merupakan putri Sunan Ampel.

Berdasarkan berbagai catatan historiografi, seperti Babad Tanah Jawi, Babad Cerbon, dan Wali Sana Babadipun Parawali, serta catatan silsilah Sunan Kudus, dapat disimpulkan bahwa Sunan Kudus atau Ja'far Shadiq adalah cucu buyut dari Syaikh Ibrahim as-Samarkandi, ulama besar yang dimakamkan di Gisikharjo, Palang, Tuban. 

Sunan Kudus merupakan keturunan langsung dari Sunan Ngudung, yang diangkat sebagai imam Masjid Agung Demak dengan gelar Penghulu, sebagaimana disebut dalam Hikayat Hasanuddin. Sunan Kudus sendiri kemudian dikenal sebagai imam kelima di Masjid Agung Demak, melanjutkan peran ayahandanya dalam jaringan ulama dan kepemimpinan Islam di Nusantara.

Sunan Kudus dalam Lintasan Sejarah

Sunan Kudus adalah tokoh sentral dalam sejarah Islam di Jawa, dengan warisan yang mencakup aspek keagamaan, sosial, dan politik. Meskipun terdapat banyak versi mengenai asal-usul dan nasabnya, semua sumber sepakat bahwa ia adalah seorang ulama besar yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Nusantara.Warisan Sunan Kudus tidak hanya terletak pada ajaran-ajaran keagamaannya, tetapi juga pada pendekatan budaya yang ia gunakan dalam berdakwah. 

Pendirian Masjid Menara Kudus dengan arsitektur yang mengadopsi elemen Hindu-Buddha adalah salah satu contoh bagaimana ia menggunakan strategi asimilasi budaya dalam menyebarkan Islam.Meskipun historiografi mengenai silsilah Sunan Kudus masih mengandung banyak perdebatan, keberadaannya sebagai tokoh utama dalam jaringan Wali Songo tidak dapat disangkal. 

Sebagai bagian dari tradisi intelektual Islam di Jawa, Sunan Kudus memberikan kontribusi besar dalam membentuk karakter Islam Nusantara yang inklusif dan berakar pada kearifan lokal.Ke depan, kajian lebih mendalam dengan pendekatan multidisipliner, termasuk arkeologi, filologi, dan studi manuskrip, sangat diperlukan untuk memahami lebih jauh asal-usul dan peran Sunan Kudus dalam sejarah Islam di Indonesia.

 

Perolehan Medali Porprov Jatim IX 2025

Update: -

No Kota / Kabupaten Emas Perak Perunggu Poin
Total - - - -

Topik

Serba Serbi sunan kudus sunan ampel wali songo nasab sunan kudus



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Yunan Helmy

--- Iklan Sponsor ---