JATIMTIMES - Di tengah hiruk-pikuk Kota Kediri, terdapat Situs Setono Gedong yang menyimpan berbagai kisah sejarah tak ternilai. Lokasi ini bukan hanya menjadi saksi bisu peradaban masa lalu, tetapi juga rumah peristirahatan terakhir bagi tokoh-tokoh penting, termasuk Raden Mochammad Machin, seorang ulama, pemimpin, dan visioner yang melahirkan kebanggaan sepak bola Kediri: Persik Kediri.
Situs Setono Gedong: Jantung Sejarah Kediri
Baca Juga : Hukum Konsumsi Makanan Haram dalam Islam: Aturan, Batasan, dan Situasi Darurat
Terletak di pusat Kota Kediri, Situs Setono Gedong adalah museum sejarah yang berfungsi sebagai tempat peristirahatan para tokoh besar, termasuk ulama terkemuka, pejabat kerajaan, hingga bupati lokal. Nama-nama seperti Syekh Syamsuddin al-Wasil dan Susuhunan Amangkurat III menjadi magnet spiritual bagi para peziarah.
Namun, di sudut lain situs ini, terletak makam seorang tokoh yang namanya tak kalah besar dalam sejarah Kediri modern: Raden Mochammad Machin.
Dalam kompleks situs ini, arsitektur abad ke-16 menyatu dengan kisah-kisah masa lalu. Makam Syekh Syamsuddin al-Wasil, ulama abad ke-12, menjadi ikon religius sekaligus saksi atas perjalanan spiritual Kediri. Mbah Wasil, demikian ia dikenal, adalah mentor Raja Jayabaya yang terkenal dengan kitab ramalan Jangka Jayabaya. Kehadirannya turut membangun fondasi spiritual Kediri yang kelak diwarisi oleh para pemimpin seperti Raden Mochammad Machin.
Raden Mochammad Machin: Jejak Awal Seorang Pemimpin
Lahir pada tahun 1911, Raden Mochammad Machin merupakan putra pasangan Hadji Ali Moestoha dan Siti Mukidjah. Nama keluarganya, Danoediningrat, mencerminkan garis keturunan ningrat yang mengakar kuat dalam tradisi Jawa. Pendidikan modern di MULO Yogyakarta melengkapi wawasan keagamaannya yang diperoleh dari berbagai pondok pesantren dan pelatihan penghulu di Solo di bawah asuhan R. Muhammad Adnan.
Pada usia 30 tahun, ia mencetak sejarah sebagai kepala penghulu termuda di Hindia Belanda setelah menggantikan ayahnya yang wafat pada 1941. Jabatan ini membawa Raden Mochammad Machin ke posisi strategis sebagai pengayom masyarakat muslim Kediri.
"Beliau menjadi simbol perubahan di masa transisi. Meski muda, ia menunjukkan ketegasan dan kedewasaan dalam memimpin," ungkap Muhammad Yusuf Wibisono, juru kunci Situs Setono Gedong kepada media ini, Selasa (21/1/2025).
Kariernya sebagai kepala penghulu Kediri berlangsung hingga 1948, ketika situasi politik nasional memanas akibat agresi militer Belanda kedua. Dalam periode genting ini, ia ditunjuk sebagai Bupati Kediri.
Masa Kepemimpinan: Dari Krisis ke Kebangkitan
Penunjukan Raden Mochammad Machin sebagai bupati Kediri bukan keputusan biasa. Dukungan tokoh-tokoh agama dan saran langsung dari Ir. Soekarno menjadi legitimasi atas kepemimpinannya. Dalam bayang-bayang penjajahan, ia harus menghadapi serangan militer Belanda di Kediri yang memaksa masyarakat hidup dalam tekanan.
Sebagai bupati, Raden Mochammad Machin menunjukkan kepemimpinan yang luar biasa. Ia memimpin gerilya di wilayah timur Gunung Wilis untuk melindungi rakyat dari serangan. Setelah kemerdekaan diakui, fokusnya beralih ke pembangunan infrastruktur dan pemulihan ekonomi Kediri.
"Beliau adalah pemimpin yang peduli. Bahkan setelah perang, ia tetap mengutamakan kebutuhan rakyat, seperti memperbaiki rumah-rumah yang rusak akibat konflik," tambah Yusuf.
Baca Juga : Segini Kekayaan Bupati Situbondo Karna Suswandi Tersangka Korupsi Dana PEN, Hari Ini Resmi Jadi Tahanan KPK
Salah satu pencapaian terbesar Machin adalah mendirikan Persatuan Sepak Bola Indonesia Kediri (Persik Kediri) pada tahun 1950 bersama Kusni dan Liem Giok Djie. Klub ini bukan hanya simbol olahraga, tetapi juga identitas baru Kediri pasca-kolonial.
Persik Kediri: Warisan Abadi
Persik Kediri, yang lahir dari visi Raden Mochammad Machin, menjadi bukti kepeduliannya terhadap kebutuhan sosial masyarakat. Di tengah pembangunan pasca-perang, ia menyadari pentingnya olahraga sebagai media pemersatu.
Dalam waktu singkat, Persik Kediri menjelma menjadi kebanggaan masyarakat Kediri, melambangkan semangat dan solidaritas daerah. Klub ini berkembang pesat dan terus menjadi salah satu kekuatan sepakbola nasional hingga hari ini.
“Pak Machin tidak hanya membangun klub sepakbola; beliau membangun harapan dan kebanggaan bagi masyarakat Kediri,” kata Yusuf.
Situs Setono Gedong dan Warisan Machin
Setelah meninggal pada tahun 1964, Raden Mochammad Machin dimakamkan di Situs Setono Gedong. Lokasi ini tidak hanya menjadi tempat penghormatan terakhir, tetapi juga simbol keberlanjutan sejarah Kediri.
Situs Setono Gedong yang menjadi tempat peristirahatan banyak tokoh, termasuk Susuhunan Amangkurat III dan Syekh Syamsuddin al-Wasil, kini menjadi bagian penting dari identitas sejarah Kediri. Peran Raden Mochammad Machin sebagai bupati dan pencetus Persik Kediri menambahkan dimensi baru pada situs ini sebagai penghubung antara masa lalu dan masa depan.
Di bawah bayangan pohon-pohon besar, makam Machin berdiri dengan tenang. Ia tetap menjadi inspirasi bagi mereka yang mengenang perjuangannya dalam memimpin Kediri di masa sulit.
Raden Mochammad Machin adalah lebih dari sekadar pemimpin. Ia adalah jembatan antara tradisi dan modernitas, antara spiritualitas dan kebangsaan. Dengan perannya sebagai ulama, bupati, dan arsitek Persik Kediri, ia meninggalkan jejak mendalam yang terus dikenang hingga kini.
Situs Setono Gedong, sebagai tempat peristirahatan terakhirnya, menjadi pengingat bahwa sejarah bukan hanya tentang masa lalu, tetapi juga tentang harapan dan pelajaran bagi generasi mendatang. Dalam setiap langkah di situs ini, kita tidak hanya mengenang, tetapi juga merenungkan nilai-nilai yang diwariskan oleh tokoh-tokoh seperti Raden Mochammad Machin.