JATIMTIMES - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengimbau kepada para pengelola hotel untuk bisa berinovasi. Hal tersebut dimaksudkan untuk bisa lebih banyak menarik minat konsumen menggunakan fasilitas dan layanan yang disediakan di masing-masing hotelnya.
Terlebih bagi hotel yang memiliki convention hall. Menurut Ketua PHRI Kota Malang Agoes Basoeki, hal tersebut merupakan langkah antisipasi terhadap dampak efisiensi anggaran yang tertuang dalam Inpres 1/2025.
Baca Juga : Sepakat Bersama hingga Akhir Masa Jabatan, Rijanto-Beky Siap Pimpin Kabupaten Blitar
Sebab, kata dia, untuk pangsa pasar kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibitions (MICE) tidak hanya hadir dari pemerintah tetapi juga perusahaan swasta. Tak hanya itu, penyewaan convention hall juga bisa hadir masyarakat umum. "Berarti tidak hanya mengandalkan program pemerintah, tetapi bisa juga dengan swasta, kegiatan pernikahan, dan lain-lain," ujarnya.
Sejauh ini, lanjut Agus, penerapan Inpres 1/2025 masih belum memberikan dampak secara signifikan terhadap perhotelan di Kota Malang. Dirinya menyebut hingga saat ini masih ada beberapa agenda kepemerintahan yang diselenggarakan di beberapa hotel di Kota Malang.
"Efisiensi yang dilakukan pemerintah (pusat) sampai daerah sementara belum terasa karena masih ada kegiatan di hotel, tetapi itu mungkin menggunakan anggaran yang kemarin atau sudah memesan tempat sebelum ada kebijakan ini," jelasnya.
Agoes menambahkan bahwa bisnis hotel yang masuk dalam kategori pariwisata, pemasukan utamanya tetap pada penjualan kamar bagi tamu. Hingga menjelang akhir Februari 2025 okupansi hotel di Kota Malang berkisar 60-70 persen. "Masih menjual kamar, jadi kegiatan wisatawan," imbuhnya.
Selain itu, pihaknya telah menyampaikan informasi kepada PHRI di tingkat Provinsi Jawa Timur dan pusat mengenai kondisi perhotelan yang ada di daerah, paska pelaksanaan kebijakan efisiensi. "Kemudian yang pusat sudah menyampaikan kepada pemerintah untuk meninjau," kata Agoes.
Di sisi lain, sebenarnya ia tak begitu mempermasalahkan kebijakan tersebut. Sebab hal itu merupakan keputusan yang harus diambil oleh pemerintah pusat.
Hanya saja, diharapkan pemerintah pusat bisa memberikan solusi untuk mengantisipasi dampak ke depan terkait pelaksanaan kebijakan ini. Termasuk bagi sektor perhotelan. "Hal yang berkait dengan menumbuhkan perekonomian secara berhubungan itu tetap dijalankan karena kegiatan pariwisata itu memberikan efek bagi sektor usaha lainnya," kata dia.
Terkait pengajuan relaksasi pada pembayaran pajak, Agoes mengatakan jika sampai saat ini masih belum mengajukan hal itu kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Malang. Pun demikian dengan langkah meningkatkan tarif kamar hotel, guna menutup minimnya pemasukan dari kegiatan MICE. "Belum ada kalau soal itu (pengajuan relaksasi pajak dan menaikkan tarif kamar hotel)," pungkasnya.